part 9

923 52 8
                                    

"Pagi Miss Sarah."

Sarah membuka pintu mobil dan sapaan itu langsung menyambutnya. Sarah melayangkan senyum dan membalas sapaan dari orang tersebut.

"Pagi." Balasnya singkat, lalu Sarah masuk kedalam mobil.

Sapaan seperti itu sudah didapatnya sejak beberapa Minggu yang lalu. Jika kalian penasaran siapa yang memberikan, tidak lain adalah si buaya, Irham. Sejauh ini hubungan keduanya berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan. Meksipun secara teknis mereka berdua masih berstatus sebagai teman, tapi tetap saja siapa yang melihat dapat menyimpulkan selebihnya.

Memang benar jika mereka tidak bisa disebut berpacaran, baik Irham maupun Sarah tidak lagi pernah membahas apa yang tumbuh di hati mereka. Mereka berdua sudah terlanjur nyaman dengan hubungan yang berjalan seperti ini, maka dari itu mereka hanya terus menjalaninya tanpa tau tujuan kedepannya.

"Sudah sarapan?" Irham bertanya, yang langsung mendapat gelengan dari Sarah.

"Aku juga belum, enaknya sarapan apa ya pagi ini?" Irham meminta pendapat dari Sarah. Biar Irham beritahu sesuatu, dia memang sengaja tidak sarapan bersama dengan keluarganya pagi ini, alasannya sudah bisa kalian prediksi sendiri kan ya.

"Bubur aja didepan, enak." Sarah menjawab setelah beberapa detik dihabiskan untuk berpikir.

Irham mengangguk setuju, didepan sana sudah terlihat sebuah gerobak kakek penjual bubur. Irham memberhentikan mobilnya tidak jauh dari gerobak itu, lalu dia pun turun dari mobil. Sarah dengan tenang menunggu didalam mobil saja, dia masih belum melakukan make up rutinnya untuk mengajar.

Tidak terbiasa bagi Sarah mengajar dengan wajah bare face-nya. Terlihat pucat dan seperti tidak ada gairah untuk hidup. Sarah mengambil pouch make up dalam totebag nya dan mulai mengoleskan bedak dan meka up lain di wajahnya.

Tidak butuh waktu lama untuk Irham kembali, laki-laki itu telah masuk kedalam mobil dengan dua porsi bubur yang dibawanya.

Irham tidak segera menyantap sarapannya duluan, melainkan laki-laki itu masih menunggu Sarah menyelesaikan acara beriasnya.

"Warna yang itu aja, cantik buat kamu." Irham mencegah Sarah saat akan memoleskan lipstik di bibirnya.

Sarah melihat ke arah yang ditunjuk Irham dan ternyata adalah sebuah liptint berwarna pink nude yang biasa dipakai Sarah jika hanya untuk touch up saja.

"Yang ini gak bagus?" Sarah menunjuk ke arah lipstik di tangannya, warna yang biasanya dia gunakan untuk ombre.

"Bagus, tapi yang itu lebih cocok." Sarah menimbang-nimbang sejenak, akan mengikuti Irham atau tetap seperti tujuannya semula yang akan membuat warna ombre dibibir.

Akhirnya setelah menimang-nimang lumayan lama, Sarah menutup lipstik dan kini beralih pad liptint yang dimaksud Irham. Sarah mengolesnya di bibir lalu di blend, dan seketika wajah Sarah yang semula berwarna pucat, kini telah terlihat lebih fresh.

"Cantik." Puji Irham dengan senyumnya, mengamati wajah Sarah dengan lamat-lamat.

Sarah yang ditatap dalam waktu cukup lama, menjadi salah tingkah.

"Eh kenapa buburnya gak diamkan." Sarah mengalihkan perhatian. Irham tertawa pelan, dia sadar bahwa Sarah sedang salah tingkah tadi.

Irham menggeleng pelan, lalu dia mengambil bubur miliknya.

"Sengaja, nunggu kamu dulu." Pipi Sarah terasa hangat dan memerah mendengar jawaban Irham. Dia tidak sadar bahwa sedari tadi Irham memperhatikannya yang tengah berbadan, Sarah kira laki-laki itu sibuk menyantap bubur atau apalah, tapi ternyata tidak.

Sarah menyuapkan bubur sembari pandangannya dialihkan kemana saja agar tidak bertatapan dengan Irham. Sarah masih merasa malu. Sedangkan Irham hanya terkekeh melihat kepada Sarah.

Meskipun tau Sarah sedang menghindari bertatapan dengannya tapi Irham malah semakin memfokuskan pandangannya pada perempuan didepannya ini. Tanpa sadar tangan Irham ter-ulur dan mencubit pipi Sarah gemas.

Sarah tertegun, sentuhan Irham dipipinya sungguh hal yang tidak terduga. Sarah terdiam mematung dengan sesendok bubur ditangannya.

"Maaf, kamu gemesin sih. Makanya aku cubit."

"Udah, cepat habisin buburnya. Nanti kamu bisa terlambat." Mendengar itu, Sarah langsung melirik ke arah jam tangannya dan benar saja jam mengajar akan dimulai sepuluh menit lagi dan bubur Sarah masih tidak habis barang separuh.

Sarah membalik badan dan melihat Irham yang telah selesai dengan sarapannya. Astaga seberapa lama Sarah melamun sebenarnya.

"Jalan aja." Seru Sarah menjadi panik. Bahkan dengan buru-buru hendak menghabiskan buburnya. Untung saja Sarah tidak tersedak.

Tepat setelah suapan terakhir berhasil Sarah telan, mobil Irham berhenti di depan gerbang sekolah. Sarah meraih botol air mineral dan meneguknya separuh.

"Nanti aku gak bisa jemput, kamu gak papa kan pulang sendiri." Kegiatan antar jemput Sarah selalu rutin Irham lakukan akhir-akhir ini. Maka dari itulah dia memberitahu bahwa nanti dia tidak bisa jemput Sarah pulang karena hari ini pekerjanya lumayan banyak dan menyita waktu.

"Gak papa kok santai aja." Sarah menjawab, lupa kah Irham jika sebelum dengannya Sarah terbiasa melakukan apa-apa sendiri.
"Aku masuk dulu ya. Makasih sarapannya." Sarah keluar dari mobil dan melambaikan tangannya ke arah Irham sebelum sosok itu menghilang di balik pagar yang akan segera tertutup.

Irham tersenyum, entah sejak kapan dia mulai terbiasa dengan perempuan itu. Bisa dibilang sekarang ini Sarah sudah menjadi morning person sebelum Irham mengawali harinya dengan pekerjaan.

Apakah Irham terjebak dalam menjalankan misinya sendiri? Tapi jika dilihat dari respon Sarah, sepertinya dia akan berhasil.

Hati Irham menjadi bimbang. Haruskah dia tetap melanjutkan hubungannya yang tidak jelas dengan Sarah atau Irham harus berhenti dan benar-benar melupakan kenangan masa lalu yang sayang sekali jika untuk dilupakan.

Suara notifikasi dari handphone Irham berbunyi, terdapat pesan masuk disana.

'Hari ini aku pulang, jemput aku ya di bandara.'

Isi pesan tersebut berasal dari Divya. Kalian penasaran dengan sosok Divya?

Keraguan kembali menyerang Irham. Otaknya mengatakan bahwa dia harus menghentikan hubungannya dengan Sarah dan kembali pada jalan yang benar tapi hatinya berkata sebaliknya.

Divya, sosok yang sudah satu tahun ini menjadi tunangannya. Irham tidak tau perasaan apa yang dimilikinya untuk Divya, tapi yang jelas Irham sayang pada Divya. Tapi saat bersama dengan Sarah, Irham merasakan hatinya berdebar dan ada rasa tidak rela saat melihat Sarah dengan laki-laki lain.

Pada Divya Irham tidak seperti itu, pekerjaan Divya sebagai model membuat perempuan itu diharuskan berinteraksi dengan lawan jenisnya. Bahkan tidak jarang Divya melakukan photoshoot mesra dengan partner nya dan Irham sama sekali tidak merasa keberatan akan hal itu.

Irham menguyar rambutnya frustasi. Bingung akan melangkah kemana, dia terlanjur nyaman dengan keberadaan Sarah dalam hidupnya. Dan berat bagi Irham jika harus kembali kehilangan perempuan itu.

Pertemuannya kembali dengan Sarah, bagaikan air di tengah gurun pasir dalam hidup Irham. Kehampaan yang selama ini dirasakan Irham seakan menguap begitu saja.

Harus kah? Apakah tidak ada cara lain selain menghilangkan Sarah dari hidupnya?

To be continued

Back or GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang