part 50

464 63 1
                                    

Sarah meremas-remas jarinya, itu menandakan bahwa dia sedang banyak pikiran saat ini.

Terhitung sudah ini H-7 menuju pernikahan. Seluruh keluarganya sudah berada di Jakarta, lebih tepatnya disebuah rumah yang disewakan oleh Randi selama keluarga Sarah berada disini. Dan Sarah juga ikut menginap ditempat tersebut.

Ibu datang membawakan susu hangat untuk Sarah. Bisa Ibu lihat putrinya yang sedang gugup saat ini, tanpa perlu bertanya Ibu sudah mengetahui alasannya karena pernah merasakan berada di posisi yang sama.

Ibu meletakkan gelas dengan pelan di atas meja. Lalu Ibu mendudukkan dirinya di samping Sarah. Ibu meraih tangan Sarah dan menggenggamnya dengan hangat, senyum tulus dia berikan untuk anaknya yang sebentar lagi akan berstatus sebagai istri orang.

"Kenapa?" Ibu bertanya dan dengan nada terlembut yang dimilikinya. Wajah Sarah terlihat resah, kemudian Sarah menggeleng pelan.

"Mikirin apa?" Ibu bertanya lagi dengan nada yang sama. Tapi Sarah tetep menggeleng.

"Nggak tau Bu, tiba-tiba aja kok jadi resah gini ya." Mata Sarah berkaca-kaca saat mengatakannya. Jujur saja dia juga tidak tau apa yang sedang ada di dalam otaknya saat ini.

Mulanya Sarah baik-baik saja, seperti biasa. Tapi kemudian entah diterpa angin apa, Sarah tiba-tiba terpikirkan dengan acara pernikahannya nanti dan berkahir dia menjadi resah sendiri.

Ibu mengulurkan tangannya dan membawa Sarah masuk kedalam pelukan, tangan Ibu mengusap-usap punggung anaknya penuh kasih.

"Cerita sama Ibu, Ibu pasti dengerin Sarah." Sarah membalas pelukan Ibu dan menenggelamkan dirinya ke dalam pelukan Ibu sedalam-dalamnya. Air matanya mulai mengalir, dan isakan pelan terdengar disana.

"Aku gak tau Bu. Tadi aku baik-baik aja kok, tapi tiba-tiba aja jadi resah kepikiran acara nanti terus."

Ibu menumpukan kepalanya di atas Sarah dan dia mengangguk-angguk dengan paham. Tangan Ibu naik, mengusap bagian belakang kepala Sarah.

Wajahnya sedikit Ibu turunkan dan mengecup kening putrinya dengan sayang.

"Itu wajar, nak. Sebagian orang akan merasakan itu menjelang hari pernikahan."

"Kenapa aku ragu ya Bu sekarang? Padahal sebelumnya aku gak kayak gini." Sarah menceritakan keanehan yang terjadi padanya akhir-akhir ini.

Keraguannya sekarang ini sudah sangat terlambat, dan tidak akan berpengaruh apapun untuk acara nanti.

Undangan sudah disebar luaskan, dan vendor pun sudah siap semuanya. Pernikahan Sarah, pernikahan impiannya dengan laki-laki yang dicinta. Seharusnya sudah tidak ada kata ragu lagi, semua persiapan sudah mantap. Kenapa rasa ini baru datang sekarang?

"Banyak-banyak sholawat ya. Ini namanya cobaan pernikahan. Nikah itu ibadah, nak. Dan sekarang ini setan sedang menghasut kamu. Kamu jangan mau kalah sama setan, kamu harus yakin."

"Mungkin dulu emang agak berat melepas kamu buat Randi. Tapi benar apa yang kamu katakan sama Ibu, setalah bertemu orangnya secara langsung Ibu bisa yakin gitu aja. Randi laki-laki baik, dan Ibu yakin dia bisa imam yang baik buat kamu."

"Selalu berdoa terus ya. Jangan mau kalah dengan hasutan setan."

Ibu menasehati Sarah dengan panjang lebar. Tangannya dengan senantiasa mengusap punggung Sarah dengan lembut.

Ibu mendorong kepala Sarah, dan melepas pelukan keduanya. Ibu mengusap air mata Sarah yang masih saja keluar.

"Jangan nangis lagi ya, sekarang tidur yuk, Ibu temani."

Sarah mengangguk, dia pun menghapus sisa-sisa air mata dan memposisikan dirinya untuk berbaring dengan Ibu yang berada disampingnya.

Sebentar lagi, mungkin hal seperti ini tidak akan pernah Sarah rasakan lagi. Mungkin Minggu ini adalah kesempatan terakhir Sarah untuk bermanja-manja dengan keluarganya.

Setalah itu, tidak akan lagi Sarah rasakan bagaimana hangatnya malam jika dihabiskan dengan Ibunya. Sarah sudah akan bersuami, dan pastinya harus tidur dengan suaminya.

Sarah tidak ingin menyia-nyiakan malam ini. Sarah ingin tertidur dalam pelukan hangat yang selalu sukses untuk menenangkannya dikala sedang bimbang seperti ini.

"Sebentar lagi kamu akan jadi istri orang sekaligus Ibu dari anaknya. Ibu harap kamu bisa menjadi Ibu rumah tangga yang baik."

"Kalau sudah jadi istri, kamu harus mengurus semua kebutuhannya nak. Ibu tidak menyarankan kamu untuk mempekerjakan ART, bukan Ibu berpikiran kolot atau bagaimana tapi sudah tugas istri melayani suaminya dengan baik. Jangan sampai tugas-tugas kamu nantinya dikerjakan oleh ART."

Sarah mengangguk. Dari awal juga dia tidak ada pikiran untuk memperkerjakan ART, Sarah masih sanggup untuk mengurus rumah dan keluarganya sendiri. Apalagi dia akan tinggal dengan Ibu mertuanya yang baik, sepertinya pekerjaan rumah akan lebih mudah nantinya.

"Kamu juga harus ingat kalau kamu menikah dengan duda yang sudah memiliki anak. Setelah kamu menikah, Leta juga akan jadi anak kamu. Kamu harus menyayangi dia seperti anak kamu sendiri, meksipun jika nanti kamu memiliki anak sendiri, jangan buat Leta merasa berbeda. Perlakuan dia seperti dia anak kandung kamu ya."

"Iya Bu. Aku udah anggap Leta seperti itu kok, Sarah sayang Leta. Mungkin jika bukan karena Leta juga aku gak akan sampai menikah dengan Mas Randi."

Sarah tersenyum membayangkan kejadian waktu awal-awal mereka dekat. Tidak bisa dipungkiri bahwa Leta berperan besar dalam hubungan mereka saat ini.

"Dulu aku tuh takut gitu Bu sama Mas Randi. Kayak, apa sih ini orang kok gini banget ya? Aku kan risih gitu dideketin apalagi waktu itu kan aku belum move on dari mantan aku."

"Bahkan aku kepikiran buat jangan sampai ketemu Mas Randi lagi loh Bu. Sampai gak tau gimana ceritanya tiba-tiba aja Mas Randi bilang dia suka sama aku, dan mau serius. Mas Randi minta kesempatan dan akhirnya aku kasih. Dan ya gini lah kita sekarang."

Sarah bercerita tentang masa-masa pendekatannya dengan Randi. Rupanya bernostalgia sedikit bisa membuat perasannya jauh lebih baik.

"Lucu ya cerita kamu. Tapi ngomong-ngomong sekarang udah move on dari mantan kan?"

"Ya udah dong Bu. Bukan mantan sih, kita gak pernah pacaran kok selama ini, tapi saling suka aja."

"Terserah apalah namanya. Yang penting sekarang kamu udah move on dan udah benar-benar fokus sama Randi aja."

"Iya dong, kalau aku masih tolah-toleh gak jelas gak tau diri namanya. Masa udah dipertemukan dengan yang mapan, serius, bisa terima kamu apa adanya masih aja mau cari yang lain. Ya nggak dong, pokoknya Mas Randi aja."

Ibu terkekeh mendengar celotehan Sarah.

"Udah tidur, besok kamu masih harus kerja juga kan."

Ibu menarik Sarah agar semakin erat dalam pelukannya. Tangannya mengusap naik turun dipunggung Sarah. Dan hal itu menciptakan kenikmatan tersendiri, hingga akhirnya sukses membuat Sarah memejamkan matanya dengan tenang.

Ibu menatapi paras ayu putrinya ini.
"Semoga Randi selalu bisa buat kamu bahagia nak. Ibu tau selama ini kamu banyak pikiran buat bantu keluarga kita."

"Sekarang sudah ada yang akan mendampingi hidup kamu. Sekarang waktunya kamu bagaimana nak."

Mata Ibu berkaca-kaca, siap menumpahkan air matanya. Rasa bersalah karena harus mengorbankan putrinya berjuang sendiri masih melekat di hatinya.

Tapi akhirnya Ibu juga senang tiada tara saat melihat putrinya yang akan segera menikah, setidaknya Sarah akan memiliki seseorang yang akan selalu menjaganya dan memenuhi kebutuhannya.

Back or GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang