***
Lisa baru saja selesai mandi, saat ia dengar pintu kamarnya di ketuk. Toil tidak akan mengetuk pintunya, pria itu akan langsung masuk atau melompati balkon kalau Lisa mengunci kamarnya. Jadi, Lisa langkahkan kakinya ke arah pintu, membuka pintunya dan melihat siapa yang datang. Jiyong yang datang, dengan sebuah plastik makanan di tangannya.
"Aku harap kau masih suka makanan pedas saat sedih," kata pria itu, menunjukan beberapa makanan yang ia beli lewat kurir pesan antar tadi.
Sekarang sudah tengah malam, dan ini kali kedua Jiyong mengetuk pintu kamar Lisa. Ketukan sebelumnya diabaikan, sebab Lisa yang masih berendam tidak mendengar ketukan itu. Lisa mendorong pintunya, agar terbuka lebih lebar, agar Jiyong bisa masuk ke dalam.
"Aku boleh masuk?" tanya Jiyong, tidak langsung melangkah masuk ke dalam kamar gadis itu.
"Kau mau aku makan di depan pintu?" balas Lisa, menunjuk meja di depan sofanya, menyuruh Jiyong meletakan makanannya di sana sedang ia berjalan ke balkon. Lisa buka pintu balkonnya setelah ia menutup pintu kamarnya.
Meski begitu, Lisa tidak langsung duduk di sofanya. Tidak ia sentuh makanan yang Jiyong bawa, tidak ia persilahkan Jiyong untuk duduk, tidak juga ia usir pria itu dari kamarnya. Lisa berdiri di balkon sekarang, melihat tiga orang berenang di kolam, sedang seorang gadis duduk di tepiannya. Orang-orang itu terlihat senang, mereka tertawa, lalu menyiram air ke wajah satu sama lain. Mereka bersenang-senang di sana.
Setidaknya dua menit Lisa memandangi orang-orang bahagia itu. Lalu, diambilnya tiang pengganti lampu di sana. Dipakainya untuk memukul pintu balkon kamar sebelah. "Apa?" dengan kursi berodanya, Toil muncul. Hanya mendongakan kepalanya, menunjukan wajahnya pada Lisa di batas pintu yang terbuka.
"Kemarilah," suruh Lisa, menggerakkan tangannya untuk meminta Toil datang.
Pria itu mendekat, lantas Lisa menghela nafasnya. Sebelum ia utarakan pertanyaannya. "Apa?" sekali lagi Toil bertanya. Menatap pada gadis yang sama sekali tidak terlihat senang di depannya.
"Kapan kita bisa bicara?" tanya gadis itu, membuat lawan bicaranya langsung menghela nafasnya. Menunjukan dengan jelas ketidak sukaannya.
"Kau ingin bertengkar?" balas Toil dan Lisa menaikan alisnya. Menatap heran pada pria itu.
Bertengkar? Mereka pantas untuk bertengkar. Rasanya Lisa pantas untuk marah. Sangat normal kalau gadis itu mengamuk sekarang. Namun Toil berkata seolah Lisa tidak berhak melakukannya. Seolah Lisa tidak punya hak apapun untuk marah padanya.
"Kau tahu aku tidak suka dimarahi, kau-" susul ketus pria itu, sama sekali tidak membuat situasi jadi lebih baik.
Toil tidak bisa melanjutkan ucapannya, sebab Lisa sudah lebih dulu memukul kepalanya dengan tongkat panjang yang ia pegang. Beruntung karena ada jarak diantara balkon mereka, beruntung juga karena Toil tidak memegang tongkatnya sekarang. Pria itu berteriak, terkejut karena tiba-tiba dipukul. Namun Lisa lanjut memukulnya sekali lagi. Lisa memukul pria itu sampai Toil meraih tongkat yang ia pegang. Menarik tongkat itu, lalu melepaskan tongkat tadi dari pegangan Lisa.
"Ya! Berhentilah memukul!" marah Toil, tidak sampai membalas untuk memukul Lisa dengan tongkatnya.
"Kau bilang, kau tidak suka dimarahi," balas Lisa, tanpa merubah raut wajahnya. Tetap kesal, tetap marah. "Kalau begitu, terima saja kalau aku memukulmu. Besok malam, batalkan semua jadwalmu. Jangan undang siapapun ke rumah, kita perlu bicara."
"Kalau aku menolak? Apa yang akan kau lakukan?" tanya Toil, seolah ingin menantang gadis itu. Ingin tahu senekat apa Lisa akan mengambil keputusannya. Ingin tahu ancaman apa yang akan Lisa berikan padanya sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eurydice
FanfictionOrpheus memainkan musiknya di depan Eurydice, membalut sang dewi dalam alunan cinta yang manis. Eurydice mencintai Orpheus karenanya. Mereka jatuh cinta, tenggelam dalam musik paling lembut dan pelukan yang paling nyaman. Begitu bahagia hingga Dewi...