🍂🍂🍂
Ezlyn sedang berada di lantai dua. Ia duduk sendirian sembari menatap ke luar jendela. Sedari tadi ia memang berdiam diri di sana. Sebelumnya ada Alma yang menemani, tetapi perawat magang itu pergi untuk memeriksa kondisi orang-orang yang terkena serangan zombie dan mengobatinya.
Edgar dan Eric menaiki tangga. Kedua laki-laki itu sedang berkeliling dan melihat Ezlyn berada di sana.
"Apa yang kau lakukan di sini? Kau bisa dicurigai jika tak bergabung dengan yang lainnya," ucap Edgar. Ia masih ingat dengan perkataan Tony yang ditujukan pada Ezlyn hari ini.
Ezlyn menoleh sebentar pada Edgar. "Aku rasa, mereka tidak nyaman jika ada orang asing yang ikut berbaur," ucapnya.
"Tetap saja sendirian itu berbahaya. Eric, jaga dia. Aku harus tetap berkeliling." Edgar berlalu pergi sembari menenteng senapan yang diberikan Blake.
"Hei, Kak Edgar, setidaknya berikan aku senjata," gerutu Eric sembari menatap tongkat bisbol di tangannya.
"Kau masih di bawah umur, tidak boleh memegang senjata," sahut Edgar yang tak menghentikan langkahnya sama sekali.
Eric menoleh ke arah Ezlyn yang sedang melihat ke jendela. "Hai, apa kau tidak keberatan aku berada di sini?" tanyanya canggung.
"Ya, tetaplah di sana," sahut Ezlyn acuh tak acuh.
Eric mengangguk. Keduanya berdiri bersebelahan dengan jarak dua meter dan sama-sama menghadap ke jendela.
Empat hari kemudian.
Eric dan Ezlyn sedang berada di lantai dua, mereka berdiri di depan jendela yang sama seperti hari-hari sebelumnya.
Pintu jendela dibuka. Eric menyiapkan drone yang sudah dipasangi kamera, kemudian diterbangkan mengelilingi area super market untuk memastikan tak ada zombie di sekitar sana.
Dari kamera yang terhubung ke tablet yang dipegang Ezlyn, mereka berdua melihat kawanan zombie dewasa yang berjalan menuju ke super market.
Ezlyn mendekatkan ponsel ke mulutnya, kemudian bersuara, "Delapan zombie dewasa sedang berjalan menuju ke super market."
James dan Devon bersiaga di rooftop dengan senapan mereka. Saat kepala zombie terlihat di kejauhan, mereka segera melepaskan tembakan. Satu per satu dari zombie itu pun tumbang.
Sementara di depan gudang persediaan makanan, Sean dan Edgar sedang berjaga.
Orang-orang yang diisolasi karena terkena gigitan tampak baik-baik saja. Mereka tidak terlihat berbahaya sama sekali meski wujud mereka sekarang benar-benar seperti zombie.
"Kak Edgar, aku benar-benar ingin buang air kecil," kata salah seorang anak yang diisolasi.
Edgar membuang napas kasar. "Kau laki-laki. Kau bisa kencing pada ember yang tersedia," ucapnya.
Anak laki-laki itu melihat ke ember yang sudah penuh oleh air seni. "Jangan salahkan aku jika ruangan ini dibanjiri air kencingku. Dan makanan-makanan ini akan terkontaminasi."
Edgar pun mengalah. Ia membawa ember baru, lalu membuka kunci untuk membuka pintu, dan meletakkan ember tersebut ke depan si bocah zombie pasif.
Edgar mengambil ember yang sudah penuh, lalu kembali mengunci ruangan tersebut.
Alma datang ke ruangan itu dengan membawa makanan yang sudah dimasak, tinggal makan. "Apakah mereka masih mengeluarkan urin dan tinja yang normal seperti manusia?" tanyanya sembari melihat ember yang dibawa Edgar.
"Ya, mereka seperti manusia pada umumnya. Hanya saja, fisik mereka yang berubah. Begitu pula dengan cairan hitam yang masih menetes dari tubuh mereka," jawab Edgar.
"Berikan kuncinya." Alma mengulurkan tangan.
"Kau mau apa? Ini berbahaya," larang Sean.
"Jika mereka masih mengonsumsi makanan yang dikonsumsi manusia, mengeluarkan keringat, urin, dan tinja seperti manusia, artinya mereka manusia. Mereka tidak terkena virus zombie. Fisik mereka saja yang berubah," jelas Alma.
Edgar dan Sean saling pandang. Namun, akhirnya Edgar memberikan kuncinya pada Alma.
"Hati-hati dengan cairan hitamnya," ucap Sean memberikan peringatan.
Dengan tangannya sendiri, Alma memberikan makanan-makanan itu pada orang-orang yang diisolasi satu per satu. Bahkan, ia sempat-sempatnya memeriksa kondisi kesehatan mereka menggunakan alat-alat yang dibawanya dari rumah sakit waktu itu __mengobati Harsa dan Amber.
Setelah memberikan makanan dan memeriksa mereka, Alma ke luar dari ruangan. "Detak jantung mereka tak beraturan. Aku rasa, itu adalah pengaruh dari cairan hitam yang memasuki tubuh mereka," ucapnya.
"Setidaknya mereka masih sadar dan mengenali diri mereka sendiri," ujar Sean.
"Ya, kau benar." Alma mengangguk. Ia teringat akan sesuatu. "Nyonya Harsa yang memasak hari ini. Setelah jadwal penjagaan kalian selesai, makanlah. Mulai sekarang, Nyonya Harsa yang akan mengatur persediaan makanan agar tak cepat habis. Kita tidak pernah tahu sampai kapan situasi ini terus berlangsung."
Setelah selesai mengawasi sekitar, Eric menarik kembali drone-nya. "Bukankah menyenangkan menjadi pengawas? Kita menjadi mata bagi semua orang di sini," ucapnya pada Ezlyn.
"Hmm," hanya itu yang ke luar dari mulut Ezlyn.
Eric memberikan sebungkus cokelat pada Ezlyn. "Kau mau?"
Tampaknya kedua remaja itu menjadi dekat satu sama lain setelah beberapa hari bekerja sama untuk membantu orang-orang dewasa. Terlebih lagi, umur mereka tak jauh berbeda.
Sesaat Ezlyn menatap cokelat tersebut, lalu menerimanya. "Di Distrik 07, cokelat dianggap sebagai ungkapan rasa cinta jika kau memberikannya pada lawan jenis," ucapnya.
"Huh?" Eric melongo dengan mulut penuh cokelat. "Kau tidak berpikir kalau aku menyukaimu, kan?"
"Tidak," sahut Ezlyn sembari memakan cokelat tersebut.
Harsa menghampiri kedua remaja itu sembari membawa nampan berisi makanan. "Kalian sibuk mengawasi sekitar. Makanlah sesuatu agar tidak sakit," ucapnya.
"Terima kasih, Nyonya Harsa," ucap keduanya bersamaan.
Harsa mengangguk, kemudian berlalu pergi.
Orang-orang sedang berada di ruang utama. TV dibiarkan terus menyala untuk mengetahui tentang kabar terbaru mengenai virus zombie ini dan langkah pemerintah dalam mengatasinya.
Danny yang sedang makan kentang rebus tampak serius menatap ke layar TV.
"... kini, Distrik 09 dan 10 sudah dinyatakan sebagai wilayah dengan zona hitam," ucap pembawa berita.
Semua orang pun semakin panik mendengar berita tersebut. Mereka serentak menelepon 911. Meski dari hari-hari sebelumnya 911 tidak menanggapi panggilan mereka, tetapi mereka berharap sekarang 911 akan mengangkat panggilan.
"Mungkin 911 mendapatkan panggilan dari banyak orang sehingga mereka kebingungan, bahkan untuk mengangkatnya sekali pun. Makanya, yang menelepon satu orang saja!" gerutu salah seorang warga.
"Benar. Jangan semua orang yang menelepon. Biarkan seseorang yang menelepon!" sahut yang lainnya.
Akhirnya, diputuskan Sherin yang menelepon. Namun, panggilannya tetap tak diangkat.
"Ada apa ini? Kenapa panggilan tak bisa terhubung?!"
"Sial, aku tidak mau mati di sini. Distrik 05 sudah dianggap menjadi zona hitam. Orang-orang akan berpikir kalau di sini tidak ada orang."
"Tenangkan diri kalian. Kita aman di dalam sini. Kita akan baik-baik saja."
🍂🍂🍂
Karya asli Ucu Irna Marhamah
21.28 | 14 Februari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
DISTRIK 05
AdventureKetika zombie menguasai wilayah tempat tinggalmu, apa yang akan kau lakukan? Kau yakin akan bertahan di dalam rumahmu? Mereka sangat peka dengan suara dan bau tubuh manusia.