***
Seperti seorang pemberontak kecil yang terus membuat orangtuanya kesal, hari ini Jiyong tidak menepati janjinya. Pria itu tidak pergi ke kantor seperti yang ia janjikan. Meski pagi tadi ia sudah berdandan, seolah siap untuk hari pertamanya bekerja di perusahaan ayahnya, pria itu tidak menunjukkan batang hidungnya di sana. Ia justru menghabiskan waktunya, seharian di rumah Lisa dan Toil.
Ia melepaskan jasnya, meninggalkannya di sofa sementara kemejanya digelung. Pria itu membantu ibunya Toil menyimpan lauk-pauk juga bahan makanan di lemari es. Mencicipi beberapa lauk yang dibuat wanita paruh baya itu, berbincang lalu menikmati teh hangat bersama dengannya. Mendengarkan semua cerita yang sempat terlewatkan selama kepergiannya.
"Aku tahu, bahkan setelah menikah, Toil dan Lisa masih sama-sama mengencani orang lain. Mereka masih terlalu muda ketika menikah, aku sudah meminta mereka menunggu, setidaknya sampai lulus kuliah, tapi ayahnya Toil bersikeras. Mereka harus menikah saat itu juga, sebelum rapat pemegang saham," cerita ibunya Toil selama mereka minum teh bersama. "Ayahnya Toil sangat dekat dengan ayahnya Lisa, kau tahu itu kan? Saking dekatnya, suamiku itu sampai merasa perlu untuk merawat Lisa. Aku tidak keberatan, kami bisa merawat Lisa... Tidak, bukankah dulu, kami sudah merawat kalian bertiga, iya kan? Menurutku mereka berdua tidak perlu menikah, tapi suamiku bersikeras," katanya.
"Meski begitu, pernikahan mereka baik-baik saja sampai sekarang, iya kan? Banyak temanku yang bercerai di tahun kedua atau ketiga pernikahan mereka," komentar Jiyong. "Mereka bertahan hampir sepuluh tahun, bukankah itu bagus?"
"Aku pun terkejut mereka bisa bertahan selama itu. Meskipun sampai sekarang mereka belum berhasil punya anak," santai wanita itu, lalu menoleh pada Jiyong. "Jiyongie... Apa kau tidak bisa bertanya pada mereka? Kenapa mereka belum juga punya anak? Toil marah setiap kali aku bertanya. Dia sampai berhenti dari pekerjaannya karena kesal padaku. Karena aku menyuruhnya ke rumah sakit untuk mendaftar program hamil, dasar anak nakal," ceritanya, tanpa sadar kalau Jiyong bukanlah seseorang yang cocok untuk mendengarkan keluhan itu.
Lewat jam makan siang, wanita paruh baya itu berpamitan. Mengatakan kalau dia punya urusan lain, lantas meninggalkan Jiyong sendirian di sana. Seperginya wanita itu, Jiyong berkeliling rumahnya. Kalau terakhir kali ia kesana, dirinya hanya berkeliling halaman dengan Lisa, kali ini Jiyong mengelilingi rumahnya. Ingin ia ketahui bagaimana hubungan pernikahan teman-temannya itu.
Meski tahu kalau dirinya tidak sopan sekarang, Jiyong tetap naik ke lantai dua. Ia lihat beberapa foto lain dipajang di dinding. Foto-foto Lisa, Toil bahkan dirinya ada di sana. Foto-foto mereka semasa kecil ada di sana, termasuk foto mereka bertiga dengan seragam sekolah menengah. Toil tidak mungkin memajang foto-foto seperti itu, jadi Jiyong putuskan kalau Lisa yang mendekorasinya. Semua bingkai yang dipakai, foto-foto yang dipilih, semuanya terlihat seperti Lisa— pilihan Lisa.
Lama ia berdiri di sana, memandangi satu persatu foto mereka. Foto Lisa yang berdiri atau duduk seorang diri yang mendapatkan banyak minatnya. Sebentar ia sentuh foto itu, membelai pipi Lisa dalam bingkainya. Kemudian berdecak, "gadis sepertimu harusnya tidak menikah dengan berengsek seperti Toil," sebalnya.
Lantas ia kembali melangkah, menyusuri lorong pendek dengan dekorasi sederhananya, kemudian membuka pintu pertama yang sayangnya terkunci. Dua kali Jiyong mencoba membuka pintu itu, tapi karena tetap gagal, ia pindah ke pintu lainnya. Kali ini sebuah kamar yang kelihatan seperti kamar utama ada di depan matanya.
Ada lemari es di kamar itu, yang lucunya membuat Jiyong berdecak geli— pasti Lisa yang menaruhnya di sana, karena gadis itu terlalu malas untuk mengambil camilan di lantai satu. Ranjangnya besar, dengan seprei dan selimut berwarna peach. Ranjang itu berantakan di satu sisinya, tidak Lisa rapikan saat ia bangun tadi. Sofa yang nyaman ada di sebelah lemari esnya, dengan beberapa bungkus makanan di atas mejanya, lalu kaleng-kaleng bir dan cola menumpuk penuh di tempat sampah.
Jiyong melangkah mendekati kekacauan itu. Akan membuang sampah juga kaleng-kaleng bekas yang ada di sana. Tapi siapa sangka, di dalam tempat sampah itu, ia temukan beberapa lembar foto yang disobek. Foto Toil dengan seorang wanita, disobek menjadi empat sobekan besar dan ditinggalkan dalam keranjang sampah. Lagi-lagi pria itu menghela nafasnya, tapi ia yakinkan dirinya sendiri kalau dirinya tidak akan ikut campur lagi. Tidak akan ia biarkan perasaannya merusak hubungan yang sudah bertahun-tahun terjalin itu. Tidak akan ia rebut istri dari teman dekatnya semasa kecil, meski pria itu berengsek sekali pun.
Jiyong berharap ia bisa bersikap begitu, sebab selanjutnya, hal yang ia lakukan justru pergi ke rumah sakit. Ia temui Toil yang ada di sana, sendirian dengan laptopnya. Pria itu masuk tanpa mengatakan apapun, membuat si pasien yang sebentar lagi boleh pulang menoleh padanya, melihat wajahnya dengan penuh rasa penasaran.
"Apa yang kau lakukan di rumahku? Dengan ibuku?" tanya Toil, sebab Jiyong tidak mengatakan apapun dalam kedatangannya. Pria itu hanya berdiri tepat di sebelah ranjang, lalu melihatnya, seolah tengah menilainya.
"Ahn Toil," pelan Jiyong, akhirnya bersuara.
"Apa?"
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
"Huh? Kau bertanya padaku?"
"Hm... Jika berada diposisiku, apa yang akan kau lakukan?"
"Bagaimana posisimu sekarang?"
"Seperti yang kau lihat."
"Seperti yang aku lihat? Bajingan egois yang datang dan pergi sesuka hatinya? Anjing menyebalkan yang berlaga jadi mahluk paling terluka, paling sakit, paling menyedihkan diantara semua orang? Atau... Pria bodoh yang mengira dirinya sudah menyelamatkan dunia padahal hanya melarikan diri karena takut? Ah... Pengecut sinting yang merasa tidak pantas berada dimana pun? Yang mana posisimu sekarang?" tanya Toil.
"Sialan. Kau benar-benar jahat," gumam Jiyong. Lantas mengaku kalau ia ingin sekali memukul Toil, kalau saja pria itu tidak sedang memakai pakaian rawatnya.
"Berhentilah bertingkah," Toil menepuk bokong Jiyong, seolah tengah bicara pada keponakan kecilnya. "Kau bukan lagi remaja pubertas, kecuali kau ingin semua orang meninggalkanmu, mulailah melakukan sesuatu, jangan hanya memberontak, kabur dari rumah seperti anak-anak," susulnya.
"Tsk... Kau bahkan tidak tahu alasanku pergi," Jiyong membalas saran itu dengan sebuah cibiran. Lalu ia langkahkan kakinya, berjalan ke sofa.
"Kenapa kau pikir aku tidak tahu?" balas Toil. "Aku tahu. Aku hanya berharap aku tidak tahu. Tapi Lisa tidak tahu, aku bisa menggantikanmu menikah dengannya, tapi tidak bisa mewakilimu memberitahunya," susulnya, sembari kembali menatap pada layar laptopnya.
Kwon Anna menyetir saat mabuk dan jadi alasan kematian orangtua Lisa, Toil mengetahuinya. Ia sempat bekerja di firma hukum, jauh sebelum mengundurkan diri dan merubah karirnya. Saat itu, Kwon Anna terlibat skandal perselingkuhan. Wanita itu memukul dan mempermalukan wanita yang berselingkuh dengan kekasihnya. Ia dituntut karenanya— penganiayaan. Toil bekerja untuk membela Anna, saat wanita itu tiba-tiba menyinggung Jiyong dalam obrolan mereka.
"Toil-ah, kau tahu bagaimana kabar Jiyong?" begitu awalnya, yang kemudian disusul sebuah cerita. "Terakhir kali aku bertemu dengannya, dia bercerita padaku tentang seks pertamanya. Anak itu benar-benar lucu, sangat menggemaskan. Dia khawatir tentang pendapat gadis yang berhubungan seks dengannya. Dia takut gadis itu akan membencinya, akan marah padanya. Tapi dia juga menyukainya, dia ingin melakukannya lagi, dengan gadis yang sama. Aku mengajarinya minum-minum malam itu, dan ceritanya jadi semakin lucu. Dia terdengar sangat polos malam itu, aku tidak pernah tahu kalau seks pertama, juga bisa sangat manis seperti yang dia katakan. Dia dimabuk cinta malam itu," begitu kata Anna, yang justru membuat Pengacara Ahn mengerutkan dahinya.
"Kapan Jiyong bercerita begitu padamu?" Toil penasaran, sebab ia ingat kalau di malam kecelakaan orangtuanya, Lisa juga membicarakan hal yang sama.
"Kapan ya? Uhm... Aku lupa... Sepertinya, sekitar kecelakaan orangtua Lisa? Semalam sebelumnya, atau beberapa hari sebelumnya," Anna mencoba mengingat-ingat, lalu setelahnya Toil mencari berkas kasusnya. Ia cari apa yang bisa ditemukannya, dan setelahnya ia tahu kalau Anna mabuk saat menjemput orangtua Lisa. Ketika itu, melihat Lisa yang sedang berjuang keras dengan belajarnya, juga magangnya, Toil menunda informasi itu, sampai ia kehilangan momen untuk membicarakannya dan memutuskan untuk merahasiakannya, sepanjang hidupnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Eurydice
FanfictionOrpheus memainkan musiknya di depan Eurydice, membalut sang dewi dalam alunan cinta yang manis. Eurydice mencintai Orpheus karenanya. Mereka jatuh cinta, tenggelam dalam musik paling lembut dan pelukan yang paling nyaman. Begitu bahagia hingga Dewi...