part 40

598 64 0
                                    

Sekitar pukul enam malam, mereka berempat telah sampai di kota. Sebelum mengantar Sarah ke kost, Randi lebih dulu mengantar Ibu dan Leta pulang. Kasihan pasti mereka sangat kelelahan, apalagi Leta.

Baru pertama kalinya Leta bepergian dengan mobil selama berjam-jam lamanya. Terbukti dengan anak bapak Randi yang sekarang sudah tepar tidak berdaya itu.

"Randi langsung antar Sarah aja Bu, kasihan kalau kemalaman." Setelah memindahkan Leta di atas kasurnya, Randi langsung berpamitan pada Ibu. Begitu pula dengan Sarah.

Mereka masuk ke dalam mobil dan Randi mulai melajukannya.

"Tidur aja kalau capek." Ucap Randi saat melihat Sarah menguap beberapa kali.

Sarah menggeleng, memang dia sudah mengantuk tapi dia tidak setega itu membiarkan Randi menyetir sendirian, sementara dirinya enak-enak tidur.

Sarah memandangi cincin yang mulai tadi siang tersemat di jarinya. Cincin itu terlihatlah sangat berkilau, Sarah tidak kuasa menahan senyumannya saat mengingat momen Randi yang memasangkan langsung pada jarinya.

"Suka?" Tiba-tiba Randi bertanya, sedari tadi di memang memperhatikan gerak-gerik Sarah. Dan Randi ikut menyunggingkan senyum saat Sarah juga tersenyum.

"Suka banget." Jawab Sarah memberikan senyum terbaiknya ke arah Randi. Dan dibalas yang serupa.

"Besok kerja?"

"Kerja, kan cuti aku udah selesai Mas."

"Mau makan dulu?" Ucap Randi saat melihat warung pinggir jalan yang aroma masakannya terdengar hingga kedalam mobil mereka.

"Aku males, pengen langsung tidur aja. Tapi kalau Mas mau makan gak apa, aku temenin." Tolak Sarah secara halus.

"Kamu makan juga, nanti sakit. Ayo." Akhirnya mau tidak mau Sarah mengikuti Randi. Ini lah yang susah untuk ditolak oleh Sarah, entah kenapa dia seperti selalu takluk pada titah yang Randi berikan padanya. Sarah juga tidak tau kenapa bisa seperti ini.

"Dua, pak." Randi memesan pada penjual, lalu dia menggandeng tangan Sarah untuk menuju meja yang masih kosong.

Keduanya duduk berdampingan. Tangan Sarah tidak kunjung dilepas oleh Randi, malah laki-laki mengelusnya pelan sembari memandangi cincin yang tersemat dijari Sarah. Otomatis Sarah juga ikut memperhatikan apa yang Randi lihat.

"Saya sudah tidak sabar." Ucap Randi kemudian, tanpa mengalihkan perhatiannya dari jari Sarah.

"Gak sabar apa Mas?" Sarah kebingungan, sebelumnya tidak ada percakapan yang berkaitan dengan kata 'tidak sabar' di antara keduanya.

"Nikahi kamu." Jawaban yang diberikan Randi sukses membuat Sarah berdegup. Matamu mengerjap menatap ke arah Randi.

Tidak mendapati tanggapan dari lawan bicaranya, Randi langsung menaikkan pandangan dan menatap pada wajah Sarah.

"Kamu setuju kan dengan keputusan tadi?" Sarah mengangguk dengan kaku, ya dia memang setuju. Semua orang setuju.

Kalian pasti bingung kan dengan keputusan apa. Ok, baiklah.

Sebelum Randi dan ibu pamit untuk pulang, keluarga keduanya sempat membahas mengenai pernikahan. Diawali dengan Randi yang meminta agar menyegerakan niat baik mereka.

Tapi semua keputusan tetap berada di tangan Sarah, jika memang Sarah masih belum siap tidak apa. Randi akan mengikuti kemauan Sarah.

Tapi malah sebaliknya, saat Randi mengatakan ingin menikah dalam waktu dekat ini, Sarah menyetujui. Dan singkat cerita setelah pembahasan yang dilalui sampailah mereka pada satu kesepakatan, bahwa pernikahan Randi dan Sarah akan dilaksanakan tiga bulan dari sekarang.

Sepertinya itu adalah waktu yang cukup untuk mempersiapkan segalanya. Randi ingin pernikahan ini sesuai dengan keinginan Sarah yang pernah dikatakan tempo lalu.

Karena ini ada pernikahan pertama dan insyaallah akan menjadi yang terakhir juga, maka Randi tentu tidak ingin membuat Sarah kecewa. Dan waktu tiga bulan sepertinya sudah ideal untuk mereka.

"Kalau kamu keberatan bilang, saya tidak akan marah."

"Nggak kok aku setuju." Sarah menyangkal ucapan Randi. Dia berpikir sama seperti Randi.

Randi tersenyum menatap ke arah Sarah. Tangannya kembali mengelus telapak tangan perempuan yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.

Sebenarnya menurut Randi waktu tiga bulan itu sudah lama. Kalau bisa sih Randi maunya menikahi Sarah sekarang juga. Tapi dia bukan laki-laki egois yang selalu memaksa kehendaknya sendiri.

Adegan romantis antara keduanya terpaksa harus terhenti saat penjual mengantarkan makanan keduanya.

"Makan." Randi menyuruh Sarah, dan keduanya mulai menikmati hidangan di atas meja.

• • •

"Leni." Seru Sarah saat kakinya baru menginjak ruang guru berada. Semua atensi seketika tertuju padanya, Sarah merutuki dirinya sendiri atas kebodohan yang baru saja dilakukannya.

Sarah merapatkan kedua tangannya, meminta maaf karena telah menggangu mereka.

Sarah buru-buru menarik kursi dan duduk disamping Leni. Dia tidak sabar untuk menceritakan tentang lamaran itu, pastinya Leni akan sangat terkejut karena sebelumnya Sarah tidak pernah mengatakan tentang hal ini.

"Apaan?" Tanya Leni dengan malas-malasan, dia menatap ke arah temannya ini dengan jengah. Entah sejak kapan Sarah berbuah menjadi heboh begini. Biasanya setiap harinya Sarah akan bersikap kalem seperti biasa.

Sarah langsung menyambar handphone di tangan Leni dan memperhatikan jarinya. Leni mengerjap-ngerjap lalu dia mantap ke arah Sarah.

"Serius Lo?" Leni tampak mulai histeris.

Sarah mengangguk, membenarkan apa yang ada di pikiran temannya ini.

"Congrats Sarah, akhirnya Lo sold out juga." Seru Leni membuat atensi semua orang diruangan itu kembali pada keduanya, tidak jarang ada yang menatap penasaran ke arah keduanya.

"Ibu-ibu, bapak-bapak, akhirnya Sarah sold out. Mau kawin ini." Teriak Leni seolah sedang memberitahukan pengumuman, sembari tangannya mengangkat tangan Sarah yang sudah tersemat cincin di sana.

Sarah melotot, tidak menyangka Leni akan memberitakan seperti ini. Dia melotot ke arah Leni karena sudah membuat malu dirinya, dan apa tadi katanya? Kawin? Nikah aka belum udah mau kawin aja. Memang dasar kurang ajar Leni ini.

Satu persatu orang yang ada disana menghampiri Sarah dan memberikan selamat. Ada juga yang penasaran pada calon Sarah.

"Calonnya yang biasa antar ke sekolah kan Mbak?" Sarah mengangguki, rekan-rekannya ini terlihat sudah mulai kepo.

"Wah ganteng itu, aku pernah liat beberapa kali. Kapan nikahnya, Sar?" Guru yang lebih senior dari Sarah bertanya.

"Doain aja ya Bu, semoga lancar sampai hari H."

"Pasti itu, jangan lupa undang kita-kita ya."

"Tenyata oh ternyata, pantas aja Bu Sarah nolak kamu, Fer. Orang udah ada calonnya gitu. Kalah kamu Fer." Ucap guru laki-laki yang terkenal dengan sifat lucunya itu, menyindir orang yang dipanggilnya dengan sebutan Fer, yang tidak lain adalah guru olahraga yang selama ini selalu gencar mendekati Sarah meskipun sudah ditolak beberapa kali oleh Sarah.

Semua orang tertawa kecuali Sarah dan Ferdi tentunya. Ferdi dengan patah hatinya, dan Sarah dengan rasa tidak enaknya.

Bagaimanapun mereka masih satu tempat kerja dan pastinya akan sering bertemu juga berinteraksi. Sarah takut saja jika masalah ini akan mempengaruhi keprofesionalan mereka.

Back or GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang