***
"Sekitar dua tahun setelah kau pergi, mereka menikah. Setelah itu mereka sama-sama pergi ke Inggris," cerita Dahee, setelah lama mereka berbasa-basi. Jiyong merasa sesak sekarang, ia tidak pernah menyangka kalau dua sahabatnya itu akan menikah. Perasaan dikhianati menyelimutinya, namun tidak berani ia ungkapkan rasa itu di depan Dahee. Ia sudah pergi terlalu lama. "Padahal aku kira, kalian yang akan menikah. Tapi takdir benar-benar lucu, iya kan? Akhirnya Lisa justru menikah dengan Toil," senyum Dahee kemudian.
"Aku menikah dengan Lisa? Kenapa noona berfikir begitu? Ada-ada saja," dengan canggung, sangat canggung Jiyong berkata begitu. Tapi wanita di depannya itu tetap tersenyum, tetap memandanginya seolah tahu kalau Jiyong sedang berbohong sekarang. "Jadi sekarang Toil sudah bekerja di kantor ayahnya? Dia benar-benar jadi pengacara hebat seperti keinginannya?" tanya Jiyong kemudian, sengaja bertanya untuk menutupi rasa canggungnya.
"Tidak, Lisa yang jadi pengacara," geleng Dahee. "Mereka pergi ke Inggris untuk sekolah hukum di sana, Toil masuk dan lulus lebih dulu, dia magang di Inggris sambil menunggu Lisa lulus. Tapi entah karena apa, dia tidak mau bekerja di sini. Lucunya, Lisa gagal masuk sekolah fashion, lalu orangtuanya meninggal, dia gagal lagi masuk sekolah fashion, tapi setelah menikah, dia langsung diterima di sekolah hukum, Oxford. Baru sekitar empat tahun terakhir ini mereka kembali ke sini. Orangtuamu pasti tahu tentang pernikahan itu, mereka tidak memberitahumu?"
"Aku tidak menghubungi mereka lagi," pelan Jiyong sembari menyesap kopinya.
Dahee melirik koper Jiyong sekarang. Sadar akan sesuatu yang janggal di sana. Kalau Jiyong memang berencana kembali, pria itu tidak akan menarik kopernya ke sana. Koper Jiyong pasti sudah ditinggal di rumah. Sama seperti Jiyong, Dahee juga menyesap kopinya. Sekarang rasa penasaran berkembang pesat dalam kepala wanita itu, namun tidak berani ia lontarkan pertanyaannya. Kwon Jiyong tidak akan pergi dari rumah sampai memutus hubungan dengan orangtuanya hanya karena masalah sepele. Kalau Ahn Toil, mungkin dia akan melakukannya.
"Kenapa?" Jiyong bertanya, menanggapi tatapan menyelidik yang Dahee lemparkan padanya. Menanggapi rasa penasaran yang tergambar jelas di seluruh gerak-gerik wanita itu. "Noona penasaran kenapa aku pergi dan kembali lagi sekarang?"
"Hm... Aku sangat penasaran. Tapi kau tidak perlu memberitahuku, kalau tidak ingin membicarakannya."
"Beberapa minggu lagi Bellis Fashion Week, aku akan mengirim undangannya untukmu noona," Jiyong hanya memberitahu wanita di depannya tentang alasan ia datang. "Tapi jangan beritahu Toil dan Lisa kalau aku ke sini," susulnya, masih dengan senyumannya yang kelihatan canggung, juga sedih.
Mereka banyak mengobrol, tapi Dahee tidak lagi menanyakan alasan Jiyong pergi bertahun-tahun lalu. Melihatnya kembali dalam keadaan utuh saja sudah cukup menyenangkan baginya. Lantas, begitu hari mulai gelap, Jiyong meninggalkan kedai kopi itu. Kembali menarik kopernya lalu pergi dengan taksi yang kebetulan lewat di depannya.
Tanpa tempat tujuan, Jiyong akhirnya pergi ke hotel. Ia pesan sebuah kamar di hotel, di pusat kota. Cukup jauh dari lingkungan sekolahnya dulu. Berharap dengan ia tinggal di sana, pria itu tidak akan bertemu seorang yang mengenalnya.
Sepanjang malam, begitu tubuhnya berbaring di ranjang, bayang-bayang akan gadis itu kembali muncul dalam benaknya. Lisa sudah menikah sekarang— Jiyong terus mengingatnya, kata-kata yang Dahee ucapkan tadi. Rasanya kini hatinya hancur. Ia sesali keputusannya untuk datang ke Bellis lebih awal. Ia sesali juga keputusannya untuk pergi dari rumah beberapa tahun lalu.
"Kalau aku tidak meninggalkannya, apa yang akan terjadi pada kami sekarang?" Jiyong bertanya-tanya di sepanjang malamnya.
Memikirkan Lisa membuatnya kembali masa itu. Saat itu adalah hari-hari terakhir menjelang kelulusan. Seperti biasanya, ia, Lisa juga Toil belajar bersama di rumahnya. Ibunya menyewa seorang guru privat matematika untuk mereka bertiga. Setiap Rabu dan Jumat, mereka akan berkumpul di rumahnya, belajar matematika dengan seorang dosen dari Universitas Bellis. Guru privat itu sudah cukup tua, punya dua orang anak yang saat itu sudah duduk di sekolah dasar. Wanita itu baik, Jiyong suka belajar darinya. Tapi Lisa tidak menyukainya. Pada dasarnya, Lisa memang tidak suka semua guru privat mereka. Lisa tidak suka belajar sepulang sekolah.
Ia dan Toil tengah mengerjakan soal matematika waktu itu. Sedang Lisa yang duduk di sudut meja, sibuk menggambari lembar soalnya. Sang guru menegurnya, menyuruh Lisa untuk mengerjakan juga soal matematikanya. "Ajari mereka berdua saja, Miss," balas Lisa setelah ditegur. "Anggap saja aku tidak terlihat di sini, aku tidak akan berisik," katanya, tetap menolak disuruh belajar.
"Kalau kau tidak mau belajar, kenapa kau datang ke sini?" guru itu bertanya, mungkin risih karena melihat seorang murid yang terang-terangan menolak pelajarannya.
"Setia kawan," lagi-lagi Lisa menjawabnya dengan sangat santai. "Temanku yang itu ingin jadi pengacara, dia harus belajar. Lalu yang satunya, dia akan dimarahi kalau tidak belajar. Aku hanya menemani mereka, memastikan mereka benar-benar belajar," susulnya kemudian.
"Kau tidak ingin jadi sesuatu?"
"Designer," kata Lisa. "Nilaiku sekarang sudah cukup untuk masuk sekolah fashion, di Bellis saja, bukan ke luar negeri. Universitas mana pun terserah. Aku tidak mau pergi keluar negeri, orangtuaku akan sendirian kalau aku ke sana. Lalu kalau gagal jadi designer, aku sudah punya plan B," susulnya.
"Apa plan B-nya?"
"Menikahi salah satu dari mereka. Siapa pun tidak masalah, aku sudah mengenal mereka luar dalam," santainya, kali ini sembari menunjuk-nunjuk dua temannya dengan pensil.
Dalam balutan seragam sekolahnya, Lisa bisa dengan santai membicarakan pernikahan. Saat itu Jiyong pikir Lisa akan memilihnya. Sebab Toil menolak menikahinya. "Aku tidak mau menikah denganmu, aku belajar sangat keras agar bisa keluar dari sini dan bertemu gadis lain selain dirimu," kata Toil saat itu.
Lalu dengan santainya, Lisa berkata, "kalau begitu aku akan menikahi Jiyong," ucapnya. Jiyong ingat betul kalau hari itu, adalah kali pertama jantungnya berdebar luar biasa keras. Pipinya terasa panas, lalu Toil terbahak-bahak, menertawakan wajahnya yang memerah karena ucapan Lisa.
Lisa yang awalnya berkata tidak ingin mengganggu pelajaran, justru membuat Jiyong berhenti belajar. Ia pergi, meninggalkan mejanya karena terlalu malu. Toil terus menertawakannya saat itu, terus mengejeknya sampai hari kelulusan pun datang. "Kwon Ji, kau menyukai Lisa, ya? Mengaku saja! Kau menyukai Lisa, iya kan?!" Toil benar-benar tidak bisa menjaga mulutnya. Meski tidak bermaksud membuat rumor, tapi bertanya begitu di sekolah lalu menertawakannya, tentu membuat siswa-siswa lain ikut mempercayainya.
Meski merasa sedikit malu, Jiyong menyukainya saat itu. Jiyong benar-benar menyukai teman kecilnya itu. Tapi sekarang, teman kecilnya itu telah memilih pria lain. "Aku tahu ini akan terjadi, tapi kenapa rasanya masih menyebalkan?" kwon Jiyong menggumam pelan, masih sembari menatap langit-langit kamar hotelnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Eurydice
FanfictionOrpheus memainkan musiknya di depan Eurydice, membalut sang dewi dalam alunan cinta yang manis. Eurydice mencintai Orpheus karenanya. Mereka jatuh cinta, tenggelam dalam musik paling lembut dan pelukan yang paling nyaman. Begitu bahagia hingga Dewi...