part 52

1K 77 6
                                    

Sarah terharu, air matanya hampir saja menetes jika dia tidak segera menyekanya dengan tisu. Bisa malu seumur hidup jika dalam acara ini dia menangis, makeup nya bisa bisa luntur dan tidak cantik lagi. Kasihan para MUA yang sudah susah payah meriasnya jika akhirnya Sarah meneteskan air mata juga.

Sarah mengamati banyak tamu yang datang ke hari pernikahannya, sanak keluarga terlihat bahagia atas pernikahan yang sedang berlangsung ini. Tidak terkecuali kedua mempelainya.

Hari ini adalah hari pernikahan Sarah dan Randi, hari yang sudah ditunggu-tunggu oleh keduanya. Dan ya kini mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri yang akan mengarungi bahtera rumah tangga bersama.

Sarah menoleh ke arah sampingnya, dimana Randi sedang duduk. Tubuhnya yang jangkung terlihat sangat tampan saat mengenakan tuxedo seperti ini.

Suami Sarah ini memang tampan. Akhirnya, Sarah bisa menyematkan panggilan itu secara resmi untuk Randi.

"Kenapa?" Randi bertanya saat melihat mata Sarah yang berkaca-kaca. Tangannya terulur untuk meraih tangan Sarah dan menggenggamnya dengan erat. Randi sempatkan untuk mengecupnya sekilas.

Mendapat perlakuan seperti itu bukannya mereda, malah perasaan Sarah makin tidak keruan. Satu tetes air mata berhasil lolos dari pelupuknya.

Randi meraih tisu ditangan Sarah dan menghapus air mata itu pelan, sangat hati-hati agar tidak merusak makeup Sarah.

"Jangan nangis ya, nanti makeup kamu luntur." Randi mengerti bahwa Sarah tidak sedang menangis sedih. Istrinya ini hanya terharu saja.

Randi melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Sarah dan menariknya agar duduk merapat dengan dirinya.

"Mau minum?" Randi menawarkan dan saat mendapatkan anggukan dari Sarah, Randi segera mengambil botol air mineral di sampingnya dan mengerahkan sedotan kepada Sarah.

Sarah meminumnya hingga beberapa teguk,  dia sampai lupa dan baru sadar sudah beberapa jam tidak meneguk air. Hah, rasanya sangat lega saat tenggorokannya sudah tidak kering lagi.

"Lapar?" Randi bertanya lagi, Sarah menggeleng. Masih banyak tamu yang berdatangan, dan rasanya sangat tidak etis jika mereka makan sekarang.

"Nanti aja." Randi mengangguk saja.

Tidak lama setelah itu, terdapat gerombolan orang yang menaiki altar, mendekat ke arah Randi dan Sarah. Dan ternyata mereka adalah orang yang berada di devisi Randi.

Dengan sigap Randi membantu Sarah untuk berdiri, satu persatu rekan Randi menyelami dan memberi selamat pada keduanya.

Sarah dan Randi berterimakasih dan senyum tidak lepas dari wajah keduanya. Mereka turun dari altar sambil berbisik pelan, tapi Randi dan Sarah masih bisa untuk mendengarnya.

"Kapan lagi kan liat Pak Randi senyum lebar kalau gak sekarang ini." Mendengar itu dari rekan Randi Sarah langsung saja menatap ke arah laki-laki yang menjadi suaminya ini, meminta penjelasan apakah itu benar atau tidak.

Yang diketahuinya tempo lalu, Randi ramah pada para rekan kerjanya.

"Emang Mas jarang senyum kalau di kantor?" Sarah bertanya dengan penuh minat dan sangat penasaran.

"Gak juga." Jawab Randi malas-malasan, sudah sering kali dia mendengar bisik-bisik seperti ini, tapi ya mau bagaimana lagi dia tidak bisa menutup mulut setiap orang yang membicarakan dirinya dibelakang.

"Tapi kok mereka bilang gitu?"

"Ya itu pendapat mereka saja. Lagipula memang ada peraturan harus kerja sambil senyum terus gitu? Capek."

Back or GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang