7

299 70 7
                                    

***

Minggu lalu Lisa sudah membawa mobilnya ke bengkel. Ia sudah habis banyak untuk memperbaiki mobilnya itu. Tapi hari ini mobil itu kembali berulah. Di hari Minggu yang cerah ini, Lisa tidak bisa menyalakan mobilnya. Bukan masalah kalau gadis itu masih di rumah, tapi siang ini mobil gadis itu mogok di tempat parkir supermarket.

"Tolong aku," kata Lisa, tepat setelah Toil menjawab teleponnya. Butuh dua panggilan sampai pria itu menjawab teleponnya.

"Kenapa?"

"Mobilku mogok di supermarket," kata gadis itu, masih duduk di dalam mobilnya sendiri.

"Ya! Ada apa dengan mobil itu? Bukannya sudah dibawa ke bengkel? Itu juga bukan mobil tua, kenapa dia terus bermasalah?" Heran Toil. Mengeluh tapi pria itu tetap berpamitan pada temannya, "aku pergi dulu, mobil Lisa mogok lagi," katanya, pada segerombolan pria yang tengah bermain dengannya.

"Mana aku tahu?" balas Lisa, sama jengkelnya. "Haruskah aku beli mobil baru saja? Menyebalkan sekali!" gerutu Lisa.

"Beli saja, mau aku pinjami uang?" kata Toil, mulai mengemudi untuk pergi menemui Lisa di supermarket. "Augh! Ini hari Minggu! Kenapa mobilmu berulah di hari Minggu?! Jalanan macet sekali sekarang!" gerutu Toil, terus mengeluh.

Lisa ikut mengeluh, mengatakan kalau supermarket juga sedang ramai hari ini. "Harusnya aku tidak keluar hari ini! Bahkan di cafenya saja tidak ada kursi!" gerutu Lisa, sama sebalnya.

"Sepertinya aku akan lama, tunggu di supermarket saja. Belikan aku kopi," suruh Toil, namun Lisa kembali menggerutu, mengatakan kalau ada antrian panjang di cafe dalam supermarket itu. "Kenapa orang-orang keluar di hari Minggu? Dari semua hari, kenapa harus Minggu?! Kenapa harus hari ini?" mereka berdua terus mengeluh. Terus menggerutu, tapi Toil tetap mengemudi ke supermarket, tapi Lisa tetap kembali masuk dalam supermarket itu untuk membeli kopi.

Mereka masih bicara di telepon. Toil mulai menceritakan tentang teman-temannya, dan Lisa balas bercerita tentang rekan kerjanya. Lama obrolan itu berlangsung, sepanjang Lisa mengantri untuk kopinya. Lisa sudah mendapatkan kopinya, akan ia bawa kopi itu kembali ke mobil, namun baru saja ia berbalik, melangkah keluar cafe, sosok pria yang ada di sudut mengejutkannya.

"Ah!" gadis itu berseru, ketika ia rasakan kopi panas mengenai kakinya. Lisa menumpahkan dua kopinya, menjatuhkan tray kertas tempatnya membawa kopi-kopi itu. Sigap seorang pegawai cafe itu membantunya. "Kau tidak akan percaya, Ahn Toil," pelan Lisa. Terus menatap sosok yang duduk tanpa memperhatikannya.

Kwon Jiyong ada disudut cafe, tengah menggambar di bukunya sembari sebelah tangannya memegang sedotan coffee frappe. Sesekali pria itu menyesap minumannya, tapi matanya tetap fokus pada bukunya. Di tengah keramaian itu, Kwon Jiyong seolah tuli. Berada dalam dunianya sendiri, tidak terganggu oleh apapun. Telinganya memang disumpal sepasang earphone, tapi benda itu tidak akan banyak membantu di cafe bising ini.

Suara barista memanggil pelanggannya. Suara ibu memarahi anaknya, suara anak-anak berteriak, orang-orang yang bicara ditelepon seperti Lisa, semua orang sibuk dalam kebisingan masing-masing. Tapi pria itu terlihat tenang di tempatnya, dalam dunianya sendiri.

"Aku pesan yang seperti ini lagi," kata Lisa, pada si pegawai. "Aku menjatuhkan kopinya, akan aku belikan lagi. Telepon aku lagi kalau kau sudah sampai," susulnya, kali ini pada Toil.

Panggilan berakhir, lalu melangkah lah Lisa ke kursi tempat Jiyong berada sekarang. Gadis itu berdiri di belakangnya, memandangi bagian belakang rambut Jiyong, bahunya, punggungnya. Pria itu bertato sekarang, tidak sebanyak Toil tapi Lisa tetap berdecak saat melihatnya— kenapa dua pria itu punya selera yang sama?— herannya.

Dari tempatnya berdiri, Lisa bisa melihat lembar yang sedang Jiyong gambar. Pria itu menggambar seorang wanita, tanpa wajah, tapi punya baju yang luar biasa cantik. Jiyong sedang mengerjakan design-nya, namun Lisa tidak tahu itu. Lisa tidak pernah tahu bagaimana kabar pria itu, sejak Jiyong memutuskan untuk pergi dari rumah. Hilang dalam satu malam, dengan hanya meninggalkan sepucuk surat.

"Akh!" Jiyong mengerang. Langsung memegangi bagian belakang kepalanya, menunduk ke meja, menahan sakit luar biasa di sana. Lisa baru saja memukulnya, tepat di bagian belakang kepalanya.

Kini Jiyong menoleh. Akan memaki siapa pun yang berani memukulnya. Namun saat melihat Lisa di sana, pria itu membeku. Lisa tidak tumbuh seperti bagaimana Jiyong membayangkannya. Awalnya Jiyong membayangkan Lisa hidup jadi seorang designer dengan dandanan nyentrik. Seperti seorang member girlgroup dalam music video lagu-lagu R&B. Terusan ketat berwarna hitam metalik, dengan jaket baseball dan sepatu boots. Atau terusan selutut dengan rumbai-rumbai dan blazer. Apapun yang melambangkan kebebasan.

Lalu saat tahu kalau Lisa jadi pengacara, bukannya designer, Jiyong merubah angan-angannya. Dalam angannya, kini Lisa jadi seorang wanita karir yang cantik dan elegan. Memakai setelan putih dengan sepatu hak tinggi berwarna hitam. Memakai sebuah kacamata yang membuatnya kelihatan cerdas. Blazer berwarna lembut dengan blouse berpita, tipikal wanita karir yang tiap harinya harus pergi ke kantor sembari membawa gelas kopi.

Tapi gadis yang berdiri di depannya sekarang, ternyata tidak berubah sejauh itu. Sama seperti tahun-tahun lalu, Lisa masih memakai celana pendeknya. Celana jeans pendek, yang dipadukan dengan sweater kebesaran, juga sepatu kets. Rambutnya akan diikat, digelung asal-asalan. Ia tidak membawa tasnya, dompet dan handphonenya, semua disimpan dalam saku sweater-nya.

Mereka masih saling menatap. Lisa terkejut melihat Jiyong di sana, dan Jiyong lebih terkejut lagi karena tiba-tiba di pukul. Lama mereka bertukar tatap, sampai handphone Lisa kembali bergetar. "Dimana kau sekarang? Aku ditempat parkir," kata Toil, menelepon Lisa.

"Masih di cafe, cepat ke sini," singkat Lisa, lantas mengakhiri panggilan itu begitu saja. Tapi masih memegang handphonenya, ia potret wajah Jiyong yang terkejut. Langsung mengirimnya pada Toil, sedang yang potret berseru. Kaget karena tiba-tiba dipotret, lalu ingin menghapus fotonya itu.

Lisa membiarkan Jiyong mengambil dan menghapus fotonya, tapi Toil sudah lebih dulu melihat foto itu. Tidak ada gunanya Jiyong menghapus fotonya. Toil datang setengah berlari, tapi di pintu cafe, pria itu menghentikan langkahnya. Lisa menoleh ke arah pintu, melihat Toil yang sekarang datang, melangkah pelan ke arah mereka.

"Ternyata kau disini?" sapa Toil, tersenyum sembari menghampiri Lisa juga Jiyong. Lisa yang masih berdiri di tempatnya, lalu Jiyong yang masih duduk menyamping sembari mendongak untuk melihat gadis di belakangnya.

"Lama tidak-" Jiyong tidak bisa menyelesaikan ucapannya. Sebab Toil sudah lebih dulu memukulnya. Meninju wajah Jiyong, hingga pria itu jatuh tersungkur di samping mejanya.

Orang-orang menoleh karena terkejut. Lisa pun sama terkejutnya dengan mereka. Lisa pikir Toil tidak akan memukul sekeras itu. Toil akan memukul sekali lagi, tapi Lisa sudah lebih dulu menahannya, meraih lengan pria itu, menariknya ke belakang.

"Maaf, kami minta maaf, ini bukan perundang," ucap Lisa, pada pengunjung lainnya. "Sudah, ingat karirmu, bodoh," bisik Lisa, pada Toil yang sekarang ia tarik menjauh. "Kami teman lama, ini hanya cara kami bercanda, kami minta maaf... Maaf sudah mengagetkan," susul Lisa, sesekali membungkuk karena mengejutkan orang-orang di sana.

***

Eurydice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang