part 29

961 63 1
                                    

"Makasih mas." Ucap Sarah sebelum keluar dari mobil Randi.

Mereka berangkat bersama hari ini, bertiga dengan Leta juga. Pertama mereka mampir dulu kerumah Pak RT untuk melapor sekaligus meminta izin Sarah menginap dirumah Randi.

Setelah itu mereka mengantarkan Leta ke sekolahnya dan berakhir Randi mengantar Sarah. Sudah seperti keluarga cemara kan mereka ini. Membayangkannya membuat Sarah bergidik geli.

Bukannya Sarah ilfeel, Sarah hanya geli saja membayangkan dia menikah dan langsung mendapatkan seorang anak. Eh kenapa bisa berpikir sejauh ini sih.

Sarah mengetuk keningnya sekali. Bisa-bisanya dia sudah berpikir terlampau jauh. Padahal belum tentu juga semua itu terjadi.

Sarah melambaikan tangannya mengiringi kepergian mobil Randi. Baru setelah mobil itu melaju, Sarah membalikkan badannya hendak memasuki tempat dia bekerja.

Tapi panggilan yang berasal dari belakangnya membuat Sarah urung. Sarah tau suara siapa itu.

Siapa lagi jika bukan Irham. Sudah tiga hari ini atensi Irham hilang dari Sarah, dan nyatanya Sarah kini tidak merasakan pengaruh apa-apa lagi tentang hal itu.

Sarah benar-benar fine, jika Ilham tidak ada ya biarkan saja suka-suka laki-laki itu.

"Aku tadi ke kost kamu, tapi kata tetangga kamu udah gak tinggal disana lagi."

"Iya aku pindah, ada masalah di kost lama." Irham mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti. Tapi dia tidak ingin mengorek masalah apa yang dimaksud Sarah.

"Pindah kemana? Nanti aku antar ya pulangnya." Sarah gelagapan. Dia memutar otaknya untuk menolak tawaran Irham.

"Gak usah, nanti aku udah ada janji sama temen." Sarah tentu saja tidak ingin Irham mengetahui bahwa untuk sementara ini dia tinggal di rumah Randi. Bisa geger Irham nanti jika sampai mengetahuinya.

"Sama dia lagi?" Irham bertanya dengan lirih dan menatap Sarah dengan pancaran kekecewaannya.

Sarah menunduk, bagaimanapun dia tetaplah Sarah yang seperti ini. Selalu merasa tidak enakan pada orang-orang. Bahkan terhadap kesalahan yang tidak dilakukannya sekalipun.

"Kamu tadi sama dia kan?" Irham mencerca lagi. Sarah tetap bergeming, tanpa menjawabnya pun sepertinya Irham sudah tau kebenarannya.

Ya bagaimana, Sarah tidak ingin banyak orang tau mengenai masalahnya. Cukup Randi dan Leni saja, juga Arini. Sarah sudah menceritakan alasan kepindahannya pada Arini, dan Sarah meminta Arini untuk lebih hati-hati lagi jika tetap tinggal disana.

"Oleh-oleh buat kamu." Irham mengangkat paperbag yang sedari tadi ditentengnya, dan memberikannya untuk Sarah.

Sarah menerima, mengambil alih paperbag dari tangan Irham dan tidak lupa mengucapkan terimakasih.

"Aku pergi dulu." Irham berbalik, masih bisa Sarah lihat pancaran kekecewaan dari sorot matanya. Sarah pikir, Irham kecewa dengan dirinya karena berdekatan dengan laki-laki lain sedangkan Sarah tau sendiri perasaan Irham padanya seperti apa.

Ya dia bisa apa, semua yang terjadi didasarkan keadaan. Lagipula seharusnya jika memang Irham serius dengan dirinya, laki-laki itu tidak boleh seperti ini. Justru harusnya Irham lebih terpacu untuk membuktikan cintanya pada Sarah. Bukan malah terlihat menyedihkan seperti ini.

"Irham." Panggil Sarah sebelum Irham melangkah meninggalkan dirinya.

"Maaf." Ucap Sarah setelahnya. Entah meminta maaf untuk apa Sarah juga bingung.

Maaf telah membuat laki-laki itu kecewa kah atau maaf karena kehadiran Irham sudah sama sekali tidak berarti apa-apa untuk Sarah? Apa mungkin posisi Irham dihati Sarah sudah terganti dengan kehadiran Randi?

Sarah juga belum tau, dan belum bisa memastikan. Biarlah waktu yang menentukan jawabannya.

• • •

"Gimana semalam?" Belum juga Sarah mendudukkan dirinya di kursi kedudukan, dia sudah dicecar pertanyaan yang berasal dari Leni.

"Gak gimana-gimana." Jawab Sarah cuek. Ya mau jawab apalagi, kenyataannya memang tidak terjadi sesuatu yang fantastis kan.

Sarah meletakkan tasnya di atas meja. Lalu dia duduk di kursi dan memeriksa kembali buku-buku yang berada di atas meja.

Leni menarik kursi yang entah milik siapa itu, tapi yang jelas berada paling dekat dengan Sarah.

"Jadi gimana dapat gak kost-annya?" Sarah menghadap Leni dan menghembuskan nafasnya. Lalu dia menggeleng pelan.

Leni tercekat, jika Sarah tidak mendapatkan tempat baru apa mungkin kembali tinggal di kost yang tidak aman lagi itu. Membayangkan saja Leni merasa kasihan, apalagi Sarah sendirian. Pasti semalaman tidur temannya ini tidak nyenyak karena selalu dibayang-bayangi kejadian buruk.

"Lo semalam tidur di kost lama?" Leni bertanya dengan pelan, hanya untuk sekedar memastikan.

Pandangan mata kedua perempuan itu bertemu. Sarah tidak langsung menjawab melainkan dia masih menimbang terlebih dulu, harus jujur kah atau sebaliknya.

"Kenapa gak dateng ke rumah aja sih. Daripada Lo disana kan, gak aman Sarah." Leni berusaha agar suaranya tidak terdengar keras. Sebagai teman yang baik, tentu saja dia tidak ingin jika sampai masalah Sarah terumbar.

Sarah meraih kedua bahu Leni agar perempuan itu memfokuskan diri padanya. Sarah bisa melihat raut wajah kekhawatiran yang terpampang disana.

Tidak ada cara lain selain menceritakan apa yang terjadi. Sarah juga tidak tega jika melihat Leni yang terus khawatir padanya. Sarah merasa dia sudah cukup merepotkan Leni.

Sarah membuka suaranya dan mulai menceritakan kejadian sejak Leni pulang malam tadi, hingga alasan dia bisa berkahir di rumah seorang duda anak satu.

Mata Leni yang semula sendu kini berubah menjadi membola, tentu dia terkejut. Ternyata kisah hidup temannya ini sudah mirip dengan kisah fiksi yang sering dibacanya.

Leni membekap mulutnya agar tidak berteriak. Entah ini wajar atau tidak tapi yang pasti Leni sangat gemas dengan kisah asmara temannya.

"Terus terus." Leni meminta pada Sarah untuk lanjut bercerita. Sudah sejauh ini ternyata hubungan Sarah dan Randi.

Sarah memutar bola matanya malas. Reaksi Leni sungguh tidak terduga bagi Sarah.

Sarah pikir Leni akan terkejut dan setidaknya sedikit lega karena temannya mendapat tempat tinggal yang aman. Ya meskipun tidak aman-aman banget, jika Randi khilaf bisa lebih dari bahaya mereka.

"Gak ada terus-terusan, bantu cari kost ya nanti. Biar gue lebih cepat pindah juga."

"Ih kenapa buru-buru, bukannya enak ya serumah sama pak duda." Nah kan, Leni sudah mulai gila rupanya.

Sebenarnya ini siapa sih yang sedang kasmaran pada Randi. Padahal Sarah yang diberi perhatian langsung tidak sampai kegirangan seperti ini.

"Enak apanya. Gak bisa lama-lama gue disana, yang ada nanti para tetangganya mas Randi berprasangka yang enggak-enggak."

Sarah berbalik, tidak lagi menghadap Leni. Bel tanda kerja mulai berbunyi, Sarah mengambil buku-buku muridnya dan berdiri meninggalkan Leni yang masih terpaku ditempatnya semula.

"Nanti gue temenin, tapi ceritain lagi dong."

Leni ini tidak sadar tempat apa ya? Bisa-bisanya dia berteriak seperti ini. Sarah mendelik ke arah temannya itu. Tapi bukannya takut Leni malam terbahak puas.


To be continued

Cuma mau ngingetin aja kalau mau baca cepat bisa langsung di KaryaKarsa. Disana udah sampai part 50 btw dan dikit lagi ending.

Aku gak maksa kalian loh ya, ini cuma buat yang minat aja dan malas buat nunggu.

Di Wattpad bakal tetap di upload sampai ending juga kok tenang aja. Tapi kalian sabar aja nungguin aku update pokoknya.

Terimakasih

Back or GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang