"Lin, double date yuk minggu besok?"
"Double date?" Alis Lina berkerut dan menatap Gina dari kegiatannya memasukkan alat-alat tulis ke atas.
"Iya, aku dengan Rama, Pacarku. Kamu dengan Dito. Lagian berhenti dong berantemnya. Kamu itu harus mulai menerima Dito apa adanya."
"Iya, iya, bacot deh." Lina memutar mata sebal diingatkan terus. Sudah berhari-hari Gina menyuruhnya baikan entah di sekolah dan pesan di handphone.
"Isshh dibilangin. Sana gih tanya sama Dito bisa nggak besok." Setelah berucap, Gina mendorong punggung Lina hingga keluar kursi. Nyaris terjerembab ke lantai.
Lina mendelik tajam. Gina mengacungkan dua jari perdamaian dengan cengiran menahan tawa.
"Maaf, nggak sengaja."
Lina berdiri dan membenarkan roknya. "Aku? Kenapa nggak kamu aja?" tawarnya.
"Lah kamu kan pacarnya. Ayo!" Gina mendorong bahu Lina sekali lagi.
Lina memandang sebal. Namun, ia tetap berjalan menuju meja Dito yang sedang berbicara dengan teman sebangkunya. Karena jam kosong diakibatkan guru berhalangan hadir jadi kelas tampak berisik dan Lina bisa leluasa berjalan. Farhan menyikut lengan Dito seraya mengkode kedatangan Lina. Dito menengok lalu tersenyum begitu lebar. Tatapannya melembut.
"Lina." Panggil Dito lebih dulu.
"Aku mau ngomong." Lina bergerak gugup. Matanya melihat sekitar dan ke arah Farhan yang masih duduk di antara mereka berdua.
"Mau disini atau di tempat lain?" tanya Dito.
"Kalau di tempat lain nanti di tangkep guru." Lina mencebik karena kebodohan Dito.
Farhan yang tau diri. Memberi lemparan senyum menggoda dan kata-kata yang membuat Dito ingin melemparnya. "Aku pindah duduk. Awas, Dit. Anak orang jangan dimacem-macemin," ujarnya berlalu ke bangku lainnya.
Dito hanya memberikan tatapan datar seolah berkata, Apaan nih mahkluk satu.
"Lin, ayo duduk sini." Dito menggeser duduknya. Ia duduk di bangku Farhan, dan menepuk-nepuk bangkunya sendiri.
Lina perlahan menaruh bokongnya disana. Lalu menunduk menatap jari-jemarinya yang seperti lebih menarik.
"Mau ngomong apa?" Suara Dito terdengar lembut dan rendah. "Oh, iya, soal kemarin... aku minta maaf."
Lina agak kaget. Ia menundukkan kepala teringat sikapnya. "Iya, aku juga. Minta maaf." Suaranya lebih pelan dan mencicit.
Dito mengangguk. Lalu sepi mengisi di antara mereka. Dito menggaruk tengkuknya karena tak tau harus melakukan apa. Tapi, pipinya merah kesenangan berada berdekatan dengan orang yang dicintainya.
"Tadi, mau bicara apa?" Suara Dito memecahkan keheningan.
Lina mendongakkan wajah. "Gina ngajak double date."
Tak ada jawaban. Lina mendongak. Melihat Dito yang tampak berpikir.
"Aku disuruh nanyain pendapat kamu. Gimana? mau nggak? Kalau nggak mau juga nggak apa-apa. Kamu kan sibuk kerja. Nanti aku kasih tau Gina." Tanpa menunggu jawaban Dito. Lina beranjak. Namun, tangannya segera di genggam Dito. Terkejut. Karena ini kontak fisik pertama mereka setelah pacaran. Muka dan telinganya memerah.
"Eh, maaf." Tersadar, Dito langsung melepas. Ia menggaruk tengkuknya salah tingkah. Telinganya merah.
"I..tu...yang tadi... Aku setuju. Aku setuju kita ngedate," ucap Dito terbata-bata gugup.
"Kita belum pernah jalan-jalan. Nanti aku usahakan minggu besok," tambahnya lagi.
"Ok." Lina berjalan pergi.
"Lina."
Ia berbalik memandangi Dito yang memanggilnya. Pria itu tampak menggaruk tengkuk dengan ekspresi malu yang sangat kentara.
"Besok, apa aku jemput---"
Lina langsung memotongnya, "Nggak usah. Nggak usah jemput aku. Kita langsung ketemuan saja. Sepulang sekolah nanti aku kasih tau tempatnya setelah Gina ngomong."
"Ok." Dito memang memberikan senyum namun matanya menyiratkan tidak. Ada sscubit kekecewaan di sana. Lina tidak terlalu memikirkannya.
***
21124
Ayo tekan bintang dan komennya
(ノ◕ヮ◕)ノ*.✧Bab 7, 8, 9, 10, sudah ada di karyakarsa (. ❛ ᴗ ❛.)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)
Romance*Seluruh hak cipta karya ini dilindungi undang-undang Lima tahun yang lalu, Dito adalah siswa miskin di kelasnya dan Lina adalah anak berkecukupan. Masalahnya, Dito sudah memendam lama perasaannya pada Lina. Berkat suruhan Gina -temannya- dan kasiha...