Dahi Lina mengerut dalam. Pikirannya mulai berprasangka yang tidak-tidak. Tanpa mengurangi kesopanannya, Lina menjaga suaranya tetap normal.
"Pelayan?" ulangnya.
"Bukan pelayan yang gimana-gimana. Tapi, benar-benar tugas pelayan, mengantar minun, makan, membersihkan dan lain-lain. Aku jadi pelayan di Club Classy Minory. Tau kan? Club itu cukup terkenal, hanya kaum jetset, punya uang banyak, dan berkelas yang bisa masuk ke sana. Gajinya memang cuman empat jutaan tapi tipnya sangat banyak. Apalagi kalau ramai. Kebanyakan pakai dollar. Terbayangkan gimana ladang uang di sana. Mereka sudah menyiapkan wanita-wanita yang melayani dan pelayan di lindungi oleh Club. Jadi cukup aman. Apalagi kalau jadi pelayan di ruang vip, kemarin saja aku mendapat tiga jutaan dalam sehari menggantikan temanku yang berhalangan sakit. Kebanyak tipnya pakai dollar. Sejahtera sekali. Bisa beli mobil dalam sebulan tanpa kredit." Tia tergelak dan bersemangat menceritakan kesehariannya.
"Berapa lama jam kerjanya?" Lina mulai tertarik.
"Dari jam sepuluh malam sampai empat subuh. Hanya enam jam, tidak lama."
Lina menumpuk tangan kirinya di atas tangan kanan. Ia mencondongkan tubuhnya. Berbicara dengan hati-hati, "Apa mereka masih menerima pelayan?"
Itu hanya coba-coba. Dia tidak berharap apapun. Pertanyaan itu dilontarkan tanpa maksud apa-apa.
"Belum ada lowongan sih. Tapi, kalau mau kerja di sana aku bisa merekomendasikanmu." Tia menyambut senang niat Lina.
"Tapi, aku nggak bisa mengundurkan diri. Aku baru kerja sebulan di sini, kurang lebih." Lina menggelengkan kepala.
"Nggak apa-apa, kerja rangkap aja. Pagi sampai malam kamu kerja di sini. Jam sepuluh-empat subuh di sana. Tinggal pintar-pintar cari jam untuk istirahat. Lumayan loh. Apalagi ku dengar dari Hana, kau sedang butuh uang. Kesempatan ini tidak datang dua kali. Dari pada pinjam ke bank, belum bunganya, belum tentu cukup juga, hutang ke orang tidak ada yang memimjamkan. Mending cari uang sekalian."
Lina tidak tau harus senang karena akhirnya menemukan solusi masalahnya atau merasa jengkel dengan penjelasan Tia. Hana? Jadi, dia sudah menduga dan menceritakannya pada yang lain? Apakah serendah itu dirinya?
***
Satu, dua, hingga lima hari kerja disana Lina aman-aman saja. Pelayan-pelayan di sana baik. Terus Clubnya sesuai ucapan Tia. Mewah, tanpa grasak-grusuk, apapun yang bercirikan club-club malam yang biasa terdengar tidak terdapat di Club Classy Minory ini. Hanya terkadang ia kelelahan bahkan pernah tertidur saat kerja.
Lina tersadar begitu kepalanya terbentur dinding. Kantuknya langsung hilang. Ia menunduk malu melihat di sekitarnya sudah ramai orang menunggu pintu lift terbuka. Bahkan ia baru sadar, di sampingnya ada Dito dan Gina di sebelahnya yang lain.
"Kau terlihat sangat capek sekali, Lina." Komentar Gina dengan suara kecil setelah memasuki lift. Mereka mengambil tempat paling belakang. Sementara Dito persis di depan mereka.
"Benarkah? Hanya lelah sedikit." Lina menyengir membuat gestur dia baik-baik saja.
"Benar sedikit?" tanya Gina tak yakin sembari mengamati wajahnya, " Kantung matamu tidak bisa tersamar lagi. Berapa tahun kau tidak tidur? Aku dengar juga kau akhir-akhir ini suka tertidur saat kerja."
"Iya." Lina mengakuinya dengan penyesalan, "aku akan belajar memanajemen waktu lagi." Ia memberikan senyum cerahnya dengan tatapan meringis malu.
"Lina, aku masih sahabatmu seperti dulu tidak berubah. Kalau ada apa-apa, bilang."
"Iya, aku dalam keadaan baik kok." Lina sekali lagi melempar senyum baik-baik saja. Ia lalu menghadap ke depan dan menemukan Dito melirik dari sudut matanya. Pria itu membuang pandangan lagi ke depan. Bersikap tenang seolah tidak terpergok mencuri percakapan mereka.
***
27324
Ayo tekan bintang dan komennya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)
Romance*Seluruh hak cipta karya ini dilindungi undang-undang Lima tahun yang lalu, Dito adalah siswa miskin di kelasnya dan Lina adalah anak berkecukupan. Masalahnya, Dito sudah memendam lama perasaannya pada Lina. Berkat suruhan Gina -temannya- dan kasiha...