05 - Disappointed

1.8K 204 21
                                        

Seperti janji Jennie, saat ini ia tengah bersiap-siap untuk menjemput sang adik. Untungnya hari ini tidak ada drama antara Soya dan juga Lavisa. Sewaktu Jennie meminta izin untuk mengajak Lavisa pergi ke tempat kedua orang tuanya pun, Soya langsung mengizinkannya tanpa syarat. Jadi rencananya Jennie mengajak Lavisa pergi ke makam kedua orang tuanya setelah itu mereka pergi makan. Sudah lama mereka tidak menghabiskan waktu bersama dengan adiknya. Tidak memakan waktu lama, Jennie langsung menuju sekolah Lavisa menggunakan mobilnya. Ia sengaja untuk meminta pak Adam tidak menjemput Lavisa agar mereka berdua bisa satu mobil.

Lavisa yang melihat mobil sang kakak pun membinarkan matanya, ia sangat senang melebihi apapun. Karena rasanya sangat sedih jika teman-temannya ada yang diantar jemput oleh kedua orang tuanya, sedangkan Lavisa tidak bisa merasakan moment seperti itu. Ia langsung masuk ke dalam mobil .

"Gimana sekolahnya?" tanya Jennie sambil mengelus pipi sang adik

"Baik, kakak bisa liat kan tuh baik-baik aja nih sekolah" Jennie langsung terkekeh, maksudnya ingin adiknya bercerita tentang sekolah hari ni tapi adiknya malah mengajaknya bercanda

"Kamu tuh ya bercanda terus" Jennie langsung mengarahkan mobilnya untuk keluar dari parkiran sekolah menuju makam kedua orang tuanya.

Di dalam mobil banyak perbincangan dari keduanya yang membuat suasana dalam mobil tidak sepi. Ya hari ini mood Lavisa memang sangat baik, rasanya ingin setiap hari merasakan moment seperti ini. Tapi ia juga harus sadar bahwa dunia ini bukan hanya tentang dirinya saja, ia tidak boleh egois apalagi dengan kehidupan kakak-kakaknya.

Sesampai di makam kedua orang tuanya, Lavisa serta Jennie sudah membawa bunga untuk menghias makam serta air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang mungkin ada di makam kedua orang tuanya. Dengan telaten keeduanya membersihkan makamnya sampai bersih dan terlihat lebih indah. Dengan mata yang sedikit berair, Jennie memandang batu nisan kedua orang tuanya tanpa bicara. Sedangkan Lavisa, ia tidak bisa menahan rindu sampai mengeluarkan air matanya.

Di dalam keadaan tersebut, hanya terdengar suara angin yang berhembus. Jennie yang melihat adiknya menangis pun mengeluarkan tissue yang ia sediakan di tas.

"Kangen ya?" tanya Jennie dengan lembut sambil mengelus punggung Lavisa agar lebih tenang

"Emang kakak ga kangen sama Papa Mama?" Jennie langsung terkekeh mendengar pertanyaan Lavisa. Adiknya yang satu ini memang lebih pintar untuk membalas pertanyaan

"Tuh liat Pa, Ma. Adek sekarang suka ngelawan kata-kata aku. Lebih suka marah-marah daripada ketawanya. Mobil Papa Mama dirawat sama adek tapi suka dibawa balapan" Lavisa langsung melirik kearah kakaknya dengan wajah yang cemberut

"Kok beneran ngadu sih?" lagi-lagi Jennie tertawa melihat wajah adiknya

"Pa, Ma jangan dengerin kak Nini. Adek emang suka balapan karena kakak-kakak sibuk semua. Di rumah sepi gaada Papa Mama" suara Lavisa begetar dan tidak bisa lagi menahan tangisannya

"Adek terkadang bingung harus jadi anak yang kayak gimana. Kakak bilang harus mandiri tapi kakak yang lainnya minta untuk adek bersikap manja sama mereka. Bahkan kak Soya sekarang lebih banyak nuntutnya dibanding nanya kabar adek. Tapi adek tahu, kak Soya punya beban yang berat. Papa Mama jangan marahin kak Soya ya karena suka ngomelin adek. Adek beneran kangen Papa Mama hiksss" tangisan Lavisa makin pecah jika ia mengingat kejadian dulu yang sangat indah baginya.

Waktu terlalu rasa cepat buat Lavisa merasakan kasih sayang kedua orang tuanya. Bisa dikatakan ia merasa iri dengan ketiga kakaknya yang bisa merasakan waktu yang lama bersama kedua orang tuanya. Bahkan kedua orang tuanya bisa melihat ketiga anaknya lulus dari SMA, sedangkan Lavisa lulus SMP saja belum. Rasa cemburunya terkadang menjadi kecewa namun ia bingung harus kecewa kepada siapa.

The DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang