***
"Oh My God!" Lisa menutup mulutnya rapat-rapat usai melihat paket yang ibunya Toil kirim. Paket kali ini berbeda dari biasanya. Paket ini untuknya, untuk mereka berdua, bukan hanya untuk Toil seperti biasanya.
Dalam kotak besar itu, Lisa juga Toil melihat banyak sekali perlengkapan bayi. Pakaian bayi sampai sepatunya, peralatan makannya, bahkan mainannya. "Taruh di gudang," Toil berkata begitu setelah melihat isi paketnya.
"Kenapa? Yang ini lucu?" balas Lisa, diraihnya sebuah boneka beruang kecil, sengaja menunjukannya pada Toil. "Yang ini tidak boleh aku simpan?" susulnya, pada pria yang sekarang berjalan pergi, meninggalkannya.
"Aku harus menghamilimu kalau kau mau menyimpan semua itu," balas Toil, tetap berjalan seperti biasa ke arah dapur, ingin mengambil sesuatu yang bisa melegakan tenggorokannya.
Mendengar jawaban Toil, Lisa langsung mengembalikan boneka yang ingin disimpannya tadi. Melemparnya kembali masuk ke dalam kotak lalu buru-buru menutup kotaknya.
"Tapi aku tidak mau melakukannya, jadi simpan semua itu ke gudang," susulnya kemudian. "Beli boneka sendiri dengan gajimu, atau kencani seseorang dan minta dia membelikanmu boneka," katanya, masih dari dapur sedang Lisa dibuat sibuk merapikan lagi paket itu. Bergegas menyimpannya di gudang bersama barang-barang lainnya.
"Oh iya, pertemuanmu dengan Somi kemarin bagaimana?" tanya Lisa, tiba-tiba ingat kalau Toil belum mengatakan apapun tentang pertemuannya.
Gadis itu sudah keluar dari gudang sekarang. Sudah mengunci lagi pintu gudangnya, lalu melangkah menghampiri Toil di dapur. Pria itu masih di sana, sedang menyirami es krimnya dengan air dari kran bak cuci piring. Menunggu es krimnya sedikit mencair agar bisa dinikmatinya.
"Aku tidak jadi menemuinya."
"Kenapa?"
"Yumdda hyung mengirimiku demo lagu baru. Lagunya bagus, jadi aku pergi ke studio untuk membicarakannya," jawab Toil, sembari melangkah ke meja makan, untuk menghabiskan sekotak es krimnya di sana.
"Lalu Somi?"
"Aku bilang padanya kalau ada pekerjaan di agensi, aku tidak bisa menemuinya. Aku akan menemuinya besok, secepatnya setelah pekerjaanku selesai."
"Lalu Somi bilang apa?"
"Syukurlah kita sudah putus, aku jadi tidak menyesal karena sudah putus," kata Toil, mengulangi apa yang Somi katakan semalam.
"Sebenarnya, Yumdda oppa tidak memintamu langsung datang kan?" tanya Lisa dan Toil mengangguk, tentu sembari menikmati es krimnya. "Augh! Augh! Ini alasan kau tidak bisa berkencan, menyebalkan sekali!" gerutu Lisa, tenaganya yang habis karena semalam kini jadi semakin berkurang.
"Tidak, aku tidak bisa berkencan karenamu. Coba saja kalau kita tidak menikah dan tinggal bersama. Aku pasti-"
"Jangan menyalahkan orang lain! Kepribadianmu buruk sekali! Tidak akan ada perempuan yang tahan dengan kepribadianmu!" potong Lisa, berteriak sembari ia menaiki anak tangga rumahnya, akan pergi ke kamarnya. "Jangan menggangguku, aku ingin tidur siang!" susulnya, memberi peringatan sebelum Toil menjahilinya.
Di bawah Toil menggerutu. Tetap menyalahkan Lisa. Bersikeras kalau perempuan-perempuan di sekitarnya, cemburu pada Lisa. Namun gadis itu tidak menggubrisnya. Lisa justru sudah masuk ke kamarnya, sudah mengunci pintu kamarnya lalu bersiap untuk tidur.
Malam harinya, gadis itu terbangun karena dering telepon yang terus mengganggunya. Toil yang meneleponnya, "jemput aku, di kantor polisi," begitu yang pria itu katakan. Lisa langsung tersadar dari kantuknya setelah mendengar ucapan itu.
"Kau siapa?" tanya Lisa, khawatir kalau bukan Toil yang meneleponnya. Siapa tahu panggilan ini justru voice phishing atau semacamnya.
"Toil. Ahn Toil. Aku tahu kau masih tidur, maaf karena membangunkanmu, tapi kemarilah. Aku sudah menelepon Jinboem, dia ada di depan rumah sekarang. Pakai mobilnya lalu datang ke sini," katanya, terdengar sangat serius. Yang sialnya justru membuat Lisa semakin ragu pria yang meneleponnya ini benar-benar Toil atau bukan.
"Sungguhan ini Toil?" tanya Lisa, sembari sesekali mengecek layar handphonenya.
"Ya! Bajingan, kenapa kau tidak percaya aku Toil?"
"Kenapa Toil ke kantor polisi? Kalau dia mabuk di bar, aku baru percaya kau benar-benar Toil."
"Ya! Lalisa! Sialan! Aku benar-benar Toil! Cepat ke sini sebelum ada reporter datang!" sebal Toil, baru terlihat seperti dirinya sendiri.
"Ah... Kau benar Toil," pelan Lisa, lantas mengakhiri teleponnya. Gadis itu memilih untuk mengirimi Toil pesan, bertanya dimana kantor polisi tempat Toil berada sekarang.
Tidak sampai lima menit setelah Toil menelepon, Lisa sudah berlari turun. Di depan rumahnya dua mobil berhenti. Para pengemudinya langsung keluar saat melihat Lisa, menghampiri Lisa kemudian bertanya apa yang terjadi. "Ada apa sampai Toil perlu meminjam mobilku?" Jinboem bertanya begitu.
"Ahh... Aku harus pergi ke suatu tempat, tapi mobilku mogok. Maaf, karena harus meminjam mobilmu," kata Lisa, merasa ia tidak perlu memberitahu teman-teman Toil itu kalau Toil ada di kantor polisi. "Aku tidak bisa naik taksi, aku benar-benar minta maaf karena jadi merepotkanmu," susul Lisa, sembari menerima kunci mobil dari Jinboem.
"Heish... Tidak apa-apa, aku tidak kerepotan. Lagi pula kita cukup dekat untuk saling merepotkan, iya kan?" santai pria gemuk itu, terkekeh bersama pria lain di sebelahnya. "Ah! Semalam Toil membicarakanmu di siaran langsungnya. Dia memukul orang di supermarket? Whoa... Kelakuannya makin aneh saja."
"Dia tidak bilang apa-apa tentang pria yang dipukulnya kan?"
"Katanya pria itu memanfaatkannya untuk mendekatimu?" kata pria di sebelah Jinboem, membuat Lisa langsung menghela nafasnya. Menyerap energi dari sekitarnya, bersiap untuk memaki pria itu. Lisa akan memakinya, di depan Jinboem dan seorang temannya, namun Toil sudah meneleponnya lagi. Menyuruh Lisa untuk segera berangkat, untuk segera mengeluarkannya.
Lisa mengemudi pergi, lalu tiba di kantor polisi, gadis itu di antar sampai ke ruang para detektif bekerja. Di sana, Toil babak belur, duduk di dalam sel tahanan. "Kau sudah datang?" suara seorang pria menyapa Lisa, membuat gadis itu menoleh lalu menganggukan kepalanya. Itu Kim Woobin, detektif dari divisi kekerasan yang sudah lama Lisa kenal. Mereka sering bertemu, tiap kali Lisa perlu informasi tentang pekerjaannya.
"Apa yang terjadi?" tanya Lisa, menunjuk Toil yang langsung berdiri, meminta untuk dikeluarkan dari sel tahanan itu.
"Berkelahi dengan pria di sebelahnya itu," jawab Woobin, kali ini menunjuk seorang pria yang berbaring memunggungi mereka. Jiyong, itu Kwon Jiyong, Lisa ingat bagaimana bentuk tato di lehernya. "Awalnya ingin aku keluarkan, tapi mereka masih bertengkar bahkan setelah sampai di sini, jadi aku memasukan mereka ke sana," susulnya, sedang Lisa hanya melipat kedua tangannya di depan dada.
"Itu kopi instan? Aku mau juga, buatkan untukku," balas Lisa, mengabaikan ocehan Toil yang ingin dikeluarkan.
"Tidak dikeluarkan?"
"Nanti saja, sekarang masih jam delapan," kata Lisa, sengaja menepuk lengan Woobin, mengajak pria itu untuk pergi minum kopi dan mengobrol bersamanya.
"Ya! Lalisa! Lisa-ya! Keluar kan aku! Ya!" Toil berteriak, memanggil-manggil Lisa yang melangkah keluar dengan Kim Woobin.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Eurydice
FanfictionOrpheus memainkan musiknya di depan Eurydice, membalut sang dewi dalam alunan cinta yang manis. Eurydice mencintai Orpheus karenanya. Mereka jatuh cinta, tenggelam dalam musik paling lembut dan pelukan yang paling nyaman. Begitu bahagia hingga Dewi...