***
Rumah ini besar, dua lantai dengan kolam renang di halaman belakangnya. Ada lima kamar di sana, tiga di bawah dan dua di atas. Masing-masing kamar punya kamar mandi. Sebuah ruang santai luas di lantai dua, lalu ada ruang tamu dan ruang makan yang bersebelahan di lantai satu. Dapurnya pun dua, satu di dalam rumah, di lantai satu dekat dengan dapur. Dapur lainnya ada di luar, dapur terbuka untuk pesta BBQ di tepi kolam renang. Garasi rumah ini pun mampu menampung tiga mobil. Rumah yang luar biasa besar, tapi hanya ditinggali dua orang di dalamnya.
Lalisa Jung yang tinggal di sana, bersama dengan seorang teman masa kecilnya. Sahabatnya sedari kecil. Berteman sangat dekat hingga orang-orang berfikir kalau keduanya bersaudara. Saudara kembar, yang tidak terpisahkan sedari dalam kandungan.
Gadis itu mengawali paginya di pukul enam. Bangun dari tidurnya, lalu pergi ke sudut kamarnya untuk membuka lemari es. Mengambil botol air mineral di sana dan menenggaknya. Pagi ini ia tidak langsung keluar dari kamarnya. Lepas menenggak air mineralnya, gadis itu berjalan ke balkon, membuka pintu balkonnya dan duduk di sana. Menatap pada kolam renang yang tenang juga beberapa pakaian yang berserakan di sekitarnya.
"Augh! Ahn Toil pasti berulah lagi," gerutu gadis itu, setelah melihat kekacauan di belakang rumahnya. "Ya! Kamar sebelah! Hei! Hallo?!" gadis itu berseru, kali ini sembari mengambil tongkat panjang— yang fungsi utamanya untuk mengganti lampu— lalu mengetuk-ngetuk pintu balkon di sebelah. Balkon di rumah itu tidak dibuat menyatu, masing-masing kamar di lantai dua punya balkon yang jaraknya setengah meter.
Pintu balkon kamar sebelah terus diketuk. Terus di pukul dengan tongkat lampu sampai teman serumah Lalisa akhirnya keluar. Hanya dengan celana pendeknya yang berwarna hitam, Ahn Toil muncul memamerkan tatonya. Rambut pria itu masih berantakan, dengan wajah bengkak yang kemerahan. Pria itu pasti mabuk berat semalam.
"Lihat! Lihat itu!" seru Lisa, menunjuk ke kolam renang dengan tongkatnya.
Masih dengan mata yang setengah terpejam, sembari menggaruk perutnya, Ahn Toil menoleh ke kolam renang. Tidak sampai dua detik, pria itu kemudian menjerit. "Ya! Bajingan! Apa itu?! Mayat?!" serunya, benar-benar terkejut, melompat kaget sampai ia membentur pintu balkonnya lalu jatuh terduduk di sana.
Lisa menghela nafasnya. Sadar kalau pria di balkon sebelah itu memang benar-benar mabuk. Tanpa banyak bicara, hanya dengan sisa air mineral di botolnya, Lisa menyiram Toil. Membuat pria itu semakin terkejut, namun tetap ketakutan. Benar-benar takut bak seekor kucing terpojok.
"Ah... Itu baju? Aku pikir mayat," kata Toil setelah sadar. Disusul sederet keluhan tentang sakit kepala, sakit perut dan mual. Pengar pasca mabuk sudah menyerangnya sekarang.
"Bereskan semua kekacauanmu," perintah Lisa, yang tanpa menunggu jawaban langsung melangkah masuk ke dalam kamarnya. Kembali naik ke ranjang sebab melihat kekacauan di kolam renang, langsung berhasil membuatnya kelelahan lagi.
Handphonenya berdering sekarang. Alarmnya baru saja berbunyi, tepat dipukul tujuh. Berkatnya, Lisa tidak jadi tidur lagi. Dengan helaan nafas panjang, lalu keluhan-keluhan lainnya, gadis itu melangkah ke kamar mandinya. Ia buang semua kantuk dan rasa malasnya di sana. Mandi lalu berpakaian dan merias wajahnya.
Ia keluar dari kamarnya setelah semua urusannya selesai. Memakai sebuah setelan abu-abu, dengan kemeja putih, sepatu hak tinggi yang juga putih lalu menjinjing tas hitamnya. Rambutnya tidak seberapa panjang, hanya sampai di bahunya, beberapa sentimeter melewati bahu tegak itu. Dengan warnanya yang hitam pekat, ia gerai rambut itu, tanpa memberi aksesoris apapun.
"Keluar!" Lisa berseru, menendang pintu kamar sebelah, alih-alih mengetuknya. "Ahn Toil! Aku mau berangkat kerja! Buka pintunya!" seru gadis itu, masih menendang-nendang pintu kamar teman serumahnya.
"Augh! Berisik sekali!" keluh Toil, pria itu mengumpat panjang sekali, tapi tetap keluar dari kamarnya untuk menemui Lisa. "Apa?! Kenapa?! Apa maumu?! Sejak kapan kau berpamitan padaku?! Pergi saja!" omelnya, masih dengan celana pendek hitamnya yang tadi.
Lisa mengulurkan secarik kertas sekarang. "Kuras kolam renang, bersihkan rumah, urus halaman, bawa mobilku ke bengkel," Toil membaca isi kertas itu, lalu Lisa menyuruh pria itu membalik kertasnya. "Isi lemari es di bawah. Beli susu, apel, oat instan, mie instan, daging, dada ayam, jeruk, sabun cuci piring, pengharum ruangan," daftar belanjaan ada di balik kertas tugas tadi.
"Kenapa banyak sekali?!" Toil terkejut melihat kertas memo itu. "Dan kenapa aku harus membawa mobilmu ke bengkel?!" serunya.
"Tolong? Sekalian? Mobilku rasanya aneh," santai Lisa. "Minggu ini memang giliranmu membersihkan rumah. Aku sudah melakukannya minggu lalu," susulnya, lalu menunjuk semua kekacauan di dalam kamar Toil. "Dan sebagian besar kekacauan di rumah ini terjadi karenamu," katanya, tapi tidak segera pergi dari sana.
"Augh! Sialan! Aku benci sekali bersih-bersih," gerutunya. "Kenapa masih di sini? Pergi!" katanya kemudian.
"Kunci mobilmu? Aku tidak bisa memakai mobilku, rasanya aneh. Aku butuh mobilmu," santai Lisa, kali ini dengan tangan yang terulur, menunggu kunci mobil pria itu diletakan di atas tangannya.
"Dimana kunci mobilku?"
"Ya!"
"Aku benar-benar tidak tahu dimana kunci mobilku!" Toil balas berteriak, membuat Lisa langsung mundur, menutup hidungnya dan pergi ke bawah sembari menggerutu. Mulut pria itu benar-benar bau sekarang, karena rokok juga semua alkohol yang ia tenggak semalam. "Ya! Lisa! Dimana kunci mobilku?!" seru Toil, masih dari pintu kamarnya.
Meski Toil meneriakinya, Lisa tetap berjalan turun. Melangkah menuruni tangga yang berkelok di sudut rumah, kemudian menjerit dan terjatuh. Lisa jatuh terduduk di tangga, sementara Toil berlari menghampirinya. "Kenapa?! Kenapa lagi?! Ada apa?!" panik pria itu, membantu temannya bangkit. Lisa berteriak, gadis itu juga memaki, tapi ia hampir tidak pernah menjerit. Meski mereka masuk ke rumah hantu, Lisa tidak menjerit di sana, ia justru akan memukul hantunya. Gadis itu hampir tidak pernah ketakutan sampai harus menjerit begitu.
Tangga rumah mereka menghadap langsung ke meja makan, di ruang makan. Dapur ada di sebelah kiri ruang makan itu, sementara ruang tamu dan pintu utamanya ada di sebelah kanan. Masih sembari duduk di tangga, Lisa kemudian menunjuk lurus ke depan. Jauh di depan, melewati ruang makan, tepatnya di lorong antara dua kamar tidur tamu, seorang gadis tergeletak.
Toil ikut terkejut melihat gadis itu. Ia tidak ingat siapa saja yang datang ke rumahnya, tapi seingat Toil semua orang sudah pulang sebelum pagi. Bagian mengerikan dari gadis itu adalah genangan merah di sekelilingnya. Bagian yang sukses membuat Lisa jatuh ketakutan.
"Kau melihatnya?" pelan Lisa, ragu kalau itu mayat sungguhan, tapi terlalu takut untuk mendekat. Tidak mungkin di rumahnya ada mayat. Tidak mungkin ada penjahat di sana. Tidak bisa ia bayangkan rumahnya akan jadi TKP kejahatan. Saking bingungnya, Lisa sampai bertanya-tanya, benarkah ia ada di rumahnya pagi ini?
"Hm... Siapa itu?" bingung Toil, akan mendekati seonggok tubuh di lorong itu, namun Lisa menahannya.
"Kita harus menelepon polisi- ah!" Lisa tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Toil pun sama, sebab sekarang, keduanya menjerit lalu berlari keluar dari rumah. Gadis di lorong itu tiba-tiba berdiri! Melompat berdiri memunggungi mereka dengan cairan merah yang menetes-netes ke lantai.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Eurydice
FanfictionOrpheus memainkan musiknya di depan Eurydice, membalut sang dewi dalam alunan cinta yang manis. Eurydice mencintai Orpheus karenanya. Mereka jatuh cinta, tenggelam dalam musik paling lembut dan pelukan yang paling nyaman. Begitu bahagia hingga Dewi...