🍂🍂🍂
Halo, semuanya. Terima kasih sudah membaca novelku sampai sejauh ini. Terima kasih atas vote dan komentar yang kalian tinggalkan.
Selamat datang kepada para pembaca baru. Semoga kalian suka dengan novel-novelku yang memiliki beragam genre.
Untuk mendukung penulis, silakan follow, vote, comment, dan add this story to your reading list.
Follow juga instagram penulis @ucu_irna_marhamah dan promotor @novellova untuk mendapatkan kabar terbaru tentang novel.
Lanjut ke Part 52.
🍂🍂🍂
Sementara itu, pasukan Avis dari satuan lain tengah Ezlyn dan Alden dibawa ke laboratorium negara yang terletak di ibu kota.
Alden dan Ezlyn mendapatkan pemeriksaan khusus oleh para ilmuwan, rekan Lincoln.
Perlahan, Ezlyn membuka mata. Kepalanya terasa begitu sakit. Ia mendapati dirinya terikat pada ranjang. Ezlyn melihat pada Alden yang terbaring di ranjang sebelah dalam posisi terikat juga.
Keduanya memakai pakaian khusus yang ketat berwarna hitam.
"Alden, bangun," panggil Ezlyn.
Namun, tampaknya Alden masih tak sadarkan diri.
Pintu ruangan dibuka dari luar. Seorang anggota Avis memasuki ruangan. Pakaian khusus yang ia gunakan mirip dengan pakaian khusus milik Kapten Avis. Namun, pakaian orang yang satu ini berpolet biru,
"Kau sudah bangun. Sudah siap dengan kehidupan barumu?" tanya Kapten Avis yang dari suaranya, ia adalah seorang pria. Ia melihat pada Ezlyn.
Ezlyn mengernyit. Ia merasa familiar dengan suara pria itu. "Apa maksudmu? Lepaskan aku! Lepaskan kami!" teriak Ezlyn.
"Kau tidak perlu khawatir. Tidak akan ada yang menyakiti 'anak-anak spesial' seperti kalian berdua," ucap pria itu, kemudian berlalu pergi meninggalkan ruangan.
Selang beberapa menit, Alden tersadar. Ia melihat ke arah Ezlyn yang terikat di ranjang sebelah. Alden baru menyadari jika tubuhnya juga terikat.
"Apa yang terjadi, Kak Ezlyn? Kenapa kita berada di sini?" tanya Alden.
"Sepertinya kita diculik," jawab Ezlyn malas.
Hening.
Ezlyn dan Alden tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Kak Ezlyn, apakah Kak Edgar dan yang lainnya baik-baik saja?" tanya Alden.
"Entahlah. Aku benar-benar sudah lelah dengan semua ini." Ezlyn menghela napas berat.
Empat orang anggota Avis memasuki ruangan. Dua di antaranya berjaga dengan senapan di tangan masing-masing. Lalu, dua lainnya membukakan ikatan pada tubuh Ezlyn dan Alden.
Ezlyn tak berani memberontak karena ada dua anggota Avis yang berjaga. Bisa-bisa ia ditembak dan diledakkan di tempat.
Alden dan Ezlyn dibawa ke ruangan lain di laboratorium tersebut. Terlihat di ruangan itu ada kapten Avis tadi yang memakai pakaian khusus berpolet biru. Sepertinya pria itu adalah Kapten sama halnya dengan Kapten Avis berpolet merah, tetapi ia berasal dari satuan lain, yaitu polet biru.
"Duduk!" Anggota Avis mendorong Ezlyn dan Alden agar duduk berhadapan dengan kapten mereka.
Anggota Avis meletakkan tablet besar di hadapan Alden dan Ezlyn, lalu ia memutar video di layar tablet tersebut.
Terlihat beberapa orang anak yang berada di lingkungan keluarga bahagia.
Kapten Avis Biru berkata, "Kalian adalah salah satu dari anak-anak spesial di Idenville yang memiliki nilai tinggi dan berhak mendapatkan hidup baru yang layak."
Ezlyn melihat sekilas pada pria di hadapannya itu, lalu kembali menatap ke layar.
"Anak-anak di dalam foto adalah anak-anak spesial yang sudah lebih dulu dikirim pada orang tua baru mereka," jelas Kapten Avis Biru.
"Orang tua baru?" gumam Ezlyn.
Kapten Avis Biru kembali bersuara, "Kami akan memindahkan kalian ke wilayah lain di negara ini untuk diadopsi oleh keluarga yang tidak memiliki anak. Mereka akan menyayangi kalian seperti anak sendiri."
Ezlyn mencerna ucapan pria itu. Sejenak ia terdiam dan kembali teringat pada ibunya yang tewas karena virus zombie. Kejadian itu merupakan pukulan terbesar bagi Ezlyn.
Alden yang orang tuanya sudah meninggal sejak kecil, tersenyum melihat anak-anak di dalam video yang begitu dekat dengan keluarganya. Ia tak pernah mengingat seperti apa rasanya dipeluk dan dicium oleh ayah dan ibunya. Selama ini, ia hanya tinggal bersama kakaknya, Edgar.
"Ada banyak pilihan orang tua yang bisa kalian dapatkan sesuai kriteria yang kalian inginkan," ucap Kapten Avis Biru.
Ezlyn tak kuasa untuk menahan buliran bening yang menetes dari sudut matanya. Ia menunduk dalam. Perasaannya campur aduk.
"Kalian tidak perlu mengkhawatirkan apa pun. Semuanya ditanggung oleh orang tua kalian. Dan pemerintah juga akan turun tangan untuk masa depan kalian yang cerah." Kapten Avis Biru menyandarkan punggung ke sandaran kursi.
Baik Alden mau pun Ezlyn, keduanya sama-sama tak memberikan jawaban. Mereka melihat foto beberapa pasangan orang tua di layar dengan biodata lengkap mereka.
Kapten Avis Biru membuang napas kasar. "Apa lagi yang harus kalian pertimbangkan? Kalian sekarang yatim piatu. Kalian tidak punya siapa pun. Dan kondisi saat ini benar-benar tidak memungkinkan. Idenville sudah hancur."
Alden bersuara, "Aku tidak tertarik." Bocah itu bertindak seperti orang dewasa.
Ezlyn menoleh pada Alden sembari melongo. Gadis itu mengelap air mata yang membasahi pipinya.
"Kenapa?" tanya Kapten Avis Biru.
"Mungkin aku memang anak yatim piatu, tapi aku punya kakak. Dia adalah sosok yang berharga bagiku. Aku tak akan pernah meninggalkannya hanya demi orang tua baru," ucap Alden penuh penekanan.
"Tapi, Kapten Avis Merah sudah menangkap kakakmu dan berniat mengeksekusi mereka semua. Kau akan menjadi anak yatim piatu dan hidup sebatang kara." Kapten Avis Biru tertawa mengejek.
Ezlyn dan Alden mengernyit mendengar itu.
Kapten Avis Biru beralih pada Ezlyn. "Bagaimana denganmu, Ezlyn? Orang tuamu sudah tidak ada. Sekarang kau hanya hidup sebatang kara. Kau anak yang cerdas dan berbakat. Kau berhak mendapatkan hidup yang lebih layak agar masa depanmu juga cerah."
Ezlyn menatap Kapten Avis Biru dengan tatapan datar. "Aku ingin menanyakan sesuatu padamu."
Kapten Avis Biru melipat kedua tangan di depan dada, siap mendengarkan.
Ezlyn membuang napas kasar. "Bagaimana bisa kau selamat zombie air, Devon?"
Alden mengernyit mendengar pertanyaan Ezlyn. Ia menoleh pada gadis itu, kemudian melirik ke arah Kapten Avis Biru.
Kapten Avis Biru tak menjawab, tetapi sesaat kemudian ia tertawa. Pria itu membuka helm-nya. Ternyata memang benar. Pria itu adalah Devon.
"Sudah aku duga. Aku tak pernah menyukaimu sejak awal," ucap Ezlyn.
"Aku juga tidak pernah menyukai gadis pembangkang sepertimu. Tapi, ada bagusnya Edgar diam-diam memberikan pistolku padamu. Sebenarnya ada alat pelacak di pistol tersebut. Itulah sebabnya aku berhasil menemukan keberadaan kalian," tutur Devon.
🍂🍂🍂
Karya asli Ucu Irna Marhamah
21.28 | 14 Februari 2019
Follow akun instagram @ucu_irna_marhamah dan @novellova
KAMU SEDANG MEMBACA
DISTRIK 05
AdventureKetika zombie menguasai wilayah tempat tinggalmu, apa yang akan kau lakukan? Kau yakin akan bertahan di dalam rumahmu? Mereka sangat peka dengan suara dan bau tubuh manusia.