***
Toil terbangun saat Lisa dan Jiyong kembali ke ruang rawatnya. Di atas meja, handphone Jiyong diletakkan. Ibunya yang meninggalkan handphone itu di sana, sebab Jiyong menjatuhkannya di mobil kemarin.
"Ibumu bilang, dia membawa barang-barangmu ke rumah," kata Toil, sembari mengganti posisinya. Bergerak duduk dan mencari posisi yang nyaman di ranjangnya. "Kalian pulang lah, aku bisa di sini sendirian, aku tidak akan bisa tidur kalau kalian tetap di sini," pintanya kemudian.
"Jiyong saja yang pulang," suruh Lisa, mengatakan kalau pria itu pasti lelah setelah penerbangannya.
"Kau sudah berhari-hari tinggal di sini, kau tidak bosan? Pulang lah," heran Toil, dan Lisa menggelengkan kepalanya untuk menolak perintah itu.
"Aku juga akan tetap di sini," kata Jiyong, bergabung dengan Lisa di sofa, duduk berdua sembari menatap Toil yang tetap di ranjang.
"Kekasihku akan kesini," ucap Toil kemudian.
Sekarang Jiyong membulatkan matanya. Menatap marah pada Toil, namun pria itu tidak menanggapinya. Sedang Lisa justru mengangguk. "Aku akan keluar kalau dia sudah datang," santai Lisa.
"Ya! Meski kalian menikah-"
"Beberapa syarat yang aku bicarakan tadi, ini salah satunya. Kami sama-sama bisa berkencan, asal orangtuanya tidak tahu," potong Lisa, menahan omelan Jiyong.
"Dengar kan? Aku sudah pernah bilang kau juga bisa mengencani Lisa, kalau dia mau," ledek Toil, tapi Lisa mengerutkan wajahnya. Ia tunjuk Jiyong dengan tangannya, lalu cemberut. Mengatakan kalau Jiyong bukan lagi seleranya. Mengaku kalau ia bisa mengencani pria lain yang lebih maskulin daripada Jiyong. "Seperti Choi Seunghyun? Tidak boleh pria itu, dia playboy, kau yang bilang dia menggoda Jennie," geleng Toil.
Meski sudah mendengarnya, Jiyong tetap tidak setuju. Melihat Lisa menangisi Toil, ia tahu gadis itu amat menyayangi suaminya. Mereka sudah bertahun-tahun menikah, Jiyong pikir Lisa pasti punya perasaan pada Toil. Hanya saja, pria itu terlalu berengsek untuk menyadarinya.
"Jangan suruh selingkuhanmu ke sini, atau aku adukan kau pada ayahmu," ancam Jiyong, membuat Lisa juga Toil membulatkan mata mereka. Lisa bertanya alasan Jiyong melarangnya, sebab gadis itu merasa tidak keberatan. Lisa tidak pernah peduli dengan gadis-gadis yang Toil kencani, justru gadis-gadis itu yang biasa terganggu dengan fakta kalau Toil tinggal bersamanya.
Lama mereka berdebat, hanya perkara kekasih Toil akan datang. Sampai akhirnya pintu di ketuk, lalu seorang gadis masuk dengan tas jinjing kertas di tangannya. "Akhiri hubunganmu dengannya, dia sudah menikah," kata Jiyong, pada gadis yang baru saja masuk itu.
"Ya?" bingung gadis itu, sedang Toil menghela nafasnya dan Lisa bangkit dari duduknya.
Lisa tepuk kepala Jiyong, cukup keras sampai Jiyong perlu mengusap kepalanya. Mengurangi rasa sakit disana. "Dia penyidik di kantorku, bukan pacarnya Toil," kata Lisa, buru-buru menghampiri Jennie yang pagi tadi ia minta datang.
"Toil sudah menikah?" bingung Jennie.
"Tidak, dia hanya membual," geleng Lisa. "Kalau dia sudah menikah, istrinya yang pasti ada di sini. Bukan aku," susulnya. "Augh! Lelah sekali jadi baby sitter orang kurang ajar itu," katanya berpura-pura mengeluh, lantas membawa Jennie keluar dari sana.
Lisa menelepon Jennie tadi pagi. Meminta gadis itu untuk datang mengantarkan pakaian serta pekerjaannya yang terbengkalai beberapa hari di kantor. Sedang di dalam, Jiyong menatap heran pada Toil. Benar-benar bingung dengan hubungan dua orang teman lamanya itu.
"Aku terkenal sekarang," kata Toil, setelah Lisa dan Jennie pergi meninggalkan ruang rawat itu. "Hubungan kami dirahasiakan. Orang-orang di kantor tidak tahu kalau Lisa sudah menikah. Tentu saja selain ayahku dan pemegang saham lainnya. Kalau mereka tahu Lisa sudah menikah, Choi Seunghyun tidak akan mendekati Lisa," susulnya.
"Kenapa hubungan kalian rumit sekali?!" sebal Jiyong. "Ya! Apa saja yang sebenarnya terjadi pada kalian?! Kenapa kalian jadi begini?!" kesal pria itu, tidak bisa memahami hubungan dua orang di depannya.
Toil mengangkat bahunya. Ia pun tidak tahu bagaimana awal hubungan yang rumit itu. Satu yang ia tahu, ia dan Lisa tidak bertukar hubungan romantis. Kalau Lisa tidak bisa bersetubuh dengan pria manapun, Toil tidak bisa melakukannya dengan Lisa. Hanya Lisa. Toil bilang rasanya menjijikan, seperti hubungan kotor antara saudara kandung. Sedari kecil, Toil sudah melihat terlalu banyak, Lisa pun begitu—setidaknya begitu yang Toil percayai.
Lisa kembali setelah lima belas menit. Setelah mengantar Jennie ke pintu keluar, ke tempat gadis itu memarkirkan mobilnya. Sembari melangkah masuk, gadis itu meletakan berkas-berkas pekerjaannya di ranjang Toil. "Buktikan padaku kalau kepalamu masih berfungsi," kata Lisa, menyuruh Toil mengerjakan pekerjaannya.
"Ah... Aku hilang ingatan," geleng Toil, menolak melakukan pekerjaan Lisa. "Aku masih pasien," tolaknya.
"Coba dulu," bujuk Lisa, namun gadis itu tidak berusaha terlalu keras. Lisa justru melangkah pergi, masuk ke kamar mandi, mengatakan kalau ia akan mandi sebelum kekasih Toil datang.
"Mandi lah di rumah! Kenapa kau tidak mau pulang?!" heran Toil, berseru keras agar Lisa yang ada di kamar mandi bisa mendengarnya.
Jiyong masih menatap sinis pada pasien di ranjang. "Apa? Apa lagi?" Toil menanggapi tatapan itu dengan emosinya. "Kau tidak berhak berkomentar sekarang, salahmu sendiri karena dulu pergi begitu saja, tanpa pamit- tidak... Bahkan setelah acara fashion weekmu itu, kau juga pergi tanpa berpamitan. Apa kau tidak tahu caranya berpamitan? Atau kau pergi setelah mencuri sesuatu?" cibir Toil.
Jiyong memilih untuk tidak menanggapinya. Merasa kalau Toil tidak perlu tahu urusan pribadinya. Meski dirinya pun harus sadar kalau rumah tangga Toil juga bukan urusannya. Jiyong terus melewati batasnya, tapi tidak ia biarkan Toil melangkah lebih dekat, Lisa pun tidak diizinkannya mendekat. Tidak pernah ia katakan pada siapapun tentang alasannya terus menghindar.
Sampai gadis itu keluar dari kamar mandi, dengan rambut yang masih basah. Melangkah sembari mengusap-usap handuknya ke kepalanya, menyeka air dalam sela helai rambutnya. Toil tidak pernah terpesona melihat Lisa begitu, pria itu justru risih melihat Lisa keluar tanpa mengeringkan rambutnya lebih dulu. Toil risih melihat helai-helai rontok yang akhirnya jatuh ke lantai.
Tapi di sofa, Toil lihat seorang pria terpesona. Pupil mata Jiyong membesar saat melihat Lisa keluar. Bak adegan slow motion dalam film, dengan bunga-bunga yang terbang di sekitarnya. Melihat Jiyong terus menatap Lisa yang bahkan tidak sadar kalau sedang diperhatikan, Toil berkomentar, "ya! Kwon Jiyong, jangan sampai air liurmu menetes karena istriku," tegur Toil, sekedar ingin menggoda Jiyong. Lisa berdecak sebab tahu Toil hanya bercanda, gadis itu menggerakan tangannya, seolah ingin memukul Toil, sedang Jiyong buru-buru menyadarkan dirinya.
Lelucon yang Toil katakan, tidak terdengar lucu bagi Jiyong. Candaan Toil, tidak berhasil untuknya. Ocehan konyol itu, justru sukses membuat Jiyong kesal, bangkit berdiri kemudian pergi. "Berengsek," hanya itu yang Jiyong katakan. Mengumpat pelan sebelum akhirnya ia keluar dan pergi dari sana.
"Ada apa dengannya?" heran Lisa.
"Sudah aku bilang, dia masih menyukaimu," jawab Toil. "Dia selalu kesal kalau aku menyebutmu istriku. Saat berkelahi waktu itu, dia memukulku karena aku memanggilmu begitu."
"Konyol," kata Lisa.
"Kau tidak senang dia masih menyukaimu?"
"Tentu senang," gadis itu kini menoleh, menatap pada Toil, tepat di matanya. "Tapi setelah semua yang dia lakukan, aku tidak akan membuatnya mudah. Sekarang saatnya balas dendam."
"Kau tahu kalau perubahan sikapmu itu menakutkan, kan?" balas Toil, sedikit bergidik melihat Lisa kembali normal setelah tadi pagi gadis itu bersikap luar biasa sensitif.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Eurydice
FanfictionOrpheus memainkan musiknya di depan Eurydice, membalut sang dewi dalam alunan cinta yang manis. Eurydice mencintai Orpheus karenanya. Mereka jatuh cinta, tenggelam dalam musik paling lembut dan pelukan yang paling nyaman. Begitu bahagia hingga Dewi...