Selama perjalanan tidak ada pembicaraan dalam mobil, bahkan yang terdengar hanya suara angin dari AC karena Jennie sengaja untuk tidak menyalakan lagu. Suasana seperti ini membuat Lavisa semakin takut dan hanya bisa menunduk. Sampai ia tidak sadar kalau ternyata mobil yang dikendarai Jennie sudah sampai di parkiran rumah. Ketiga kakak Lavisa hanya langsung membuka pintu masing-masing serta meninggalkan Lavisa di dalam mobil.
Si bungsu pun panik mendengar suara pintu mobil yang tertutup serta di dalamnya hanya ia sendiri. Ia pun langsung turun dalam mobil tersebut dan mengikuti ketiga kakaknya dari belakang seperti anak ayam. Saat masuk ke dalam ruang tamu ketiga kakaknya memberhentikan langkahnya dan langsung menghadap Lavisa yang masih menunduk.
"Kalo habis dari luar harus ngapain?" tanya Jennie mengeluarkan nada tegas yang paling Lavisa takuti
"Mandi kak" Lavisa menjawabnya dengan berbisik.
Ajaran kedua orang tuanya memang mengharuskan seperti itu. Selesai keluar dari rumah harus mandi terlebih dulu supaya kuman yang menempel bisa langsung dibersihkan. Peraturan ini berlaku sampai sekarang.
"Good, sekarang kamu mandi. Setelah itu langsung ke ruang tamu. Kita harus omongin yang tadi" Sekarang ini Soya yang mengeluarkan suaranya. Jantung Lavisa semakin berdetak kencang dan membuatnya langsung menaikki tangga sambil sedikit berlari
"Jangan lari-lari di tangga Lavisa" Rose yang sedari tadi diam pun mengeluarkan suara tegasnya.
Hari ini ketiga kakak Lavisa berhasil membuat dirinya gugup dan takut. Tidak biasanya kedua kakaknya mengeluarkan suara tegas dan hari ini si bungsu berhasil membuat keduanya marah.
Setelah Lavisa memasuki kamar, ketiga kakaknya juga ingin membersihkan badannya terlebih dulu sebelum berbicara. Namun Jennie menghentikan langkah kakak serta adiknya.
"Kak, Osi, untuk masalah foto-foto Wena tadi kita hold dulu ya. Kita bahas tentang balapan aja untuk hari ini" ucap Jennie yang membuat Soyaa menghela nafasnya
"Kenapa gitu kak?" tanya Osi yang sedikit bingung
"Karena kalau kita hukum dia sekarang tanpa ada kita. Yang ada dia makin liar. Aku akan urus dulu kenaikkan pangkatku, kalau aku jadi direktur untuk ngurus pasien pasti lebih dikit. Jadi aku bisa nemenin Lavisa" jelas Jennie
"Apa bedanya kalau kakak jadi direktur sama yang sekarang? Kenapa dari dulu kakak nolak naik pangkat dan sekarang kakak malah pengen mau naik pangkat?" Osi memang seperti itu jika penasaran, ia akan bertanya terus sampai mendapat jawaban yang valid
"Kalau aku jadi direktur aku akan lebih sering berkutat dengan dokumen daripada mengurus pasien. Aku daridulu suka jadi dokter karena suka berurusan dengan pasien bukan dokumen. Tapi omongan Wena sama Irene bikin aku sadar, kalau Lavisa butuh hadir salah satu dari kita bahkan kalau bisa kita bertiga. Buat apa aku ngurus pasien sampai sembuh kalau ternyata adik aku sendiri ga hidup sehat. Aku gamau menyesal di kemudian hari" Jennie menjelaskan panjang lebar agar adiknya yang satu itu tidak bertanya lagi
"Aku bakal taro saham di rumah sakit kamu biar kamu makin ada kekuatan di sana. Jadi direktur aja terkadang ga cukup, kamu juga harus kasih saham biar lebih ringan" timpal Soya yang membuat Rose membulatkan matanya
"Kakak sekaya apa sih? Sampai bisa naro saham di rumah sakit?" Jennie terkekeh mendegar ucapan adiknya.
"Bukan kakak yang kaya, tapi Papa Mama yang udah siapin ini sebanyak itu. Makanya kakak bingung untuk ngendaliin ini sendirian, harus sampai 2 tahun lebih kakak baru terbiasa semua" jawaban Soya membuat Jennie menganggukkan kepalanya dan sedangkan Rose masih tidak percaya dengan perkataan kakaknya
"Keluarga kita sekaya apa sih kak? Kayak Kim family ga? Atau kayak siapa gitu?" lagi-lagi Jennie tertawa mendengar celotehan sang adik yang sebenarnya sudah membuat si sulung pusing menjawabnya

KAMU SEDANG MEMBACA
The Different
Fiksi PenggemarKeluarga dianggap rumah untuk setiap manusia di bumi, dijadikan tempat untuk pulang dan beristirahat di saat lelah. Tapi berbeda dengan Lavisa yang menjadikan keluarganya sebagai tempat kost-kostan aja. Tempat untuk tidur, makan dan mandi saja tapi...