38

269 45 2
                                    

***

Toil ditahan agar tidak masuk ke ruang kerja ayahnya. Namun pria keras kepala itu tetap mendorong asisten ayahnya, tetap memaksa untuk menerobos masuk ke dalam. Toil pikir, ia akan melihat ayahnya bersama Lisa dalam ruang kerja itu, namun setelah ia masuk ke dalam, yang dilihatnya justru sang ayah bersama sepupunya, Ahn Bohyun.

Di sofa, sang ayah dengan sepupunya itu tengah duduk berhadapan. Ayahnya kelihatan marah, sedang Ahn Bohyun terlihat sedikit terkejut. Mereka menatap Toil, lalu bertanya kenapa Toil datang, kenapa pria itu muncul dengan sangat tergesa-gesa begitu.

"Lisa-" Toil mengeluarkan kata pertamanya, dengan suara ragu-ragu yang tidak bisa ia tutupi.

"Istrimu ada di ruangannya," jawab sang ayah, mengatakan sesuatu yang harusnya sudah Toil ketahui.

"Ah? Ya, kalau begitu aku akan ke sana," canggung Toil kemudian. Pria itu jadi semakin bingung sekarang.

Toil heran karena ayahnya tidak kelihatan akan memarahinya. Penasaran, apa yang sudah Lisa katakan sampai ayahnya tidak terlihat marah padanya. Padahal normalnya, ayahnya harusnya luar biasa marah karena ia ikut menutup-nutupi kecurangan di perusahaan. Karena ia ikut merahasiakan kerja sama antara pamannya Lisa dengan ayahnya Jiyong. Ikut menyembunyikan kenyataan dibalik kematian sahabat dekat ayahnya.

"Tidak, duduk dulu," tahan sang ayah, membuat pria itu langsung menarik dalam-dalam nafasnya kemudian bergabung dengan Bohyun untuk duduk di sofa tunggal, di sebelahnya. "Lisa memberitahumu tentang pertemuannya dengan Nyonya Kwon?" tanya sang ayah kemudian, membuat Toil menganggukan kepalanya.

"Ya, dia memberitahuku kemarin. Karena itu aku meneleponnya, lalu ke sini," jawab Toil, melirik Bohyun yang tadi ia telepon. Toil menelepon nomor telepon kantornya. Nomor yang sedari dulu ia hafal, meski dirinya tidak tahu kalau Bohyun yang sekarang memakai ruang kerja lamanya itu.

"Bagaimana pendapatmu tentang itu? Aku dengar kau menyembunyikan Jiyong di rumahmu."

"Ya?" Toil kebingungan, namun ia berusaha keras untuk menyembunyikannya. Berusaha untuk menebak-nebak apa saja yang Lisa katakan pada ayahnya. Berusaha untuk bicara persis seperti yang Lisa katakan. "Pendapatku? Untuk apa? Aku bukan karyawan- tidak, tidak... Tunggu sebentar, aku-"

"Kau mabuk?" sela sang ayah, sedang Bohyun menghela nafasnya. Ia senggol lengan Toil, menegur pria yang terlihat ling-lung itu.

Sang ayah keliatan marah sekarang. Sementara Toil bangkit dari duduknya, meminta waktu beberapa menit untuk menyadarkan dirinya. Pria itu pergi, meninggalkan ruang kerja ayahnya. Berjalan menghampiri seorang wanita di meja sekretaris lalu meminta segelas air padanya.

Ada tiga orang di meja sekretaris itu, dua orang wanita dan seorang pria yang tadi menghalanginya masuk. Sekretaris pria yang selama ini selalu mengekor pada bosnya itu bangkit, menghampiri Toil lalu memberinya sebotol obat pengar.

"Aku tidak mabuk," geleng Toil, menolak botol yang diberikan padanya.

Sekarang segelas air diberikan padanya. Ia tenggak habis minuman itu, lalu meminta diberikan segelas tambahan. Toil menghabiskan dua gelas airnya, lalu bertanya, "Pamannya Lisa masih jadi senior associate atau sudah jadi junior partner?" tanya Toil, setelah sekian lama ia tidak mengurusi lagi firma hukum ayahnya.

"Sudah jadi Junior Partner dan bisa naik jadi partner kalau kasus Kwon Anna selesai dengan rapi," kata si sekretaris. "Kemarin malam Pengacara Jung juga menanyakan itu padaku," susulnya.

"Lisa tidak tahu jabatan pamannya?"

"Tidak," sekretaris itu menggelengkan kepalanya. "Dia ingin tahu apa kasus Kwon Anna sekarang berhubungan dengan pamannya atau tidak," katanya.

"Bohyun jadi anak buahnya? Bohyun yang mengerjakan kasusnya, iya kan?"

"Iya," angguk si sekretaris. "Pengacara Ahn yang secara langsung mengerjakan kasusnya, atas permintaan Pengacara Jung—pamannya istri anda."

Toil mengangguk, lantas ia langkahkan kakinya meninggalkan meja sekretaris itu. Ia menghela nafasnya sebelum kembali masuk, membuka pintu ruang kerja ayahnya setelah dirinya siap untuk dimarahi.

"Aku tidak mabuk, aku baru tidur tadi pagi karena semalaman menghibur Lisa," pria itu berbohong, setidaknya ia tidak perlu dimarahi karena dianggap masa bodoh dengan masalah istrinya. "Sebanyak apa yang sudah Lisa katakan padamu, appa? Tidak... Direktur?" sekali lagi ia ragu bagaimana harus menyebut ayahnya di kantor.

Toil sekarang duduk, tepat di sebelah Bohyun lagi. "Aku akan menyelidiki lagi kasusnya," kata sang ayah, secara tidak langsung mengatakan kalau ia sudah mengetahui segalanya. "Aku melarang Lisa untuk ikut campur. Sebagai gantinya, kau yang akan menggantikannya," susulnya, yang ternyata sudah punya rencananya sendiri.

"Berhenti mengerjakan pekerjaan Lisa, bekerja lah sungguhan kali ini," komentar Bohyun, mendesak Toil agar setuju dengan perintah ayahnya itu.

Toil menoleh, menatap sinis pada sepupu di sebelahnya. Lewat matanya, ia suruh Bohyun untuk diam. Namun Bohyun mengabaikannya. "Kau tahu Lisa tidak cocok bekerja di sini, kan? Sampai kapan kau akan membuatnya menggantikanmu di sini? Kau tidak kasihan melihatnya kesusahan di setiap kasus?" kata Bohyun kemudian, mempertanyakan segala yang mengganggunya selama ini.

"Karena itu aku membantu pekerjaannya," balas Toil dengan suara sinisnya yang pelan.

Kini giliran sang ayah yang menghela nafasnya. Sang direktur tidak pernah tahu, kalau putranya masih membantu Lisa selama ini. Ia pikir, semua kasus yang Lisa kerjakan memang hasil kerja keras gadis itu sendiri. Meski begitu, ia memilih untuk tidak berkomentar. Dengan suaranya yang tenang namun tetap terdengar kesal, Direktur Ahn bicara, "kerjakan kasus ini dengan Bohyun. Lalu setelah itu, apapun yang ingin kau lakukan, aku akan membiarkanmu melakukannya. Kalau Lisa ingin berhenti, aku juga akan mengizinkannya," katanya.

"Tiba-tiba?" balas Toil, merasa kalau ayahnya sedang bersikap mencurigakan sekarang. Sang direktur sebelumnya menolak keras pengunduran diri Toil. Ia mempertahankan Lisa di firma hukum itu, agar sewaktu-waktu bisa menarik kembali putranya ke sana. Mengikat putra tunggalnya itu, agar tidak pergi dari Bellis, agar tidak pergi terlalu jauh dari perhatiannya.

"Kau akan melakukannya atau tidak?"

"Akan aku lakukan kalau appa berjanji akan melepaskan kami setelah semuanya selesai. Aku dan Lisa sama-sama tidak ingin berada di kantor ini, kami ingin berhenti. Lisa ingin belajar fashion, kalau appa setuju akan membiarkannya melakukan apa yang dia mau, aku akan melakukan semuanya."

Pembicaraan itu berlangsung lebih lama dari perkiraan Toil. Baru di pukul satu, setelah jam makan siang terlewat, pria itu bisa keluar dari ruang kerja ayahnya. Begitu keluar, ia melangkah ke ruang kerja Lisa. Menerobos masuk ruang kerja gadis itu tanpa mengetuk pintunya lebih dulu.

Beruntung Lisa ada di sana sekarang, baru saja kembali setelah makan siang di kafetaria. Lisa baru saja melepaskan blazernya, baru saja menggantung blazernya di hanger, baru saja melepaskan sepatunya dan baru saja duduk ketika Toil tiba-tiba masuk mengejutkannya.

"Sialan," komentar Toil begitu melihat Lisa duduk di sana dengan segelas kopi dingin di tangannya. "Kau masih bisa minum kopi setelah mendorongku masuk ke neraka?" keluhnya, lantas duduk di sofa kecil dalam ruangan kecil itu. Ia duduk di sana, lalu menaikan kakinya ke atas meja kecil dan mengeluh.

"Siapa yang lebih dulu menyeretku masuk ke neraka? Kau yang lebih dulu melakukannya," balas Lisa, seolah tidak terkejut melihat Toil di sana.

"Aku jadi harus membantu Bohyun karenamu," ketus Toil, tetap ingin menyalahkan Lisa.

"Sepuluh tahun terakhirku jadi terasa sangat menjijikkan karenamu," kata Lisa tidak mau kalah. "Tapi kenapa kau datang ke sini? Aku berencana memberitahumu nanti malam," susulnya kemudian.

"Jiyong pikir kau mati pagi ini, dia menyuruhku memastikan kau benar-benar datang ke kantor," balas Toil. "Ah... Aku lupa menghubunginya, dia pasti resah menunggu kabarmu di rumah. Setelah kabur dari ayahnya, dia benar-benar jadi pengangguran sekarang? Ambil lah cuti selama aku mengerjakan kasus orangtuamu, perbaiki hubunganmu dengannya," katanya, sembari meraih handphonenya untuk menelepon Jiyong.

***

Eurydice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang