48

175 39 2
                                    

***

Lisa menjemput mereka di bar malam ini. Dengan sederet panjang ocehan gadis itu, Toil memejamkan matanya di kursi penumpang bagian depan, sedang Jiyong ada di belakang. Berbaring di kursi panjang itu, memejamkan matanya yang berair. Jiyong menangis dalam tidurnya, sesekali mengigau, mengatakan sesuatu yang tidak bisa Lisa pahami.

"Kalian bilang akan pergi ke rumah sakit tapi justru ke bar?! Augh! Bajingan!" omel Lisa, sama sekali tidak memahami semua ocehan Jiyong di belakang. Tidak juga mendapat respon dari Toil yang memejamkan matanya, menahan pening di kepalanya. Menahan mual di perutnya.

Ber itu tidak seberapa jauh, kira-kira lima belas menit dengan mobil, mereka sudah sampai di rumah. Toil melangkah turun, berjalan lebih dulu masuk ke rumah, lalu muntah di dekat pintu. "Ya! Ahn Toil bajingan! Jangan muntah di sana!" Lisa berteriak, dari tempatnya duduk. Masih mematikan mesin mobilnya. Toil yang muntah di depan pintu, melangkah masuk ke rumah. Sedang Jiyong masih menggumam di belakang.

"Lisa-ya, Toil mengizinkanku membawamu pergi," begitu yang Jiyong katakan, dalam mabuknya, saat Lisa berdiri akan menariknya keluar dari mobil. "Toil bilang, aku boleh membawamu pergi dari neraka, Lisa," ulangnya, kali ini lebih jelas dari sebelumya.

Jiyong masih memejamkan matanya, sementara Lisa memegangi tangan pria itu, ingin menariknya keluar. Tadi di bar, petugas keamanan bar membantunya memasukan Toil dan Jiyong ke mobil, tapi sekarang gadis itu seorang diri. Lisa harus mengurus dua pria mabuk seorang diri di sana.

"Apa yang kau bicarakan, bajingan?! Katakan itu saat sadar!" maki Lisa, menarik-narik Jiyong yang luar biasa berat saat mabuk. Tubuhnya terkulai, lemas seolah tidak ada tulang di sana. Hanya seonggok daging yang harus Lisa angkat masuk ke rumah.

Dengan susah payah, Lisa berhasil membawa Jiyong keluar dari mobilnya, merangkul pria itu, memaksa kakinya untuk bertahan dan tidak tersungkur jatuh. Memapah Jiyong, perlahan-lahan masuk ke dalam rumah sedang Toil sudah berbaring di sofa, bertelanjang dada.

"Buka jendelanya!" teriak Toil, menunjuk-nunjuk pintu kaca di belakang sofa. Merengek memaksa Lisa untuk membuka jendela di sana. Memastikan ada cukup angin yang masuk ke dalam rumah. "Buka jendelanya! Panas! Cepat buka jendelanya!" pinta pria itu, berteriak.

"Augh! Sialan!" kesal Lisa, yang akhirnya mendorong Jiyong sampai pria itu jatuh ke sofa, tidak jauh dari tempat Toil berbaring. Rencananya untuk memasukan Jiyong ke kamar batal karena ocehan dua orang mabuk di sana.

"Toil bilang, Hades mengizinkan Orpheus membawa Eurydice pergi dari neraka, tapi melarang mereka menoleh ke belakang. Dia bilang, aku boleh membawamu pergi, tapi kita tidak boleh menoleh ke belakang," Jiyong terus mengoceh, dengan suaranya yang kadang pelan, kadang sebaliknya. Sesekali menggumam, sesekali juga membentak. Jangankan memahami maksud ucapannya, bahkan menahan emosinya saja Lisa tidak bisa. Gadis itu balas berteriak, setiap kali Jiyong meninggikan suaranya, menyuruh Jiyong diam.

Lisa membuka pintu kaca di rumahnya, karena Toil terus berteriak. Terus menyuruhny membuka jendela. Ia buka sepertiga bagian dari pintu geser itu, lalu meninggalkannya. Pergi ke lantai dua, meninggalkan dua pria yang akan mati kedinginan di ruang tamu.

"Salah mereka sendiri karena mabuk dan merepotkanku," gerutu Lisa sesaat sebelum ia tinggalkan kedua pria itu. Pergi ke kamarmya lalu melihat handphonenya berdering. Jiyong yang meneleponnya.

"Lisa, aku menyukaimu," begitu kata pria itu. "Sepertinya aku sangat menyukaimu. Sangat suka, sampai hatiku rasanya mau meledak. Rasanya sakit sekali, melihatmu tertawa dengan Toil. Rasanya... Rasanya aku... Aku menyukaimu, bagaimana ini? Aku tidak bisa menahannya, Lisa-ya... Bagaimana ini?" pria itu menangis, dalam teleponnya. Terisak, dengan latar belakang suara Toil yang memanggilnya. Suara Toil berteriak meminta Lisa untuk membuka jendela.

Kalau Jiyong tidak mabuk di depannya. Kalau Jiyong tidak mabuk di rumahnya. Kalau tidak ada suara Toil di latar belakang teleponnya, Lisa mungkin akan tersentuh sekarang. Akan ia datangi Jiyong, memeluknya, mengatakan kalau ia pun menyukai pria itu. Namun semua itu hanya pengandaian, Lisa sama sekali tidak tersentuh sekarang.

"Augh! Ya! Berengsek! Katakan itu saat sadar!" sebal Lisa, yang lantas mematikan teleponnya. Melempar handphonenya ke sofa, sedang dirinya kembali naik ke ranjang, akan kembali melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu. Kembali melanjutkan tidurnya yang tertunda karena harus menjemput dua pria tadi.

Lalu, seperti yang sudah Lisa duga saat dirinya mendengar semua ocehan Jiyong semalam—pagi ini, saat bangun dari tidurnya, Jiyong melupakan semua ocehannya tadi malam. Bukan hanya Jiyong, bahkan Toil pun tidak ingat bagaimana mereka bisa pulang tadi malam.

"Kau sudah bangun?" tegur Toil, saat Lisa turun dari kamarnya pagi ini, di pukul delapan pagi.

Toil duduk di sofa pagi ini, baru saja bangun. Sedang Jiyong masih berbaring, sembari memijat sendiri pelipisnya, dengan hidung yang merah, kedinginan. Lisa menggumam untuk menanggapinya. Gadis itu pergi ke dapur, berencana membuat mie instan untuk dua pria mabuk semalam namun mengurungkan niatnya saat di dengarnya ucapan Toil.

"Semalam aku minum-minum dengan bajingan itu sampai mabuk," begitu awalnya. "Tapi untungnya aku masih cukup sadar untuk menelepon supir pengganti. Dia membuatku minum banyak sekali, berengsek. Coba kalau aku tidak bisa menelepon supir pengganti? Kau pasti akan di telepon, lalu kau akan kesal seharian, mengeluh seharian, marah seharian, augh... Aku tidak bisa membayangkannya," kata Toil, yang jadi alasan Lisa membatalkan rencana memasaknya. "Aku hebat kan? bisa membawa bajingan bodoh itu pulang meskipun mabuk? Augh... Ahn Toil, kau benar-benar sempurna," komentarnya, kali ini bangkit dari duduknya, sembari berpegangan ia bergerak berusaha naik ke kamarnya.

"Bagaimana aku bisa pulang semalam? Augh! Dingin sekali! Kenapa rumah ini dingin sekali?!" Jiyong ikut berkomentar. Sembari memeluk dirinya sendiri, pria itu melangkah pergi ke kamarnya. Sesekali Jiyong batuk, sesekali juga ia bersin, terserang flu hanya karena beberapa jam terlelap dengan pintu terbuka.

"Hhh... Sebenarnya apa yang kau harapkan dari mereka, Lisa?" heran gadis itu, pada rencananya untuk membuat sarapan tadi. Pada rencananya untuk memasak tadi.

***

Eurydice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang