***
"Ya, aku sudah pulang," Lisa bilang begitu pada teleponnya, namun pria yang ia ajak bicara justru menertawakannya.
"Pembohong," kata pria itu. "Kemana kau pulang? Aku tidak melihatmu di rumah," susulnya, masih terkekeh. "Kau masih di kantor kan? Pulang saja, untuk apa kau bekerja sangat keras begitu? Seperti akan ada yang menghargai kerja kerasmu saja," cibirnya kemudian.
Ahn Toil ada di rumah sekarang. Tengah duduk di sofa ruang tamu, menonton sebuah acara TV sembari menelepon teman serumahnya yang belum juga pulang. Padahal jam sudah menunjuk pukul sebelas. "Cepat pulang, lalu mampir ke kedai pizza di dekat kantormu, aku ingin makan pizza malam ini. Jangan lupa cola-nya," susul Toil kemudian. Masih tertawa, tapi kali ini pria itu menertawakan acara yang tengah ditontonnya.
"Sudah aku bilang, aku di sudah pulang," balas Lisa. "Pergi sendiri kalau kau ingin pizza," susulnya.
"Heish! Mana mungkin kau ada di rumah?! Aku sendirian di rumah sekarang!" pria itu berseru, mulai bosan dengan jawaban Lisa yang terus bilang kalau dirinya di rumah.
"Kemari lah kalau tidak percaya, aku di kamar," balas Lisa.
"Tidak, kau tidak ada di rumah. Aku sudah ke sana tadi," kata Toil, tetap keras kepala seperti biasanya. "Cepat pulang dan belikan aku pizza!" suruhnya, lantas buru-buru mematikan panggilan itu, sebelum Lisa membalas lagi ucapannya.
Pria itu kembali tertawa. Ia letakan handphonenya di sebelah tempatnya duduk, dengan santai menggerak-gerakkan kakinya yang ditumpangkannya ke atas meja. Tengah asik menikmati tontonannya, Ahn Toil seketika berteriak. Mengaduh kesakitan karena sebuah buku tiba-tiba menabrak kepalanya.
"Ya!" pria itu berteriak, marah lalu menoleh ke arah buku itu datang.
"Aku sudah di rumah!" Lisa balas berteriak, si pelaku yang melempar buku tadi.
Lisa baru saja melempar buku komik yang ia baca ke kepala Toil. Berdiri di sebelah meja makan sembari menatap sebal pria yang ada di ruang tamu itu. Gadis itu mengeluh, mengatakan kalau ia sudah pulang sejak jam delapan tadi dan kelaparan karena Toil belum berbelanja. Menggerutu karena pria itu tidak menyelesaikan tugas rumahnya.
Sedang Toil datang di pukul sembilan, baru saja pulang setelah membeli berbagai makanan untuk lemari es mereka. Pria itu datang dengan tiga kantong belanja besar, langsung memasukan semua belanjaan itu ke dalam lemari es dan terakhir duduk menonton TV di ruang tamu. Sudah lebih dari satu jam Toil di rumah, duduk di ruang tamu, namun tidak tahu kalau Lisa ada di kamarnya.
"Mobilmu tidak ada di luar?" tanya Toil, kali ini terkejut karena Lisa benar-benar di rumah.
"Bengkel," pelan Lisa. Gadis itu berdiri di depan lemari es sekarang. Membuka lemari es itu, untuk melihat barang-barang yang Toil beli. "Sudah aku bilang mobilku bermasalah," susulnya kemudian.
"Jangan membawa semua coklatnya ke kamarmu, aku juga membeli coklatnya untuk diriku sendiri," tegur Toil, sebab Lisa selalu mengambil beberapa makanan untuk di bawa ke kamarnya sendiri. Memisahkan makanannya, dengan milik Toil untuk menghindari pertengkaran.
"Kenapa tidak membeli bir?" Lisa bertanya, setelah ia penuhi satu kantong belanja dengan makanan-makanannya.
"Aku mau berhenti minum-minum," jawab Toil, yang langsung Lisa balas dengan decakan meremehkan.
"Lebih mudah mengeluarkan pembunuh berantai dari penjara daripada percaya kau akan berhenti minum-minum," kata Lisa setelah ia menertawakan ucapan teman serumahnya itu.
Toil berseru sekarang. Berkata kalau ia benar-benar akan berhenti minum bir dan segala jenis alkohol lainnya. Mengoceh tentang traumanya tadi pagi, saat melihat seberapa kacau rumah mereka. Pengalamannya tadi pagi benar-benar traumatis, sampai Toil bersumpah ia akan berhenti mabuk dan berpesta sekarang.
"Aku pikir Sohee benar-benar mati di sini!" seru Toil, mengekor pada Lisa yang akan kembali ke kamarnya.
"Namanya Sohee?"
"Hm... Tapi bukan dia yang aku kencani," santai Toil.
"Whoa... Berapa wanita yang kau bawa ke rumah kemarin?" heran Lisa, masih membiarkan pria itu mengekorinya.
"Nah itu masalahnya! Tidak tahu," geleng Toil. "Aku tidak tahu siapa saja yang datang ke sini kemarin. Seingatku aku hanya pulang dengan Somi, itu nama mantan pacarku. Tapi saat bangun, karena suaramu, Somi tidak ada di kamarku. Aku sendirian di kamar, lalu ada Sohee di bawah, di kamar tamu juga ada Gray dan pacarnya. Mino ada di kolam, dia tidur di luar, atau pingsan? Aku tidak tahu. Aku tidak tahu apa yang terjadi semalam, tapi Somi mencampakkanku. Aku meneleponnya tadi siang, lalu dia bilang kami putus. Dia tidak mau bertemu denganku lagi. Kau tidak tahu apa yang terjadi? Kau ada di rumah kan kemarin?" ceritanya, sampai ia duduk di ranjang dan menunggui teman serumahnya selesai menata lemari es.
"Somi mencampakanmu lewat telepon dan kau masih di sini?"
"Lalu aku harus kemana? Dia sudah bilang tidak mau menemuiku lagi. Untuk apa aku memaksa menemui seseorang yang tidak mau menemuiku? Aku tidak seperti seseorang," santai Toil. "Tapi... Aku benar-benar penasaran, apa yang aku lakukan semalam. Kau benar-benar tidak tahu?"
"Mana aku tahu? Kemarin aku tidur lebih awal. Aku bahkan tidak tahu kapan kau pulang," kata Lisa.
"Augh! Aku tidak akan minum-minum lagi! Kemarin kacau sekali," Toil menggeleng, bergidik ngeri saat ia ingat apa-apa saja yang ditemukannya tadi pagi. "Kau tahu bagian paling mengerikannya?" pria itu kembali bicara, kali ini menarik perhatian Lisa untuk menoleh dan melihatnya. "Pintu gudang terbuka dan foto kita disiram cat di sana," susulnya.
Lisa berseru sekarang. Lantas bertepuk tangan, menoleh untuk mengagumi kekacauan serius yang sudah Toil lakukan. "Sepertinya aku tahu alasan Somi mencampakanmu," kata Lisa kemudian. "Kau sangat mabuk sampai membuka kunci gudang? Masalah apa yang membuatmu semabuk itu?" herannya kemudian.
"Kemarin ulangtahunnya Jiyong," Toil menggumam, sangat pelan hingga Lisa bisa berpura-pura tidak mendengarnya.
Gadis itu berbalik, kembali melihat isi lemari esnya. Berlaga memindahkan beberapa barang, baru setelahnya bangkit dan menutup lagi pintu lemari esnya. "Kenapa kau sangat membencinya? Hidupnya menyedihkan," Toil kembali berkomentar, dengan suara yang sama pelan seperti sebelumnya.
"Kau bodoh ya?" ketus Lisa kemudian. "Bajingan itu sudah membuangmu. Membuang kita. Untuk apa mengasihaninya? Dia sendiri yang membuat hidupnya jadi begitu, tidak ada yang bisa dikasihani. Kalau kau ingin mengasihani seseorang, kau harusnya mengasihaniku," cibir gadis itu.
"Heish... Kenapa aku harus mengasihanimu? Hidupku lebih menyedihkan daripada milikmu," Toil tidak mau kalah. "Aku selalu dicampakkan karenamu," pria itu mengeluh sekarang.
Tapi Lisa tidak mau mengalah, "setidaknya, ada seseorang yang mencampakanmu. Aku tidak punya yang seperti itu. Tidak ada laki-laki yang mendekatiku, dan itu karenamu," balasnya.
"Semua ini karena Jiyong! Augh bajingan! Kalau bertemu dengannya, akan aku patahkan kepalanya!" keluh Toil, ia jadi benar-benar kesal sekarang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Eurydice
Fiksi PenggemarOrpheus memainkan musiknya di depan Eurydice, membalut sang dewi dalam alunan cinta yang manis. Eurydice mencintai Orpheus karenanya. Mereka jatuh cinta, tenggelam dalam musik paling lembut dan pelukan yang paling nyaman. Begitu bahagia hingga Dewi...