part 18

868 61 1
                                    

Suasana didalam mobil tidak kalah mencekamnya dari saat di dalam restoran tadi. Mobil yang telah melaju di jalanan itu hanya diisi dengan keheningan.

Irham seakan berubah, laki-laki itu menjadi dingin. Membuat Sarah menjadi kikuk untuk membuka suara terlebih dulu.

"Dia siapa?" Pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Irham, tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalanan.

"Siapa? Mas Randi?" Sarah balik bertanya, terdengar decakan pelan Irham saat mendengar panggilan Sarah untuk saingannya.

Ya, saingan. Mulai detik dimana dia berbicara dengan Randi, Irham telah menetapkan bahwa mereka adalah rival dalam memperebutkan Sarah.

"Ya. Dia siapanya kamu?"

Sarah terdiam sejenak, dia juga sebenarnya tidak tau hubungannya dengan Randi. Dibilang teman, tapi mereka tidak seakrab itu. Entahlah, begitu membingungkan hal yang terjadi akhir-akhir ini padanya.

"Kita cuma teman aja kok. Kemarin aku ikut teman aku ngedate tapi malah ketemu sama Mas Randi." Entah apa yang mendasari Sarah untuk menjelaskan hal tersebut.

"Double date huh?" Irham mendengus kencang, hingga Sarah bisa mendengarnya. Sarah menatap wajah laki-laki disampingnya yang terlihat kesal sekali.

Sarah bingung, sebenarnya Irham kesal untuk apa? Sedangkan mereka hanyalah teman, dan tidak memiliki hubungan yang lebih.

"Nggak, aku cuma temenin aja." Sarah menyangkal tuduhan Irham yang sangat tidak jelas.

"Kalian dekat?" Irham mencerca Sarah dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk dalam otaknya.

"Nggak, kita aja baru dua kalinya ketemu kok. Dekat dari mana coba." Sarah menjawab dengan nada yang sudah mulai kesal.

Irham ini terlihat seperti seorang pacar yang tengah cemburu saja melihat pacarnya didekati laki-laki lain. Posesif juga ya ternyata laki-laki ini.

"Tapi kamu kelihatan udah akrab banget ya sama anaknya." Irham berkata dengan sinis.

"Ya kan kamu tau aku kerjanya sama anak-anak. Pasti udah biasa lah aku ngehadapin anak-anak kayak Leta."

"Dia suka kamu." Irham berucap dengan penekanannya. Dan Sarah tau itu, cuma dia berusaha menyangkalnya saja. Ternyata tidak hanya Sarah yang menyadari hal itu.

Sarah diam, tidak menjawab apa-apa. Lebih tepatnya dia tidak tau akan menjawab seperti apa.

"Kamu mau didekati dia?" Sarah tidak tahan, dia juga bisa kesal jika terus-terusan dicerca pertanyaan yang memojokkan dirinya seperti ini.

Karena kekesalan itulah akhirnya Sarah menjadi tertantang untuk menantang seorang Irham.

"Ya emangnya kenapa? Aku single dan tidak terikat dengan siapapun, siapa aja bebas dong mau deketin aku." Jawab Sarah tidak gentar.

Irham yang mendengar jawaban seperti itu sontak saja langsung kaget, dan dengan spontan menatap pada Sarah.

Saking kagetnya Irham sampai, mengerem mendadak. Hal itu tentu saja dapat membahayakan mereka berdua. Untung saja tidak sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Kecuali, suara klakson yang terus bersahutan. Menandakan kemarahan dari mobil-mobil lain yang berada dibelakang Irham.

Irham mengumpulkan kesadarannya, dan mulai melajukan mobilnya kembali. Satu mobil yang tepat berada dibelakang Irham pun menyalip.

Dengan membuka jendela langsung saja makian yang ditujukan pada Irham terucap. Tapi Irham sama sekali tidak mempedulikan hal itu, yang menjadi fokusnya sekarang adalah Sarah.

Melihat tempat kosong, Irham menepikan mobilnya dan berhenti disana. Sarah merasa kebingungan.

"Kenapa berhenti?" Sarah mulai merinding dibuatnya, bayangan di film-film yang tragis seketika menghampiri otaknya.

Tapi Irham sama sekali tidak ada ingin membalas pertanyaan Sarah. Membuat rasa takut dalam diri Sarah semakin menjadi-jadi, apalagi suasana sepi yang seakan mendukung.

"Irham kamu jangan macam-macam ya." Sarah memperingati, dia berusaha membuka pintu mobil yang ternyata telah dikunci oleh Irham tanpa Sarah sadari.

Sarah beringsut dipojok, berusaha sejauh mungkin menciptakan jarak antara dirinya dan Irham.

Irham yang melihat respon Sarah seperti itu malah berdecak. Dia tidak sejahat yang ada di otak Sarah. Gini-gini Irham juga masih memiliki rasa kasihan.

Irham menguyar rambutnya frustasi, lalu pandangannya dia fokuskan sepenuhnya ke arah Sarah.

"Kamu mau didekati duda seperti dia? Udah punya anak satu pula."

Irham bertanya dengan nada frustasinya. Sarah diam bak patung, benar apa yang dikatakan Irham.

Tapi semua orang berhak untuk menaruh kasih sayang pada siapapun kan. Dan Irham tidak bisa melanggar hak itu.

"Apa salahnya dari duda? Kalau dia baik, sayang sama aku, apa yang harus dipermasalahkan?"

Astaga Sarah, bisa tidak sih mulutnya diam saja demi keselamatannya malam ini. Siapa tau kan Irham malah tambah murka dan melampiaskan dengan cara mencelakainya.

Tidak, tidak. Sarah tidak ingin berkahir dengan tragis, apalagi karena hal sepele seperti ini.

"Oh jadi kamu juga tertarik dengan laki-laki itu?"

Sarah tidak menjawab, biarkan saja Irham membuat kesimpulan sendiri.

Irham mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu dia kembali melajukan mobilnya menuju kostan Sarah.

Sepanjang jalan tidak ada yang membuka suara kembali. Keheningan melingkupi, sangat horor. Bahkan saat menonton film horor pun Sarah tidak pernah sampai setakut ini.

Suara handphone milik Irham yang berada di dashboard layar berbunyi, otomatis kedua orang itu memusatkan perhatian pada handphone tersebut.

Bisa Sarah lihat, nama yang sama dengan tadi terpampang disana.

Divya, untuk kedua kalinya, dimalam yang sama dan dalam waktu yang berdekatan, menelepon Irham untuk yang kedua kalinya.

Jika tadi hanya panggilan telepon biasa, maka untuk sekarang panggilan itu beralih menjadi panggilan video. Dan dari sini bisa Sarah simpulkan bahwa hubungan Irham dan Divya itu lumayan dekat.

Jika tidak dekat mana berani sih sampai melakukan panggilan Vidio seperti ini. Eh Sarah sekarang tersadar, waktu itu dia kan juga pernah melakukan panggilan Vidio dengan Randi. Apa itu artinya Sarah juga dekat dengan Randi?

Ah, tidak. Hal itu terjadi kan karena ada alasannya, yang tidak lain adalah Leta. Eh tapikan Randi ada di samping anaknya waktu itu.

Ah, bodoh lah biarkan saja yang lalu, sudah terjadi pula. Sarah tidak bisa untuk mengubahnya lagi.

Tangan Irham dengan lincah meraih handphonenya, dan tanpa diduga, Irham menolak panggilan Vidio tersebut.

Setelahnya laki-laki itu mematikan daya handphone miliknya.

"Kenapa di matiin?" Jujur itu hanya pertanyaan spontan yang keluar dari mulut Sarah. Tidak bisa dikontrol.

Sarah merutuki dirinya karena telah berani bertanya hal seperti itu.

"Gak penting." Irham menjawab sekenanya. Setelahnya diletakkan kembali handphone itu di atas dashboard dengan sedikit kasar.

Sarah yang melihat itu merasa kasihan pada handphone mahal keluaran terbaru itu.

Mentang-mentang banyak uang, jadi seenaknya sendiri Irham ini. Sarah saja merasa sakit hati melihat handphone itu diperlakukan demikian.

Handphone impian orang-orang, termasuk Sarah sendiri. Seharusnya jika memang tidak sayang, Irham berikan saja handphone itu pada Sarah.

Pasti dengan senang hati Sarah akan menerimanya.

To be continued

Udah lama ya aku gak update. Maaf banget ya udah buat kalian nunggu lama.

Sebagai gantinya, aku double up deh hari ini. Semoga suka ya dan jangan lupa vote

Back or GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang