Lina mengangguk lalu menjawab, "Kau sudah duduk di sana." Pria itu sontak menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Telinganya nampak merah.
"Dan lagi, ini tempat umum. Orang bebas duduk di mana saja. Aku juga sudah selesai," tambah Lina seraya bangkit.
"Tunggu!" seru pria itu menjeda langkah Lina keluar dari kursi kantin. Lina menatap bingung.
Pria itu semakin gugup, ia menundukkan kepalanya. Ia menyembunyikan kedua tangannya yang nampak gemetar. "Bisakah sepulang sekolah nanti kau menemuiku di perpustakaan? Ada yang ingin kukatakan."
"Untuk apa?" Alis Lina bertaut. Dahinya terlipat halus. Ia heran, kenapa pria itu tiba-tiba mengajaknya bertemu sepulang sekolah?
Setahunya tidak ada kerja kelompok yang mengharuskan untuk mereka bertemu dan seingatnya ia tidak satu kelompok dengan dia.
Pria itu kelihatan salah tingkah. Ia terdiam. Lalu berbicara sambil menunduk, "Anu... Ada yang ingin kuungkapkan. Tetapi, aku tidak bisa mengatakannya di sini." Melihat dahi Lina makin terlipat, pria itu cepat-cepat menambahkan, "bukan yang aneh. Aku tidak akan berlaku jahat. Kau boleh membawa temanmu atau... "
Dito yang awalnya percaya diri mulai kehilangan keberaniannya. Dia berkata cepat takut Lina salah paham, "tidak perlu datang ke perpustakaan. Anggap saja aku tidak meminta apapun tadi." Wajahnya menunduk murung.
Merasa kasihan Lina berujar, "Baiklah, tapi aku tidak janji." Lalu Lina berlalu meninggalkan pria itu yang menatap punggungnya dengan wajah bahagia.
Hati Lina menerka-nerka apa yang sebenarnya ingin dikatakan Dito? Ya, pria itu bernama Dito. Teman sekelasnya.
Dia dan Dito pun tidaklah dekat. Jadi, hal apa yang ingin dibicarakan pemuda itu dengannya?
Sampai di kelas dan duduk di bangkunya, ia masih memikirkan kejadian tadi. Gina menyikut lengan teman sebangkunya itu.
Dengan alis dinaik-turunkan, ia menatap Lina." Aku tadi melihatmu duduk bersama Dito. Tumben. Kapan kalian akrabnya?" Senyuman jahil terpampang jelas di wajah Gina.
"Aku tidak tau. Dia tiba-tiba minta izin duduk semeja denganku." Lina mengendikkan bahunya tak peduli. Ia mengeluarkan buku paket Biologi dari dalam tasnya dan menyibukkan dirinya.
Gina mencebikkan bibirnya. Tau dia tidak akan mendapatkan kejelasan, dia melakukan hal yang sama dengan Lina. Karena guru biologi sudah di ambang pintu kelas.
Sehabis pulang sekolah sesuai permintaan Dito saat istirahat tadi. Ia menemui pria itu di perpustakaan.
Dito terlihat melirik pintu perpustakaan dengan cemas. Ia takut Lina tidak akan datang menemuinya. Ia menarik nafas lega saat yang ditakutinya tidak terjadi, Lina datang dengan tas yang menempel di punggungnya.
"Kenapa kau menyuruhku kemari?" tanya Lina to the point. Perempuan itu langsung duduk di samping Dito. Ia melirik sekitar yang mulai sepi dan kembali menatap Dito yang bergerak-gerak gelisah.
"Ehm... anu... itu... ehm... itu... aku... aish." Pria itu mengacak rambutnya, matanya meliar kesana-kemari. Menghindari tatapan Lina yang bingung dengan tingkahnya.
***
8 1 24"Agar silahturahmi tidak putus, pinjam dulu seratus."
Ayo tekan bintang dan komennya (ノ◕ヮ◕)ノ*.✧
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)
Romance*Seluruh hak cipta karya ini dilindungi undang-undang Lima tahun yang lalu, Dito adalah siswa miskin di kelasnya dan Lina adalah anak berkecukupan. Masalahnya, Dito sudah memendam lama perasaannya pada Lina. Berkat suruhan Gina -temannya- dan kasiha...