58

289 40 2
                                    

***

Mereka berjalan sampai ke rumah. Sesekali tertawa, sesekali juga saling menggoda. Menikmati malam seperti dulu mereka bercengkrama. Seperti dulu mereka berteman. Lisa menyukainya, suasana malam ini. Meski ia tidak tahu bagaimana perasaan teman di sebelahnya itu. Lisa tidak pernah tahu, sampai Jiyong memberitahunya.

"Tidak pernah aku duga, aku akan menyukainya," pria itu tiba-tiba mengaku. "Menghabiskan waktu bersamamu dengan Toil di sini," katanya setelah Lisa bertanya apa yang Jiyong sukai. "Sebenarnya Toil pernah memintaku mengajakmu ke sini. Dia bilang kau butuh hiburan, kau butuh suasana baru. Dia memintaku menghiburmu, tapi aku menolaknya. Bukan karena aku suka melihatmu tersiksa di sana. Aku hanya tidak cukup percaya diri untuk membawamu ke sini," ceritanya.

"Kenapa? Karena rumahmu seperti kandang babi? Kau pasti berfikir aku tidak bisa hidup susah. Aku memang tidak bisa hidup begitu, aku awet muda karena sering belanja. Aku tidak bisa hidup prihatin sepertimu. Aku mengakuinya," santai gadis itu. Tetap berjalan meski sudah enam puluh menit mereka begitu. Berjalan sambil mengobrol.

"Bukan karena itu, kalau hanya karena rumah, aku bisa mengajakmu ke hotel," katanya. "Aku menyukaimu, masih menyukaimu bahkan setelah aku meninggalkanmu. Aku khawatir, aku tidak akan bisa mengatur perasaanku sendiri kalau membawamu ke sini. Tapi karena Toil ada di sini, rasanya lebih nyaman. Kita bertiga makan dan mengobrol bertiga, hampir seharian. Seperti dulu. Aku menyukainya, bermain bertiga seperti dulu. Kenapa rasanya sangat nyaman? Sangat santai? Seperti kita tidak pernah berpisah sebelumnya?" herannya, dengan semua perasaan yang muncul dalam dirinya.

Lisa berdecak, mengatakan kalau semua itu hanya perasaannya saja. Setelah perpisahan itu, mereka tidak serta merta merasa nyaman saat kembali bercengkrama. Toil banyak menahan dirinya, Lisa dan Jiyong pun sama. Mereka banyak menahan diri, selama bercengkrama. Mereka berusaha, agar pertemuan-pertemuan itu tidak terlalu menyakitkan, agar mereka bisa bertemu lagi. Meski semua usaha itu mereka lakukan tanpa sadar.

"Awalnya aku cemburu. Aku juga marah, karena kalian menikah. Aku meninggalkan kalian berdua, lalu aku marah karena kalian bersama—picik sekali, aku benci diriku sendiri. Aku menyesali keputusanku waktu itu. Harusnya aku tetap tinggal, harusnya aku tidak pergi kemana pun. Tapi Toil merawatmu dengan baik. Dia menjagamu dengan baik. Kau juga menjaganya dengan baik. Karena itu kita bertiga bisa makan bersama lagi, aku menyukainya," cerita Jiyong.

"Rasanya seperti mendengar ocehan anak nakal yang sempat kabur lalu pulang lagi karena menyesal," komentar Lisa, lantas mengusap-usap rambut Jiyong. "Terimakasih karena sudah pulang, anak nakal," katanya sembari mengusap.

Pria itu tertawa, lalu mengangguk. Berjanji kalau ia tidak akan melarikan diri lagi. Tidak akan pergi lagi. Kalau ia ingin menebus sepuluh tahun yang dihabiskannya sendirian. "Aku juga menyukaimu, masih sangat menyukaimu, aku ingin berkencan lagi denganmu, sangat menginginkannya," aku Jiyong kemudian, kali ini membuat Lisa berhenti berjalan, menoleh untuk menatapnya.

"Tapi aku tidak ingin merusak suasana yang sekarang," jujurnya kemudian. "Kita baru bertemu dan berbaikan lagi setelah semua masalah kemarin. Bahkan ayahku belum dihukum karena perbuatannya. Karena itu, pelan-pelan saja. Jangan buru-buru menceraikan Toil untukku, jangan buru-buru menerima perasaanku. Kau harus mengujiku dulu, kau harus menilaiku dulu, aku akan berusaha. Sampai kau percaya aku tidak akan melukaimu lagi, sampai kau yakin aku tidak akan meninggalkanmu lagi, sampai menurutmu usahaku sudah cukup, baru saat itu, kau bisa menerimaku lagi, jadi kekasihmu."

"Meskipun kau harus menunggu sepuluh tahun sampai aku yakin? Bagaimana kalau aku tidak akan pernah yakin?"

"Tidak apa-apa, kita bisa berteman, seperti sekarang."

"Kalau setelah kau berusaha, setelah sepuluh tahun atau lebih, aku justru menyukai pria lain? Entah itu Toil atau pria lain yang benar-benar asing?"

"Kalau kau memang menyukainya, apa boleh buat? Tidak apa-apa," yakin Jiyong dengan anggukan kepalanya. Seluruh tubuhnya menunjukan keyakinannya sekarang. Meyakinkan Lisa kalau ia benar-benar serius dengan permintaannya. "Hubungan kita yang sekarang, denganmu juga dengan Toil, sudah cukup bagiku. Aku menyukainya, hubungan kita bertiga."

"Sebenarnya ini bukan masalah, tapi kenapa kau membuatku terlihat seperti istri yang berselingkuh?" komentar Lisa kemudian. "Tapi baiklah, berusaha lah, aku tidak akan mudah didapatkan," susulnya dan mereka kembali berjalan. Perlu dua puluh menit lagi untuk sampai ke rumah. Belum lagi menaiki tangganya nanti, kaki Lisa akan sangat sakit lagi malam ini.

***
Tamat

Eurydice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang