Hampir dua jam waktu yang dihabiskan Sarah selama berada di ruangan Randi. Dan dalam kurun waktu tersebut dia merasa kebosanan sendiri, tidak ada yang menarik dari ruangan ini sama sekali, tidak ada juga yang bisa dirinya ajak bicara.
Ada sih di luar, para staf divisi yang dipimpin Randi tapi kan mereka sedang sibuk bekerja mana mungkin Sarah tega untuk mengajak salah satunya untuk bercengkrama menemaninya.
Karena kebosanan itu juga lah beberapa kali Sarah merasakan ngantuk tapi dia tidak ingin tidur. Perut Sarah pun berbunyi, menandakan bahwa ingin segera diisi.
Kenapa harus sekarang sih, tadi saja saat Randi menawarkan untuk membeli makanan dulu, perutnya malah masih terasa sangat kenyang. Tapi sekarang malah balik mengkhianati Sarah.
Sarah bukan salah seorang yang bekerja disini, jadi dia tidak tau seluk beluknya dan juga merasa tidak bebas untuk berkeliaran karena ini bukan daerah bermainnya.
Mengingat ke-famousan calon suaminya yang ada nanti Sarah bisa-bisa dihujat lagi jika bertemu mbak-mbak di meja resepsionis tadi.
Atau jangan-jangan Sarah bisa diusir oleh security, tapi itu sepertinya tidak mungkin juga sih. Tapi bisa saja kan? Siapa yanyqkqn menyangka?
Karena tidak ingin menanggung malu, maka Sarah lebih memilih untuk berdiam diri saja menunggu hingga Randi datang padanya.
Tangan Sarah mengelus perutnya yang keroncongan, meminta untuk segera diisi.
Tapi apa daya ternyata gerak-geriknya disalah artikan oleh orang yang baru saja membuka pintu. Salah satu rekan Randi berada disana, berjalan dengan sopan menuju Sarah dan meletakkan secangkir teh untuknya.
"Diminum, Bu. Kasihan adik bayinya." Ucapnya dengan cengiran yang tidak berdosa.
Sampai membuat Sarah terkejut sendiri dengan persepsi perempuan yang terlihat seumuran dengannya. Dengan refleks Sarah melambaikan tangannya didepan dada, memberitahu bahwa yang dikatakannya tidak benar.
"Saya gak hamil kok Mbak." Sarah meluruskan, tidak ingin kesalah pahaman ini berbuntut ke belakang. Duh bisa tercemar nama baik Randi dan dirinya jika sampai gosip ini didengar orang.
"Maaf saya kira tadi elus-elus perut karena itu." Perempuan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Saya cuma agak laper aja tadi."
"Oh Ibu laper? Mau saya anterin ke kantin? Atau mau saya belikan makanan saja?"
Entah apa motif perempuan ini berbaik hati dengan Sarah. Padahal mereka kan tidak saling kenal.
"Tidur perlu Mbak, kira-kira Mas Randi kapan ya selesai meeting nya?"
"Saya juga kurang tau Bu, tapi kayaknya sebentar lagi juga selesai."
Jujur Sarah merasa tidak nyaman dengan panggilan yang digunakan untuk nya. Tapi mau protes juga dia merasa bagaimana gitu, takutnya dia dibilang banyak mau.
"Ya sudah, terimakasih ya Mbak teh nya."
Perempuan mengangguk dan dia pamit undur diri dari hadapan Sarah. Baik sih, tapi karena Sarah tidak mudah akrab dengan orang lain membuat dia masih merasakan kecanggungan diantara mereka.
Jujur Sarah ingin keluar dari ruangan yang membelenggunya ini dan ikut bercengkrama dengan yang lain di luar sana. Tapi Sarah tidak se ekstrovert itu, dia juga bukan golongan dari mereka.
Apa jadinya nanti jika mereka saling berkeluh kesah tentang pekerjaan, Sarah harus menanggapi bagaimana? Dia saja tidak pernah merasakan susahnya pekerjaan mereka. Yang bisa Sarah lakukan kini hanyalah berdoa supaya Randi bisa cepat selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back or Go
RomanceSarah dihadapkan pada dua keadaan, dimana dia diharuskan untuk memilih. Kembali ke masa lalu dan memulai hidup dengan laki-laki dari masa lalunya, taukah Sarah harus pergi dan memulai hubungan baru dengan orang yang baru hadir dalam hidupnya? Sarah...