31

221 52 5
                                    

***

Lisa jatuh tersungkur di lantai karena Dahee menariknya. Tubuhnya tergeletak di lantai atap itu, meringkuk dengan tangis menyedihkan yang harus Dahee dengar. Tanpa tahu apa yang sebelumnya terjadi Dahee duduk di sebelahnya, menepuk-nepuk bahu gadis itu, mencoba untuk menenangkannya.

Lama Dahee menemaninya menangis, sampai akhirnya Lisa berhenti dan mulai kembali tenang. Kini, Dahee punya kesempatan untuk menghubungi Toil. Memberitahunya kalau Lisa membuatnya luar biasa khawatir.

"Tunggu lah di sini, Toil akan menjemputmu," kata Dahee, setelah Lisa berhenti menangis dan mau duduk di cafenya.

"Aku benar-benar ingin mati," kata Lisa, menanggapi ucapan Dahee. "Tapi... sialan, rasanya sangat tidak adil kalau aku harus mati seperti ini," susulnya, tanpa memberi Dahee kesempatan untuk menanggapi. "Aku pikir mereka memang menyayangiku. Tapi ternyata semua orang hanya merasa bersalah padaku, tidak seorang pun menyayangiku," ucapnya, yang kali ini terdengar sangat marah.

"Lisa-ya, apa yang terjadi?" Dahee berusaha memahami amarah itu, namun tetap tidak ia temukan petunjuk apapun di sana.

"Eonni, apa kau juga pernah melakukan kesalahan padaku? Katakan saja, aku akan memaafkanmu," balas Lisa. "Daripada menipuku dengan berpura-pura peduli, katakan saja, aku akan memaafkanmu," pintanya, lebih terdengar seperti sebuah perintah.

"Tidak ada," Dahee akhirnya menggeleng. Siapa tahu, kalau ia mengikuti permainan gadis itu, ia bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Lisa. "Aku tidak pernah melakukan kesalahan apapun padamu," tegas wanita itu, yang tidak lagi Lisa bantah.

"Aku punya sebuah cerita menarik," Lisa yang sempat terdiam akhirnya bicara lagi. Ia ingat bagaimana pertemuannya dengan Dahee, Lisa ingat bagaimana dulu Dahee muda dibayar untuk jadi baby sitter-nya. Menemaninya bermain, mengajarinya membaca dan memberinya banyak cerita-cerita bagus.

Dahee duduk di depannya, sekali lagi ia sodorkan segelas teh hangat untuk Lisa. Meminta Lisa menenggak teh yang mungkin dapat menenangkannya itu. Lisa menyesapnya, sedikit. Baru setelahnya Dahee bertanya, cerita apa yang ingin Lisa kisahkan padanya.

"Pagi ini, Lisa bertengkar dengan Jiyong," Lisa berkata seolah sedang menceritakan orang lain. "Mereka bertengkar karena Jiyong terus melarikan diri, tanpa alasan. Lalu seperti dalam drama yang semuanya kebetulan, kebetulan sekali, setelah bertengkar, Lisa ditelpon, ibunya Jiyong ingin bertemu dengannya. Jadi Lisa bertemu dengan ibunya Jiyong. Lalu tiba-tiba, klimaksnya datang! Ibunya Jiyong berlutut di depan Lisa, meminta maaf. Sembari menangis, ibunya Jiyong meminta maaf karena ternyata iparnya yang sudah membunuh orangtua Lisa. Bibi Anna yang membunuh orangtua Lisa. Lucu ya? Padahal selama ini, orangtuanya Jiyong juga Bibi Anna kelihatan sangat menyayangi Lisa."

"Lisa-"

"Tidak, belum, ceritanya belum selesai," potong Lisa. "Bibi Anna yang membunuh orangtua Lisa. Tapi kenapa Lisa tidak mengetahuinya? Bagaimana bisa Lisa tidak menyadarinya? Dasar bodoh. Dia bahkan tidak tahu kalau semua orang bersekongkol membodohinya. Gadis dungu. Jiyong tahu kalau Bibi Anna pelakunya, Toil juga tahu. Ayahnya Jiyong bahkan sengaja membayar orang untuk menyembunyikan fakta itu. Bisa eonni tebak siapa yang dia bayar? Tidak, bukan ayahnya Toil. Ceritanya akan mudah ditebak kalau begitu. Orang yang dibayar ayahnya Jiyong itu, Pamannya Lisa. Pamanku. Adiknya Jung Woosung. Adik ayahku. Tutupi kecelakaan itu, nanti setelah putraku menikah dengan keponakanmu, akan aku bantu kau untuk mengambil alih firma hukum kakakmu-begitu kesepakatannya. Luar biasa kan?"

"Dan Jiyong mengetahuinya?" tanya Dahee, ingin memastikan ia tidak melewatkan bagian apapun dalam cerita itu.

Lisa tidak langsung menjawabnya. Namun gadis itu membenarkan pertanyaan Dahee. "Dan Jiyong memilih untuk menyembunyikan kebenaran itu. Dia memilih untuk pergi, batal menikah denganku, agar ayahnya tidak bisa menepati janji pada pamanku. Setelah itu semuanya selesai? Tidak! Satu-satunya orang yang aku percayai, ternyata mengetahuinya. Toil tahu semuanya. Tapi bajingan itu, memilih untuk merahasiakannya. Bertahun-tahun kami hidup bersama, bertahun-tahun dia melihatku bertemu dengan Bibi Anna, tidak pernah sekalipun dia memberitahuku kebenarannya. Bajingan sialan, dia benar-benar berhasil menipuku! Aku bahkan jadi salah satu pengacara yang membelanya! Aku membela pembunuh orangtuaku sendiri! Takdir konyol macam apa ini?!"

Lisa menoleh sekarang. Melihat ke arah pintu cafe yang loncengnya baru saja berbunyi. Toil berdiri di sana, berdua dengan Jiyong yang kelihatan terburu-buru datang. Melihat dua orang itu, Lisa bangkit dari duduknya. Tidak ia lihat Jiyong ada di sana, sebab sekarang kebenciannya terpusat pada Toil. Pada pria yang amat ia percayai, tapi menipunya. Pada satu-satunya tempat ia bergantung yang tidak lagi bisa ia percayai.

"Lisa-" Toil memanggil, namun Lisa tidak menanggapinya. Hanya Lisa dorong pria itu, memaksa Toil untuk memberinya jalan keluar dari cafe yang kosong itu.

Ia melangkah di trotoar, pergi meninggalkan cafenya dan tentu saja Toil mengejarnya. Jiyong pun akan melakukan hal yang sama, tapi Dahee melarangnya. "Kau akan dapat giliranmu nanti, biarkan mereka bicara lebih dulu," tahan wanita itu, meminta Jiyong untuk tetap duduk di cafenya. Menunggu sampai Lisa selesai meluapkan emosinya.

"Ya!" Toil berseru, mengejar Lisa yang terus berjalan di trotoar. Tidak Toil lihat mobil Lisa di sekitar sana. Entah bagaimana gadis itu bisa berkeliaran di sana. "Ya! Berhenti lah berjalan, sialan!" Toil meraih bahu gadis di depannya. Menarik gadis itu agar berhenti dan berbalik menatapnya. Tapi hal pertama yang Toil dapatkan, justru sebuah tamparan di pipi. Cukup keras hingga menarik perhatian beberapa orang di sana.

Selanjutnya, dua orang itu berkelahi. Bukan berkelahi seperti dalam laga aksi, Lisa berusaha memukul Toil, pria itu ingin menahan pukulannya tanpa membalasnya tapi keinginan itu hampir mustahil. Setidaknya Toil perlu mendorong, atau menjambak Lisa agar gadis itu menjauh darinya. Agar pukulan gadis itu tidak mengenainya.

Pertarungan itu berlangsung sangat sengit. Toil terguling di trotoar, Lisa menindih lalu memukulinya. Pria itu menghindar, balas mendorong, balas membuat Lisa terguling, berbaring di trotoar dan menekan tangannya. "Ya! Berhenti!" suruh Toil, namun alih-alih berhenti, Lisa terus memukulnya, membuat ia ikut tersulut emosi dan balas memukul.

Di trotoar, seorang produser yang pernah dapat penghargaan, bergelut sengit dengan teman serumahnya. Tapi, alih-alih terlihat mengerikan, alih-alih terlihat membahayakan, perkelahian itu justru terlihat seperti sebuah pertengkaran anak-anak. Orang-orang bergerombol, menonton tanpa merasa perlu menelepon polisi. Melihat dengan rasa penasaran yang mengarah pada pertanyaan-apa ini konten YouTube? Dimana kameranya? Jelek sekali akting mereka, sama sekali tidak terlihat serius. Bahkan beberapa anak yang kebetulan menonton bersama ibu mereka, tertawa saat Toil memegangi kaki Lisa yang akan menendangnya. Saat Toil menarik kaki gadis itu dan membuat Lisa harus melompat-lompat untuk mempertahankan keseimbangannya.

"Ya! Kalian berdua!" Akhirnya suara Jiyong muncul. Pria itu berlari dari cafe, yang hanya berjarak tiga toko dari tempat kejadian perkara. Ia menghampiri keduanya, memisahkan mereka dengan wajah serius yang terlihat marah. "Berhenti bertengkar!" bentak Jiyong, berdiri di tengah-tengah untuk melerai dua temannya.

"Sepertinya aku pernah melihat adegan begini," gumam Dahee, dari pintu cafenya. Di matanya sekarang, tiga orang itu terlihat seperti anak-anak. Seperti belasan tahun lalu, ketika Toil dan Lisa bertengkar karena beberapa mainan, lalu Jiyong yang kurus melerai mereka dengan sekuat tenaganya.

***

Eurydice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang