🍂 Part 26 🍂

417 38 1
                                    

🍂🍂🍂 

Di ruangan lain, Alma dan Edgar sedang memindahkan cairan hitam dari ledakan tubuh si zombie ke nampan. Cairan hitam itu mirip seperti lumpur yang agak encer dan tak berbau. 

Edgar membawa kotak plastik berukuran sedang yang sudah dilubangi. Di dalamnya terdapat seekor tikus yang tak terinfeksi. 

"Dari mana kau mendapatkannya?" tanya Alma. 

"Di atap banyak. Makanya kita harus waspada apabila ada tikus. Dikhawatirkan mereka telah memakan cairan zombie," jawab Edgar sembari mengeluarkan tikus tersebut dan membiarkannya memakan cairan hitam di nampan. 

Edgar dan Alma tampak serius memerhatikan. Setelah si tikus memakan sedikit dari cairan hitam itu, Edgar segera memasukkannya kembali ke dalam kotak plastik. 

Tak ada yang terjadi dengan si tikus. Edgar dan Alma memperhatikan selama beberapa menit. Namun, si tikus terlihat baik-baik saja. 

Alma akhirnya bisa menarik kesimpulan. "Setelah 48 jam, zombie aktif akan meledak dan cairan hitam di tubuhnya tak lagi berbahaya. Cairan hitam itu seolah mati," ucapnya. 

Edgar tampak berpikir. "Kalau begitu, artinya kita tidak perlu membunuh para zombie. Kita tinggal menunggu mereka mati dengan sendirinya setelah 48 jam. Dan kita hanya perlu berdiam diri di tempat yang aman," ujarnya. 

Alma mengangguk. "Kedengarannya memang simpel, tapi bagaimana dengan para zombie pasif? Mereka manusia yang terinfeksi dan berubah menjadi zombie, tapi mereka tidak berbahaya. Apa yang harus kita lakukan agar mereka bisa sembuh? Mereka tidak akan meledak seperti zombie aktif ini, kan?" 

Edgar membuang napas kasar. "Aku tidak tahu."

Alma menatap ke luar jendela. "Edgar, apakah kau berpikir jika ini adalah tempat yang aman?" tanyanya. 

Edgar mengedikkan kepalanya. "Ya, kurasa ini tempat yang paling aman. Setidaknya tidak terlalu buruk jika di bandingkan di luar sana," jawabnya. 

Alma kembali menatap pada Edgar. "Aku rasa, kita di sini seperti sedang menunggu giliran menjadi zombie."

Edgar mencerna ucapan Alma. 

"Aku harap, Sherin baik-baik saja," kata Alma. 

Di lantai dua, Eric melihat seseorang di kejauhan yang tertangkap kamera drone yang terhubung dengan tabletnya. "Seseorang dari barat daya berjalan menuju ke super market," ucapnya pada ponsel yang panggilannya terhubung dengan para pemuda lainnya. 

Di atap, dua pemuda yang berjaga bersiaga dengan senjata mereka. 

Eric mengendalikan drone-nya agar lebih dekat pada orang misterius itu. Ia terkejut saat mengetahui siapa yang datang. "Itu Sherin."

"Sherin?" para pemuda lain terkejut. Salah satu dari mereka langsung pergi memberitahu Edgar dan Devon yang sedang istirahat karena jadwal mereka berjaga telah selesai, tinggal menunggu beberapa jam lagi untuk bergiliran. 

Tony yang mendengar kabar bahwa putrinya telah kembali pun tampak senang. Ia segera ke luar untuk menemuinya, tetapi ditahan oleh dua pemuda yang berjaga. 

"Kita tidak tahu apakah dia terinfeksi atau tidak. Kita harus memastikan jika dia tidak berbahaya," ucap salah satu pemuda. 

"Dia putriku. Aku mengenalnya dengan baik," gerutu Tony. 

Edgar dan Devon mengambil senjata mereka dan menghampiri Sherin yang berdiri di depan pintu gerbang super market. 

"Siapa namamu?" tanya Devon. Ia ingin memastikan jika Sherin tidak kehilangan kesadaran apabila benar-benar terinfeksi virus zombie. 

"Sherinne Bennington," jawab Sherin dengan tatapan kosong. 

Edgar dan Devon saling pandang. Mereka tak yakin jika Sherin baik-baik saja. Untuk menghindari risiko, akhirnya mereka memutuskan untuk mengisolasi Sherin di ruangan yang terpisah dan jauh dari yang lainnya. 

Tony tak terima dengan keputusan itu. "Bagaimana bisa kalian melakukan ini pada putriku?" gerutunya. 

"Sherin terlihat berbeda dari sebelumnya. Untuk menghindari kemungkinan terburuk, dia harus diisolasi di ruangan itu," kata Devon penuh penekanan. 

Tony terlihat kesal, tetapi ia tak bisa membantah lagi. 

Jam 9 malam. 

Di ruang isolasi, Ezlyn sedang memainkan ponsel Eric sembari tiduran. Ia tak lagi memakan popcorn karena sudah bosan. 

Terdengar suara ketukan dari ruang isolasi sebelah. Ezlyn menoleh. "Ada apa?"

"Kak Ezlyn, aku merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi," ucap bocah laki-laki yang terinfeksi, tetapi ia menjadi zombie pasif. Bola matanya yang tertutup selaput tampak bergerak-gerak. 

Ezlyn tampak berpikir. Dengan ekspresi serius, ia bertanya, "Apakah kau mau buang air besar?" 

"Tidak, bukan itu. Aku merasakan sesuatu yang berbahaya sedang mengintai," sanggah bocah yang bernama Kevin itu. 

Ezlyn mencerna ucapan Kevin. "Apakah kau merasakan kehadiran sosok yang berbahaya?" tanyanya. 

"Iya," jawab Kevin dengan suara bergetar. 

Ezlyn bangkit, lalu menggedor pintu membuat perhatian kedua pemuda teralihkan padanya. "Bocah zombie di ruang sebelah merasakan firasat buruk. Aku rasa, kita harus melakukan sesuatu," ucapnya 

"Lebih baik kalian tidur saja. Ini sudah malam," ucap salah satu pemuda. 

Ezlyn mendengus kesal. 

Kevin angkat bicara, "Tolong, kali ini saja percaya padaku. Jika waktu itu Kak Blake dan Kak Sean mendengarkanku, mereka tidak akan mati. Perasaan ini muncul saat ada zombie yang datang mendekat. Kali ini jantungku berdegup lebih keras."

Ezlyn mencerna ucapan Kevin. 

Kedua pemuda yang berjaga saling pandang. Mereka terlihat khawatir dan cemas. 

"Kami akan memberitahu Edgar dan Devon terlebih dahulu."

Di ruang isolasi yang terpisah, terlihat Sherin tengah duduk dan menatap kosong dinding di hadapannya. Terdengar ketukan jeruji pintu yang membuat perhatian gadis itu teralihkan. Rupanya Alma yang datang. 

"Sherin, aku senang melihatmu baik-baik saja," ucap Alma. 

Sherin menatap wanita yang lebih tua darinya itu dengan tatapan datar. 

"Waktu kita berbicara di telepon, kau bilang Distrik 02 menghilang. Jadi, maksudnya apa?" tanya Alma. 

Sherin tersenyum tipis. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya tersesat."

"Lalu, apa yang terjadi setelahnya? Apakah ada seseorang yang menyerangmu?" tanya Alma. 

Sherin menjelaskan, "Ya, aku diserang zombie dan aku berhasil melarikan diri. Saat dalam perjalanan kembali, mobilku mogok. Akhirnya, aku berjalan kaki untuk sampai ke mari."

Alma mencerna ucapan Sherin. "Apakah kau bertemu dengan Danny dan yang lainnya?" tanyanya penasaran. 

Sherin menggeleng. "Tidak. Sepertinya mereka memilih jalan yang berbeda."

Alma melipat kedua tangan di depan dada. "Bisakah kau membuka pakaianmu? Aku hanya ingin memastikan kalau kau tidak digigit oleh zombie."

Sherin beranjak dari tempat duduknya. "Itukah alasanmu tidak ingin masuk ke dalam sini? Kau takut aku menyerangmu secara tiba-tiba?" tanyanya sembari melepaskan satu per satu pakaiannya. 

Tak ada satu pun goresan di tubuh gadis remaja itu. Alma mengangguk percaya. 

"Jadi, apakah aku boleh keluar dari sini?" Sherin mengenakan kembali pakaiannya. 

Alma menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Tidak. Tetaplah di sini." Setelah berkata demikian, ia berlalu pergi. 

🍂🍂🍂 

Karya asli Ucu Irna Marhamah 

21.28 | 14 Februari 2019 

DISTRIK 05Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang