52

157 38 4
                                    

***

Mereka sudah makan siang di pusat perbelanjaan tadi. Sudah juga mengemas beberapa pakaian yang mereka beli, memasukannya ke dalam koper baru. Di dalam mobil, Lisa mengemas pakaiannya, sementara Toil hanya duduk menunggu gadis itu selesai. Lisa harus mengemas semuanya, bukan karena Toil suaminya, tapi karena gadis itu perlu menyimpan sebagian barangnya ke koper Toil.

"Kau sudah mengurus paspor, tiket dan lain-lainnya kan?" tanya Lisa, sembari berkemas di kursi belakang.

"Hm... Sudah. Aku beli tiket kelas bisnis, tapi tidak tahu Jiyong akan naik kelas mana," susulnya. "Bagaimana kalau dia membeli tiket ekonomi?" susulnya.

"Yasudah, biarkan saja," santai Lisa. "Kau mau menunggu di lounge bandara atau ke cafe? Masih ada waktu satu jam lagi," katanya, setelah ia selesai berkemas.

"Ke lounge saja," santai pria itu, yang duduk di kursi penumpang bagian depan, sibuk dengan handphonenya. "Aku ingin minum kopi, kau sudah membawa obatmu kan? Kau tidak boleh minum kopi," susulnya.

"Kenapa?"

"Kau akan minum obat tidur nanti. Perutmu bisa bingung nanti, mana yang harus diproses lebih dulu, obat tidur atau kopi?"

"Yang masuk duluan yang pasti di proses duluan, begitu saja kau tidak tahu?" heran Lisa, lantas melompat ke kursi pengemudi dari celah kursi. Duduk di sana untuk mulai berkendara ke bandara.

Mereka tiba dan check in lebih dulu dari pada Jiyong. Duduk sembari minum kopi—Lisa hanya diberi jus jeruk—menunggu diberi izin masuk ke pesawat. Lama keduanya duduk di sana, namun Jiyong tidak juga muncul di ruang tunggu itu. Ketidak hadiran pria itu lantas membuat Toil bertanya-tanya, membuat pria itu penasaran.

"Jiyong hanya naik pesawat ekonomi kan? Bukan membatalkan penerbangannya karena tidak kita antar?" resah pria itu, tiba-tiba khawatir Jiyong akan membatalkan kepergiannya karena berfikir Lisa pasti marah. "Coba hubungi dia, siapa tahu dia tidak jadi pergi karena takut kau marah. Dia bisa saja mengira kau marah karena tidak mengantarnya ke bandara."

"Kau saja yang menghubunginya," santai Lisa, enggan meninggalkan game di handphonenya, hanya untuk menghubungi Jiyong.

"Ya! Cepat hubungi dia," Toil pun sama, enggan meninggalkan gamenya hanya untuk menghubungi Jiyong. "Bagaimana kalau kita pergi ke Paris tapi ternyata dia tidak jadi berangkat? Perjalanan kita ke sana akan sia-sia," bujuknya, setengah memerintah.

"Kita liburan saja berdua kalau dia tidak ikut- ah! Diam! Aku hampir menang," kata Lisa, terus fokus pada permainannya, sampai seseorang memanggil mereka, mengatakan kalau mereka bisa naik ke pesawat sekarang.

Baru setelah bertemu pramugari di pintu pesawatnya, Lisa bertanya pada wanita itu. "Apa ada penumpang dengan nama Kwon Jiyong di penerbangan kali ini?" katanya, yang tidak langsung dijawab sebab pramugari itu perlu mengeceknya lebih dulu.

Sepasang teman dekat itu duduk di kursi mereka. Lisa berada tepat di sebelah jendela, sedang Toil di sisi satunya. Toil mengingatkan Lisa untuk meminum obatnya, sebelum terbang. Lalu tidak seberapa lama, pramugarinya berkata kalau penumpang bernama Kwon Jiyong ada di bagian ekonomi penerbangan itu, tapi pria itu belum duduk di kursinya.

Tidak lama setelah menelan obatnya, Lisa mengantuk. Gadis itu tertidur tidak lama setelah duduk di kursinya. Toil membiarkannya, sibuk dengan urusannya sendiri, membuka-buka majalah yang kebetulan ada di depannya. Dimulai dari pesawat itu lepas landas, sampai pramugari datang menawarkan makanan, Lisa terlelap. Naik pesawat tidak terlalu menakutkan baginya, kecuali saat tempat duduknya berguncang karena cuaca buruk. Tapi untuk berjaga-jaga, Toil tetap menyuruh Lisa meminum obat tidurnya.

Ia bangun saat makanan datang, Toil memesankan steak salmon untuknya, sedang pria itu punya daging sapi di piringnya. "Aku mau daging juga," kata Lisa, tepat setelah membuka matanya dan melihat makanan di depannya. "Tukar setengah," susulnya, masih sembari mengumpulkan kembali nyawanya.

Toil memotong sebagian daging sapinya, mengoper daging itu ke piring di kursi sebelah, lalu mengambil setengah dari ikan milik Lisa. Pria itu sudah makan lebih dulu, sedang gadis di sebelahnya masih sibuk menyadarkan dirinya sendiri. Baru setelah kesadaran gadis itu terisi penuh, baru setelah ia mengigit suap pertamanya, Lisa berucap.

"Sudah bertemu Jiyong di belakang?" tanya Lisa.

"Belum. Aku juga baru bangun tidur," katanya. "Kau mau menemuinya ke belakang?"

"Aku malas berdiri, tapi perlu ke kamar mandi," susulnya, mengaku kalau ia bangun karena harus buang air kecil. Meski kemudian Toil menggodanya, mengatakan kalau Lisa sebenarnya bangun karena mencium bau makanan. "Tsk... Kenapa kau tidak meminta pramugari meng-upgrade tiketnya?" tanya Lisa kemudian, tetap sembari menikmati makanan di depannya.

"Nanti saja, aku harus menggodanya dulu," santai Toil. "Ya. Bagaimana kalau Kwon Jiyong yang ada di belakang, bukan Kwon Jiyong yang kita cari?"

"Pergi dan pastikan sendiri dia ada di belakang atau tidak," balas Lisa, sebab Toil terus ragu, sedari di bandara tadi.

Toil melangkah ke bagian kursi-kursi ekonomi dalam pesawat itu setelah ia selesai dengan makanan dan kudapannya. Bersama dengannya, Lisa ikut berdiri, namun gadis itu hanya pergi ke toilet. Tidak ikut membuat keributan bersama Ahn Toil.

Di pesawat, Jiyong yang terkejut karena melihat Toil. Lebih terkejut lagi saat ia dibawa ke kursi bisnis dan melihat Lisa melambai padanya. Berkali-kali pria itu bertanya, apa yang Lisa dan Toil lakukan di sana, namun tidak ada satupun jawaban yang ia percayai. Lisa dan Toil hanya ingin pergi berlibur. Mereka hanya akan bermain di Paris, berkali-kali mereka berkata begitu, namun Jiyong tidak mempercayainya.

Kecurigaan memenuhi dirinya. Toil meninggalkan pekerjaannya untuk berlibur saja rasanya sudah mustahil dan jadi lebih tidak mungkin lagi ketika Lisa mengizinkan pria itu pergi. Sulit mempercayainya, Lisa benar-benar pergi ke Paris bersamanya, meski ada Toil di sana. Semua yang ia pikir akan baik-baik saja, kini membuatnya kembali khawatir. Orang bilang, Paris penuh dengan cinta. Orang bilang, siapapun bisa jatuh cinta di Paris. Ia hanya akan sakit hati jika Lisa dan Toil jatuh cinta di Paris, tapi bagaimana kalau ia yang justru jadi semakin jatuh? Bagaimana kalau cintanya yang justru bersemi di sana? Membayangkannya saja sudah cukup membuat dada pria itu sesak.

Kalau awalnya Jiyong yang terkejut karena kedatangan dua temannya itu, kini sebaliknya. Sekarang, Lisa juga Toil yang dibuat terkejut. Sangat terkejut hingga tidak bisa lagi berkata-kata. Jiyong membawa mereka berdua ke rumahnya, yang tidak punya tiga kamar.

***

Eurydice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang