Ditengah siang bolong yang menyengat kulit siapapun yang terpapar sinarnya, Randi mendapatkan kabar yang sukses membuat jantungnya seketika berhenti berdetak selama beberapa detik.
Semuanya berawal dari sebuah telepon dari nomor Sarah yang diterimanya. Awalnya Randi merasa senang karena mendapati istrinya yang menelepon, dan seperti biasa pastinya Sarah akan menanyakan Randi sudah memakan bekalnya atau belum.
Ya, sejak waktu itu, Sarah kejadian marah tempo hari, Sarah tidak pernah absen untuk membekalkan Randi makanan. Awalnya Randi merasa keberatan karena beberapa kali diledek oleh temannya tapi lama-kelamaan Randi sudah mulai terbiasa dan dia tidak ambil pusing dengan ledekan itu.
Lebih pusing lagi, jika sampai dirumah Sarah mengomel merajuk padanya. Maka sekarang Randi sudah tidak protes akan hal itu lagi. Dia menerima, lagipula dia bisa merasakan perhatian Sarah lewat perlakuan kecilnya.
Ok, lupakan tentang itu sekarang. Randi mendengarkan dengan baik penjelasan yang diberikan oleh orang disebrang sana.
"Begini pak, istri anda sedang berada dirumah sakit saat ini. Tadi, sepulang dari sekolah, tidak sengaja mengalami kecelakaan. Kondi..."
Belum juga di penelepon selesai berbicara, Randi sudah memotongnya lebih dulu. Dia tidak butuh basa-basi, yang diinginkannya sekarang adalah mengetahui kondisi pasti istrinya.
"Rumah sakit mana?" Tanya Randi langsung to the point.
Si penelepon menyebutkan alamat rumah sakit yang tidak jauh dari tempat Sarah mengajar. Setelah mendengarnya, Randi langsung mematikan telepon dan dia bergegas keluar dari kantornya.
Tidak peduli lagi dengan pekerjaannya yang terbengkalai. Istrinya lebih penting untuk saat ini.
Tanpa mengatakan apapun, Randi langsung melenggang dengan buru-buru, membuat rekan-rekan lain yang melihatnya dibuat terheran-heran. Tapi mereka tidak sempat bertanya.
Mengemudikan mobilnya dengan cepat, hanya membutuhkan waktu tujuh menit untuk Randi sampai di depan sebuah rumah sakit yang disebutkan tadi.
Sampainya disana, Randi langsung menuju bagian UGD dan disana dia langsung bertemu dengan laki-laki yang diduganya telah membawa Sarah ke tempat ini.
"Disini pak." Laki-laki itu menuntun Randi menuju brankar yang ditempati Sarah. Bisa dilihatnya Sarah yang masih terbaring tidak sadarkan diri diatasnya.
Randi tertunduk lesu melihat kondisi istrinya, kening yang dibalut plester dan juga beberapa luka lain yang berada di lengan dan juga kakinya.
Tidak tega rasanya Randi melihat kondisi istrinya yang seperti itu. Dia butuh penjelasan kenapa sampai Sarah berada disini kondisi seperti ini. Randi menoleh ke arah laki-laki yang masih setia berdiri di sampingnya.
Tanpa perlu mengeluarkan suara lagi, laki-laki itu mengerti dan langsung menceritakan apa yang sebenarnya terjadi paska kejadian.
"Sebelumnya saya minta maaf Pak, saya tidak sengaja. Tadi ibunya tiba-tiba rem mendadak, saya kaget dan mau ngerem juga udah telat."
"Pas saya rem, tetap aja nabrak motor istri bapak dari belakang. Cuma nabrak pelan aja pak, saya berani sumpah, kalau bapak tidak percaya bisa lihat CCTV pas kejadian."
Dengan takut-takut laki-laki itu menceritakan kejadiannya pada Randi. Randi hanya diam saja mendengar dengan baik-baik cerita dari sisi di laki-laki.
"Istri bapak jatuh dari motor, saya gak tau gimana ceritanya sampai pingsan seperti itu. Saya minta maaf sekali Pak, saya tidak akan kabur, saya akan bertanggung jawab."
Randi menghela nafas pelan, bagaimana pun dia tidak bisa menyalahkan secara sepihak, bisa saja kan yang diceritan laki-laki itu benar.
Randi perlu mendengarkan penjelasan dari dua belah pihak secara langsung.
"Tunggu istri saya sadar saja. Saya butuh dengar dari sisi dia juga." Randi menjawab dengan pelan.
Laki-laki itu pun mengangguk, dan pamit untuk menunggu di luar saja.
Tidak terlalu lama setelah Randi menunggu Sarah dengan setia, perlahan-lahan Sarah mulai membuka matanya.
Dia menoleh ke arah samping dan menemukan suaminya yang tengah tertunduk sambil tangannya memegangi tangan Sarah.
"Mas." Panggil Sarah menyadarkan Randi.
Melihat istrinya yang sudah sadar, Randi langsung mendekap Sarah dan memeluknya dengan erat.
"Kenapa bisa kayak gini?" Gumam Randi pelan ditelinga Sarah. Tapi Sarah masih belum benar-benar bisa mencerna keadaan.
Baru lah setelah Randi melepaskan pelukannya, dia tersadar bahwa sedang berada di rumah sakit.
"Aku kok bisa disini Mas? Gimana ceritanya?"
Lihat, yang sakit saja bingung kenapa bisa berkahir di tempat ini. Apalagi Randi yang tidak tau apa-apa dan mendapatkan kejutan yang mengguncang harinya.
Suara langkah kaki mendekat, dan setelahnya suara hembusan nafas penuh kelegaan pun terdengar.
"Alhamdulillah, ibunya sudah sembuh." Mendengar itu Sarah langsung mengalihkan perhatiannya dan menatap dengan bingung pada orang yang berucap tadi.
"Siapa Mas?" Sarah bertanya pada Randi. Sepertinya Sarah tidak ingat dengan kejadian yang dialaminya terakhir kali.
"Saya yang nabrak Ibu, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya."
"Hah? Nabrak? Siapa?" Sarah kebingungan sendiri dibuatnya. Dia menatap laki-laki meminta penjelasan lebih.
"Ibu gak ingat tadi sempat kecelakaan?"
Mendengar itu Sarah termenung, berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi padanya terakhir kali. Baru setelah ingat, dia langsung menatap ke arah laki-laki dan meminta maaf balik.
"Saya yang minta maaf Pak. Saya yang salah udah rem mendadak, saya pusing waktu itu jadi gak kepikiran apa-apa lagi."
"Kalau pusing kenapa malah maksa naik motor?" Kini Randi menatap istrinya penuh intimidasi.
Sarah meringis, dari bangun tidur tadi dia memang sudah merasa sedikit pusing tapi tidak dia beritahu saja pada suaminya. Karena pasti Randi akan bersikap lebay dengan melarang Sarah untuk bekerja.
"Maaf." Hanya itu yang bisa Sarah katakan.
Randi pun menatap ke arah laki-laki dan meminta maaf atas nama istrinya. Setelahnya Randi menyuruh laki-laki itu untuk pulang saja.
Semua perkara telah jelas, dan saat ini Randi ingin sekali menceramahi istrinya. Tapi dia tahan-tahan karena masih berada di area rumah sakit.
"Mas aku mau pulang aja, aku gak mau disini."
Pinta Sarah, jujur dia tidak suka dengan bau obat-obatan yang terdengar menyengat di hidungnya.
"Jangan macam-macam, saya masih kesal sama kamu."
"Nggak mau, mau pulang aja. Nanti dirumah kamu bisa bebas marahin aku." Entah sejak kapan Sarah berubah menjadi lebih pembangkang dari biasanya.
Akhirnya setelah beberapa bujukan dan rayuan yang tidak gentar Sarah lontarkan untuk Randi, hati Randi tergerak juga untuk menuruti istrinya.
Dan disinilah mereka berada. Randi mengemudikan mobilnya pulang.
"Mulai sekarang kamu gak boleh bawa motor lagi. Biar saya aja yang antar jemput kamu."
Sarah membuka suaranya ingin protes, tapi belum juga sepatah kata keluar sudah mendapat lirikan tajam saja dari suaminya.
Sarah harus terima dengan ini, ini merupakan konsekuensi yang harus dibayarnya karena sudah keras kepala memaksakan berkendara saat kondisinya sendiri kurang sehat. Perilakunya itu bisa saja membahayakan diri sendiri dan orang lain. Seperti saat ini contohnya.
Tolong jangan ditiru perbuatan Sarah kali ini.
"Motornya mau saya jual, biar kamu gak buat curang nantinya."
"Jangan dijual Mas, nanti kalau urgent gimana?"
"Saya tidak terima alasan apapun." Ucap Randi dengan tegas. Sarah menunduk lesu.
"Baru juga diizinin naik motor, udah mau dijual aja." Gumam Sarah pelan tapi masih bisa ditangkap oleh telinga Randi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Back or Go
RomantiekSarah dihadapkan pada dua keadaan, dimana dia diharuskan untuk memilih. Kembali ke masa lalu dan memulai hidup dengan laki-laki dari masa lalunya, taukah Sarah harus pergi dan memulai hubungan baru dengan orang yang baru hadir dalam hidupnya? Sarah...