17.b

244 35 9
                                    

"Lalu dia siapa?" Wanita itu kembali melipat tangannya di depan dada. Mendekati Lina dengan tatapan terlihat jijik. " Jangan-jangan kau orang miskin di sekitar sini yang sedang menyamar untuk mencuri barang-barang mewah milikku ya?!"

Bahu Lina di dorong-dorong dengan telunjuk berkuku merah. Ia terpojok dan bibirnya kesulitan bersuara untuk sekedar membela dirinya. Ia ingin cepat-cepat pergi dari sini.

"Maaf mengecewakan anda. Tapi, dia salah satu karyawan kami dari PT Astro Agrari," ujar Dito tiba-tiba muncul di samping Lina. Membuat Lina membelalak terkejut.

Wanita itu tiba-tiba terdiam melihat kedatangan Dito dan penampilannya. Suaranya yang lantang membuat kerumunan orang-orang berbisik-bisik yang intinya membuat wanita itu berfirasat buruk. Tidak ingin disalahkan meskipun itu kesalahannya, ia menuding Lina.

"Saya tidak tau. Dia tidak bilang. Pakaiannya juga kumuh. Saya tidak bisa membedakan mana pembantu dan karyawan."

Lina menunduk melihat penampilannya sendiri. Seketika ia rendah diri.

"Bagaimana harus bilang jika suara nyaring anda yang terus terdengar? Lagipula menentukan orang dari pakaiannya itu pemikiran yang sempit. Tiap-tiap orang memiliki seleranya masing-masing dan manusia memiliki haknya untuk di lindungi hukum. Anda tidak berhak menentukan kesukaan orang lain. Tapi, saya maklum anda sulit membedakan. Memakai kacamata hitam di malam hari pasti sangat sulit untuk melihat karena silau akan barang-barang berkilau anda."

Ucapan Dito benar-benar memberi pukulan telak.

Wanita itu menatap geram dan tidak bisa menyalahkan orang lagi jika tidak ingin tambah terlihat bodoh. Ia sontak berbalik pergi.

"Anda belum minta maaf. Apa seperti ini sikap seorang perempuan karyawan WJ tidak mau mengakui kesalahan mereka? Bukankah anda juga pernah di posisi dia menjadi seorang yang tidak memiliki apa-apa?"

Perkataan Dito sukses menyulut kemarahan perempuan itu. Namun, karena sudah banyak yang orang-orang mendekati mereka. Ia memilih berdecih sinis dan melenggang pergi. Apalagi mendengar bisikan orang-orang menambah kadar api dalam dadanya. Ia merasa sangat dipermalukan sekali.

"Wanita simpanan seperti dia dicecoki ceramah berminggu-minggu juga tidak akan mengerti."

"Tinggal menunggu dia bosan padanya. Di buang. Baru tau rasa dia."

"Paling drama, aku hamil mas. Ini anak kamu. Aku nggak mau pergi. Wkwkwk... "

"Lagipula, kok, simpanan nggak ada urat malunya gitu."

"Istri sahnya kan sudah nuntut cerai. Tinggal nunggu waktu aja, kehancuran mereka berdua."

Lina menghela napas lega. Mengabaikan gosip-gosip yang berhembus, ia kembali ke aktivitasnya yang tertunda. Tetapi, Dito menghalangi langkahnya.

"Kamu nggak apa-apa?"

Lina menggelengkan kepalanya pelan. Lalu bergegas pergi. Meskipun Dito seperti ingin berbicara lagi. Ia terlalu malu untuk berhadapan dengan siapapun. Ia perlu waktu untuk mempersiapkan kepercayaan dirinya lagi.

***
1324
Ayo tekan bintang dan komennya :)

Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang