🍂 Part 35 🍂

201 28 0
                                    

🍂🍂🍂 

Alden telah dipindahkan ke ruangan lain agar bisa beristirahat dengan tenang. Namun, anak laki-laki itu tidak bisa tidur. Ada Alma yang menemani. Edgar menitipkan adik kesayangannya itu pada Alma karena ia sendiri tak bisa selalu berada di sisi Alden. Edgar harus berjaga demi keselamatan semua orang. 

"Alden, sepertinya kau sudah mengantuk. Tidurlah, aku akan menemanimu di sini," ucap Alma sembari mengusap lembut rambut anak laki-laki itu yang kini tak lagi memakai berangus. 

"Aku tidak mau tidur," sahut Alden. 

"Kenapa?" tanya Alma. 

"Nanti saat aku bangun, bagaimana jika aku berubah menjadi zombie?" ucap Alden yang terlihat khawatir. 

Alma yakin jika Alden salah satu dari kebanyakan orang yang tak terinfeksi virus zombie, sama halnya dengan Ezlyn meski Alma belum tahu pasti apa penyebabnya. 

"Kau tidak akan berubah menjadi zombie. Itu karena kau anak yang baik," ucap Alma. 

Alden tampak berpikir. "Begitukah?"

"Iya." Alma tersenyum gemas melihat kepolosan Alden. 

Terdengar suara ketukan pada pintu. Alma membukanya, ternyata Devon yang datang. 

"Ini jadwalku istirahat," ucap Devon. 

"Aku akan mengambilkan makanan untukmu. Tolong jaga Alden sebentar, ya," kata Alma, kemudian berlalu pergi. 

Devon memasuki ruangan, kemudian duduk di kursi tempat di mana Alma tadi duduk. "Bagaimana kondisimu? Kau merasa lebih baik?" tanyanya pada Alden. 

Alden hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. 

"Kau pasti anak yang cerdas di sekolah. Iya, kan?" tebak Devon. "Berapa peringkatmu di kelas?"

"Aku peringkat pertama," jawab Alden. 

"Ya, sudah aku duga. Kau memang anak yang cerdas. Kau berhak hidup lebih lama. Jadi, jaga diri dengan baik, ya," ucap Devon. 

Harsa mengetuk pintu yang sedikit terbuka. Ia membawa nampan berisi makanan. 

"Alma akan membawakan makanan ini untukmu, Devon. Tetapi, dia sedang mengobati anak yang terluka karena jatuh dan berdarah," ucap Harsa sembari meletakkan nampan tersebut ke meja. 

"Terima kasih, Nyonya Harsa." Devon mengambil botol air mineral, lalu membukanya dan meneguknya hingga tersisa setengah. 

"Ini bubur instan untukmu, Alden. Aku akan menyuapimu," ucap Harsa sembari mengaduk bubur instan dalam cup. 

Sementara itu, Edgar sedang berjaga di lantai satu, Max di atap, dan di lantai dua ada Eric bersama Ezlyn. 

Ponsel Edgar bergetar menandakan ada panggilan yang masuk. Ternyata itu adalah panggilan dari Danny. Ia pun segera mengangkatnya. 

"Bagaimana kondisimu? Kau di mana?" Kedua pria itu menanyakan kalimat yang sama dan berbarengan.

Keduanya pun tertawa karena kekonyolan itu. Edgar dan Danny adalah teman dan juga rekan kerja. Mereka berdua sama-sama kurir pengantar makanan di sebuah restoran. 

Edgar bersuara, "Aku tidak sempat menghubungi kalian (Danny, James, dan kawan-kawan) karena kami di sini sedang dalam masalah. Zombie air muncul dan menghancurkan pipa air. Korban berjatuhan lebih banyak. Dan saat ini kami pergi meninggalkan super market yang dirasa sudah tak aman lagi." 

Terdengar suara helaan napas Danny. "Aku mengerti," ucapnya. "Kau sekarang di mana?" 

"Kami sedang berada di kantor polisi," jawab Edgar. 

Danny bersuara, "Pasukan penyelamat akan segera datang ke sana. Jadi, tunggulah. Pastikan kalian berada di tempat yang aman."

"Pasukan penyelamat?" Edgar mengernyit. 

"Ya, mereka menyebut diri mereka sebagai pasukan khusus yang bernama pasukan Avis," jawab Danny. 

Edgar tampak berpikir. 

"Saat kami mencari Sherin, kami terjebak di antara para zombie sehingga memutuskan untuk berlindung di salah satu rumah. Pasukan Avis menemukan kami dan membawa kami ke markas Avis di wilayah perbatasan," jelas Danny. 

"Baiklah, aku akan mengabari semua orang tentang kabar baik ini. Mereka pasti senang karena akhirnya tim penyelamat datang," kata Edgar. 

"Kami menunggu di sini," tutur Danny. 

Setelah berbincang-bincang, panggilan pun berakhir. 

Edgar mengumpulkan semua orang di ruang komunikasi untuk memberitahu mereka tentang pasukan Avis yang akan datang menyelamatkan mereka. Seperti dugaan Edgar, kabar baik itu membuat mereka senang. 

"Syukurlah, penantian kita selama ini ternyata tak sia-sia." Harsa menghela napas lega. 

Anak-anak juga terlihat senang. Meski mereka sudah tak memiliki siapa pun lagi, setidaknya mereka akan hidup tenang setelah ini. 

Keputusasaan yang sebelumnya menghampiri, kini telah sirna. Terutama bagi para zombie pasif yang ingin segera mendapatkan pertolongan agar mereka bisa kembali menjadi manusia normal. 

"Akhirnya, mimpi buruk ini berakhir," ucap Alma. Ia tak kuasa menahan air mata bahagianya. 

Di saat semua orang terlihat senang, Ezlyn tampak sedih. Saat ia kembali ke kehidupan normalnya nanti, tak ada siapa-siapa lagi di sisinya. Namun, pada akhirnya gadis itu pun tersenyum karena melihat orang-orang yang senang dengan kabar tersebut. 

Telepon di dalam ruangan berdering membuat perhatian semua orang terpusat pada telepon tersebut. 

Edgar mengangkat telepon. "Halo?"

"Syukurlah terhubung," suara pria dari seberang sana. 

Edgar mengernyit. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya. 

"Sebaiknya kalian segera pergi dari Distrik 05," ucap pria misterius itu. 

Edgar terdiam sesaat, tetapi kemudian ia berkata, "Tim penyelamat akan segera datang. Kami akan baik-baik saja. Dan Anda siapa? Apakah Anda membutuhkan pertolongan?"

"Jangan percaya Avis," ucap si pria misterius dengan penuh penekanan. 

Edgar mencerna ucapan orang di seberang sana. 

"Penghancuran Distrik 05 akan segera dilakukan. Datanglah ke mari, ke Distrik 01. Di sini aman," ucap pria itu kemudian. 

Edgar kembali bertanya, "Tapi, katakan padaku, kau ini siapa? Bagaimana bisa kau mengetahui kami di Distrik 05? Dan bagaimana bisa kau mengetahui kami di kantor polisi? (karena si pria misterius menelepon polisi)."

"Dengar, percayalah padaku. Semua ini sudah direncanakan. Jika kalian tidak segera pergi dari sana, kalian akan mati seperti para zombie itu," tutur si pria misterius. 

Edgar memijit pelipisnya karena merasa bimbang. Ia tidak tahu harus mempercayai siapa, pasukan Avis atau si pria misterius. 

Pria di seberang sana kembali bersuara, "Jika pemerintah peduli, kenapa mereka selama ini diam saja? Kenapa mereka tak melakukan tindakan apa pun? Kenapa organisasi dunia tak membantu Idenville dan wilayah sekitarnya yang terpapar virus zombie?"

Edgar juga pernah berpikir ke situ. Namun, saat ini ia terlalu senang ketika mendengar tim penyelamat akan datang menolong. Setidaknya mimpi buruk ini akan berakhir. 

Namun, setelah pria misterius mengatakan itu, ia kembali berpikir jika pendapatnya tentang pemerintah memang benar adanya. 

"Datanglah ke Distrik 01. Aku akan menjelaskan segalanya," berakhirnya kalimat itu, telepon pun terputus. 

"Ada apa? Siapa yang menelepon?" tanya Devon. "Apakah ada seseorang di luar sana yang membutuhkan bantuan?"

Edgar membuang napas kasar. "Sepertinya semua ini belum selesai sampai di sini," ucapnya. 

🍂🍂🍂 

Karya asli Ucu Irna Marhamah 

21.28 | 14 Februari 2019 

DISTRIK 05Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang