🍂🍂🍂
Dari dalam air, Kevin melihat bayangan seseorang di tepi sungai. Ia pun bergegas berenang ke tepian. Namun, ternyata itu hanyalah boneka orang-orangan sawah yang sudah rusak. Ketika ia akan kembali ke dalam air, sebuah tangan mencengkram bagian belakang kaosnya.
Kevin berbalik. Moncong senapan menodong ke dahinya.
Ezlyn yang menggunakan teropong panik saat melihat Kevin di kejauhan telah tertangkap oleh seorang anggota pasukan Avis. "Tidak," gumamnya yang terlihat panik.
Devon telah tiba. Ia berniat menyerang anggota pasukan Avis __yang menangkap Kevin__ dari belakang, tetapi terlambat. Orang itu telah menarik pelatuk dan meledakkan bocah zombie pasif itu. Cairan kental berwarna merah dan bercampur dengan cairan hitam terciprat ke mana-mana.
Devon terpental dengan cipratan darah dan cairan hitam Kevin menodai tubuhnya.
"Kevin." Tangan Ezlyn gemetar melihat itu. Ia menjatuhkan teropongnya. Ketika ia berniat berlari ke tempat kejadian, Eric memeluknya dari belakang bermaksud menghentikan niatnya.
"Mereka akan membunuh kita saat mengetahui kalau kita melihat apa yang mereka lakukan," ucap Eric.
Ezlyn menangis histeris. Ia meronta-ronta dalam pelukan Eric.
Anggota pasukan Avis yang barusan menembak Kevin terkejut melihat ada orang lain di sana, yaitu Devon.
Tanpa basa-basi, Devon menyerang pria itu. Terjadilah perkelahian di antara keduanya.
Namun, sebuah mobil muncul dan menabrak anggota Avis hingga terpental dan jatuh ke sungai. Rupanya itu adalah Max. Ezlyn dan Eric sudah berada di kursi belakang.
Max membukakan pintu dan menarik lengan Devon agar segera masuk ke dalam.
Tampaknya pasukan Avis menyadari kehadiran orang lain di tempat itu karena mendengar suara keributan di tepi sungai. Mereka pun melesatkan tembakan beruntun untuk meledakkan mobil yang dikendarai Max.
Max nekat melewati perbatasan sembari mempercepat laju mobilnya dengan zig-zag untuk menghindari tembakan.
Peluru yang mengenai tanah meledak seketika. Mereka berempat merasakan guncangan pada mobil.
Setelah perjuangan itu, akhirnya mobil mereka pun berhasil melewati perbatasan tanpa ada yang terluka.
Bermil-mil menempuh perjalanan, Max berhenti di sebuah pom bensin mini untuk mengisi bahan bakar.
Devon membuang napas kasar. Ia menoleh pada Ezlyn yang terdiam menatap ke luar jendela. "Maafkan aku karena tak berhasil menyelamatkan Kevin," ucapnya.
Ezlyn menoleh pada Devon. "Kau sudah berusaha. Terima kasih."
Max kembali masuk ke dalam mobil. Ponselnya bergetar. Ada panggilan yang masuk dari Edgar. Ia pun mengangkatnya dan meletakkannya ke dashboard.
"Kalian di mana?" tanya Edgar dari seberang sana. "Kenapa kalian memutar balik?"
"Sekarang kami berada di Distrik 04. Sebentar lagi sampai di perbatasan menuju ke Distrik 02," jawab Max sembari melajukan mobilnya.
"Kami berada tak jauh dari perbatasan antara Distrik 03 dan Distrik 02. Ada pasukan Avis yang berjaga di perbatasan," jelas Edgar.
"Jangan menemui mereka," larang Max.
"Kami memang tidak memiliki niatan untuk menemui mereka. Kami bersembunyi di toko bunga," ujar Edgar.
Max bersuara, "Kau tahu kenapa kami memutar balik? Pasukan Avis telah membantai semua zombie pasif, bahkan zombie pasif yang masih anak-anak sekali pun."
"Apa?!" Edgar terkejut mendengar perkataan Max.
"Zombie pasif yang ditembak dan diledakkan memiliki darah yang bercampur dengan cairan hitam. Bukankah itu artinya mereka membunuh manusia? Sejatinya zombie pasif masih manusia karena memiliki darah," tutur Max.
Ezlyn meneteskan air mata mendengar ucapan Max. Lagi-lagi ia kembali teringat dengan apa yang terjadi pada Kevin. Itu membuatnya syok.
"Benar-benar tak bisa dipercaya. Sepertinya mereka memang berniat memusnahkan semua zombie tanpa tersisa, bukan mengobati mereka dan membuat mereka kembali menjadi manusia normal," gumam Edgar.
"Tidak," sanggah Max. "Ada banyak zombie yang berkeliaran di dekat perbatasan yang kami lewati tadi. Bahkan, pasukan Avis melihatnya juga. Namun, para pasukan Avis tidak melakukan apa pun selain berdiri dan mengawasi sekitar seolah mereka tak peduli dengan para zombie itu. Aku benar-benar tidak mengerti dengan tujuan mereka sebenarnya," sambungnya.
Devon menimbrung, "Sepertinya mereka hanya menembak zombie yang menyerang mereka. Tapi yang pasti, mereka membunuh para zombie pasif tanpa tersisa."
"Berarti ucapan pria misterius yang menelepon itu benar adanya," gumam Edgar. "Kita tidak bisa mempercayai Avis."
Dua jam kemudian, mobil Max berhenti di belakang toko bunga. Alma membukakan pintu agar mereka segera masuk. Setelah mereka masuk, Alma mengunci pintu dan mematikan semua lampu di ruangan agar tak ada pasukan Avis yang mengetahui keberadaan mereka di sana.
Di bagian tengah ruangan, lampu dibiarkan menyala dan orang-orang berkumpul di sana.
Sementara itu, Alden tengah beristirahat di ruangan lain. Edgar menemaninya.
"Maafkan aku, Alden. Aku benar-benar kakak yang payah," ucap Edgar pelan. "Jika situasi kembali aman seperti semula, aku berjanji akan mengabiskan lebih banyak waktu bersamamu."
Alma memasuki ruangan untuk memeriksa kondisi Alden. "Kau belum makan dari tadi. Nyonya Harsa sedang membuat makanan di dapur. Pergilah dan makanlah," ucapnya tanpa mengalihkan pandangan dari tugasnya.
"Alma, terima kasih banyak untuk segalanya," ucap Edgar.
Alma menoleh pada Edgar untuk sesaat. "Ini tanggung jawabku," ujarnya.
Edgar menatap Alma yang sibuk dengan tugasnya.
Merasa diperhatikan, Alma menoleh pada Edgar. Keduanya saling menatap untuk sesaat. Wajah Alma memerah, tetapi tak terlalu jelas terlihat karena ruangan yang temaram.
"Baiklah, aku akan pergi untuk makan." Edgar beranjak dari tempat duduknya dan berlalu pergi. "Aku titipkan Alden sebentar padamu."
Alma mendengus pelan. Namun, ia pun duduk di kursi.
Di ruangan tengah, Ezlyn dan Eric sedang menonton film di laptop. Mereka berbagi earphone. Keduanya menutup rapat mulut seperti sedang menahan sesuatu. Di meja ada dua gelas perasan jeruk nipis.
Max berjalan melewati meja mereka dengan membawa keripik kentang di tangannya. Langkahnya terhenti memperhatikan kedua remaja itu. Karena penasaran, Max mengendap dan mengintip dari belakang sofa.
Rupanya, Ezlyn dan Eric sedang menonton film komedi.
Saat ada adegan lucu, Eric tertawa. Ia mengambil gelas berisi perasan jeruk nipis, lalu meneguknya.
Ternyata, kedua remaja itu sedang melakukan permainan di mana mereka harus menahan tawa. Jika tertawa, maka harus meminum perasan air jeruk nipis.
Ada lagi adegan lucu. Kali ini, Ezlyn yang tertawa. Tidak hanya Ezlyn, Max juga tertawa. Eric dan Ezlyn menoleh ke belakang dan baru menyadari jika Max juga ikut menonton.
Ezlyn mengambil gelas perasan jeruk nipis, lalu memberikannya ada Max. "Kau juga harus minum."
Max tertawa, lalu meminumnya.
"Hei, kau juga. Jangan curang." Eric menyodorkan buah lemon utuh pada Ezlyn.
"Ah, kupikir perhatianmu teralihkan pada Max." Ezlyn membelah lemon tersebut dan memakan sedikit.
Akhirnya kini mereka bertiga yang menonton. Max duduk di tengah.
Harsa meletakkan toples berisi cabe kering. "Mungkin, ini membantu."
"Aaaa, tidaaak!!!"
🍂🍂🍂
Karya asli Ucu Irna Marhamah
21.28 | 14 Februari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
DISTRIK 05
AdventureKetika zombie menguasai wilayah tempat tinggalmu, apa yang akan kau lakukan? Kau yakin akan bertahan di dalam rumahmu? Mereka sangat peka dengan suara dan bau tubuh manusia.