8

303 67 4
                                    

***

Sesekali Jiyong mengerang. Merasakan sakit di wajahnya, juga bagian belakang kepalanya. Lisa memukulnya, lalu Toil meninjunya, membuatnya jatuh tersungkur sampai membentur jendela cafe tadi. Pria itu sedang mengusap sudut bibirnya sekarang, menyeka sedikit darah yang ada di sana dengan tisu. Menahan perih karena sobekan di bibirnya itu. Bibirnya sobek hanya karena satu pukulan Toil.

Berbeda dari anggapannya tentang Lisa, Toil terlihat sangat berubah sekarang. Jiyong tahu, kalau sedari dulu Toil juga seorang pemberontak. Meski jadi ingin seperti ayahnya— pengacara terkenal yang kaya raya— Toil tidak pernah ingin hidup seperti ayahnya. Bersama Lisa, pria itu senang pergi bermain. Kabur dari kelas malam hanya untuk menonton film, juga mencicipi alkohol bersama teman-teman lainnya, sebelum mereka cukup dewasa untuk itu.

Kini Toil seolah sudah meng-upgrade kesan pemberontak dalam dirinya. Sama sepertinya, pria itu juga bertato, bahkan lebih banyak darinya. Lengan kanannya penuh dengan tato. Telinganya pun ditindik, tapi pria itu tidak memakai anting apapun di sana. Dulu Toil suka berpakaian rapi, setidaknya memakai kemeja, meski tidak selalu ia kancingkan. "Yang penting aku sudah memakai kemeja, kalau ada situasi mendesak, misalnya ayahku tiba-tiba datang, aku hanya perlu mengancingkannya," begitu katanya waktu itu. Tapi kini Toil hanya mengenakan kaus hitam dengan celana jeans. Rambutnya pun tidak ditata dengan gel rambut lagi, dibiarkan begitu saja di atas kepalanya.

Mereka ada di cafe lain depan supermarket sekarang. Terlalu malu untuk kembali duduk di cafe tadi. Jiyong duduk di sofa dekat dinding, hampir terpojok sebab Toil ada di depannya, dan di belakangnya hanya ada dinding. Pria itu tidak akan bisa melarikan diri sekarang.

Lisa mengambil duduk di sebelah Toil setelah ia kembali dengan nampan berisi pesanan mereka. Tiga minuman juga tiga kue. Duduknya Lisa di sana, membuat Jiyong ingat, kalau dua temannya ini sudah menikah. Masih sembari menyentuh luka di bibirnya, Jiyong diam-diam memperhatikan dua temannya itu. Melihat ke jari-jari mereka namun tidak melihat cincin kawin di jari keduanya. Tidak ada cincin apapun di jari Toil, sedang di jemari Lisa, hanya ada cincin hitam di ibu jarinya.

Sama seperti Jiyong yang tengah memperhatikan teman-temannya, Lisa dan Toil pun melakukan hal yang sama. Keduanya bertanya-tanya, apa yang Jiyong lakukan sekarang. Mereka perhatian celana jeans panjang yang sobek di kaki pria itu, kaus putih yang kebesaran, lalu cardigan biru muda di bagian terluarnya. Rambutnya memang hitam, namun cukup panjang hingga menggambarkan kesan berantakan yang anehnya kelihatan manis. Pria itu memakai beberapa aksesoris, ada cincin di tangannya, kalung di lehernya juga sepasang anting-anting bulat di telinganya. Meski terlihat berlebihan, namun pria itu kelihatan baik sekarang.

"Dia kelihatan lebih baik dari bayanganku selama ini," Toil membuka mulutnya.

"Hm... Dari bayanganku juga," susul Lisa, mengangguk namun tidak melepaskan pandangannya dari pria di depannya. "Aku kira dia akan terlihat seperti pengemis," katanya menambahkan.

"Kau tahu Donghyun kan? MV apa itu? Hopeless Romantic? Aku kira dia akan terlihat seperti itu."

"Oh! Iya! Benar! Hopeless Romantic! Aku kira dia akan terlihat seperti itu!" seru Lisa, menyetujui ucapan pria di sebelahnya. "Atau setidaknya seperti... Im Siwan di drama barunya, Boyhood. Melihatnya sebaik sekarang, membuatku tidak terlalu senang," gumam Lisa kemudian. Kali ini ia lipat kedua tangannya di depan dadanya, masih memandangi Jiyong dengan berbagai penilaiannya.

Dua orang itu membicarakan Jiyong di depan wajahnya. Membuat Jiyong lantas bertanya-tanya, untuk apa dirinya ada di sana? Setelah dipukul, sekarang digunjingkan? Tanpa sadar pria itu menggerutu, meski sebenarnya ia tidak ingin bersikap begitu. "Apa yang sedang kalian lakukan? Bagaimana bisa kalian memukul-"

"Lalu? Apa yang kau harapkan?" potong Toil. "Dipeluk lalu ditanya— bagaimana kabarmu? Kemana saja kau selama ini? Aku merindukanmu! Lama tidak bertemu! Apa kesibukanmu sekarang?— begitu? Bajingan gila, aku tidak penasaran," pria itu balas mencibir.

"Aku juga tidak penasaran," geleng Lisa. "Kau selalu bilang akan mematahkan kepalanya saat bertemu, kau tidak melakukannya?" susul Lisa, kali ini bertanya pada Toil, namun pria itu justru mengeluh. Toil mengaku kalau ia memang ingin melakukannya tadi. Toil ingin menghancurkan kepala Jiyong, namun Lisa menahannya. Lisa mengaku kalau ia harus menahan Toil untuk melindungi karir pria itu.

Ditengah obrolannya, handphone Toil berdering. Nama Jeon Somi muncul di layarnya dan pria itu langsung membulatkan matanya. Ia menoleh pada Lisa, menunjukan layar handphonenya itu lalu Lisa ikut terkejut karenanya.

"Angkat! Angkat!" seru Lisa, sembari memukul bahu Toil.

Toil menjawab teleponnya, setelah beberapa kali berdeham. Meyakinkan dirinya kalau suaranya sudah cukup layak untuk di dengar. Namun alih-alih bicara di depan Jiyong juga Lisa, pria itu justru berjalan keluar cafe. Pergi ke balkon kosong di dekat mereka.

"Telepon dari gadis yang baru saja mencampakkannya," kata Lisa, memberitahu Jiyong yang mungkin saja penasaran.

"Jeon Somi? Aku kenal seseorang dengan nama itu," pelan Jiyong, dengan dahi berkerut.

Dahee bilang mereka menikah, tapi Toil mengencani gadis lain? Jiyong tidak pernah membayangkan hubungan seperti ini sebelumnya.

"Ada yang tidak mengenalnya?" balas Lisa, lalu menunjuk speaker cafe-nya, yang tengah memutar lagu terbaru Somi.

Jiyong penasaran sekarang. Luar biasa penasaran, tentang bagaimana hubungan dua temannya itu. Meski mereka menikah tanpa cinta, tapi mereka bersahabat! Bagaimana bisa Toil terang-terangan menyelingkuhi istri sekaligus sahabatnya? Jiyong tidak bisa menemukan alasan apapun yang bisa membenarkan sikap Toil itu. Namun di sisi lain, ia terlalu takut untuk bertanya. Terlalu takut untuk mendengar kenyataannya— kedua temannya tidak baik-baik saja setelah ia tinggal pergi. Lisa tidak bahagia, meski sudah ia tinggal pergi— Jiyong terlalu takut untuk mengetahui kenyataannya.

"Ah... Ya aku mengenalnya juga," angguk Jiyong. "Aku bekerja dengannya tahun lalu," susul pria itu, sementara Lisa masih menyesap es kopinya.

"Syukurlah kalau kau ternyata hidup dengan baik," balas Lisa kemudian. Kali ini bersamaan dengan munculnya Toil kembali ke meja mereka.

"Aku harus pergi," katanya, memberi laporan setelah menelepon.

"Ya! Lalu bagaimana denganku?!" seru Lisa, menahan Toil yang akan melangkah pergi. Untuk beberapa saat, Jiyong melihat keduanya bak pasangan normal. "Mobilku mogok, kau belum melihat mobilku!" katanya, masih menahan Toil dengan memberikan kunci mobilnya pada pria itu.

"Minta Jiyong yang melihatnya," santai Toil. "Bawa ke bengkel kalau kau tidak tahu caranya," susul pria itu, kali ini sembari melempar kunci mobil Lisa pada Jiyong.

"Kenapa? Apa?" Jiyong kebingungan, tapi refleksnya cukup cepat untuk menangkap kunci mobil Lisa.

***

Eurydice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang