Lina menunggu di halte. Hujan turun dengan deras. Tidak ia sangka sekali. Lina menghela napas. Padahal di perkiraan cuaca hujannya turun tengah malam. Itulah kenapa jangan terlalu percaya dugaan manusia sekalipun memakai teknologi. Ia tidak membawa payung atau jas hujan, di halte ini hanya ia seorang yang menunggu, dingin makin menggigit, dan ketakutan mulai merayap dalam kegelapan. Ia takut ada laki-laki tidak di kenal atau preman mendekati halte tempat ia bernaung.
Lina sesekali menolehkan kepala kanan-kiri menunggu kedatangan bus yang terasa seabad lamanya. Ramainya berita negatif menambah gelisah dalam dadanya.
Tiba-tiba ada mobil berwarna putih minggir ke sisi halte. Dari kursi kemudi. Muncul wajah Dito.
"Kenapa sendirian di sini?" teriaknya memecah bising hujan yang berdenting di atap.
Lina mengecek sekitarnya dan menyadari dirinya yang diajak bicara. Ia meremas tas selempangnya sembari menjawab, "Aku sedang menunggu pesanan gojek."
"Ayo naik. Aku antar pulang."
Lina disergap panik dan seketika menggeleng. Kenapa berdua dalam mobil dengan Dito lebih menakutkan dibanding bertemu preman.
"Tidak perlu. Gojeknya sudah di dekat sini." Padahal bohong. Hpnya mati. Ia berdiri disini karena menunggu bus namun bus tak kunjung datang.
"Batalkan saja. Tak mungkin niak motor hujan deras seperti ini." Terlihat dahi Dito berkerut seolah Lina terus mencoba kesabarannya.
"Tidak, kasihan bapaknya kalau di batalkan," elak Lina. Ia sesekali melihat ke jalan, berharap bus datang agar ia mempunyai alibi.
Dito keluar dari pintu. Berlari kecil sampai masuk ke halte. Bahu dan rambutnya basah.
"Sudah dimana bapaknya? Nanti aku akan kasih uang tapi kamu naik mobil, bapaknya akan tetap jalan sesuai aplikasi," saran Dito yang sudah berada di samping Lina.
Lina tergagap, "i...itu... Hpku mati. Tapi, sudah terpesan kok. Kasihan bapak itu kesini dan tidak ada orang."
Lina memuji akalnya yang tak kehabisan ide menolak.
"Sebentar, aku ambil power bank."
Oh, mampus.
"Tidak per... lu." Dito sudah masuk kembali ke dalam mobil.
"Mana handphonemu?" Tangan Dito terulur setelah kembali ke halte lagi. Meminta hp Lina yang gelisah di tempatnya berdiri.
"Kau tidak perlu melakukan semua ini. Aku bisa sendiri." Lina menatap bukan hanya bahu sekarang kemeja Dito ikut basah.
Namun, Dito tak mendengar. Ia langsung mengambil handphone Lina tanpa persetujuan. Mencharge. Namun, ketika layar hidup. Tidak ada pesanan gojek. Aplikasi itu belum di gunakan hari ini. Dito mendongak. Lina menunduk. Menggigit bibir.
"Ayo."
Tolakkan Lina tertelan hujan dan tarikan tangan Dito. Dito membuka kursi belakang. Kenapa tidak di depan? Lina, sadarlah! Kapan harapanmu berakhir? begitu ia masuk ke kursi belakang. Ternyata pertanyaannya terjawab. Sudah ada penghuninya. Fiana.
***
25224
Ayo tekan bintang dan komennya (ノ◕ヮ◕)ノ*.✧
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)
Romance*Seluruh hak cipta karya ini dilindungi undang-undang Lima tahun yang lalu, Dito adalah siswa miskin di kelasnya dan Lina adalah anak berkecukupan. Masalahnya, Dito sudah memendam lama perasaannya pada Lina. Berkat suruhan Gina -temannya- dan kasiha...