15.b

252 36 1
                                    

Lina terus memikirkan perilaku Dito yang aneh. Dia memandang isi dapurnya yang kini penuh dengan makanan sehat. Saat semalam pria itu ke minimarket, tidak hanya membeli rempah-rempah bubur tapi juga membeli kulkas mini, daging ayam, daging sapi, sayur-sayuran, buah-buahan, aneka bumbu dapur, dan semuanya Dito sendiri yang menyusunnya dalam lemari es kecil itu.

Lina sangat menantangnya. Begitu mudahnya orang-orang kaya membeli barang dalam sekejab tanpa harus menabung terlebih dulu. Namun, Dito seolah menganggap kontrakan ini rumahnya sendiri. Mereka menghabiskan waktu berdebat semalam dan berujung Lina yang kalah dengan semua todongan fakta. Apalagi laki-laki itu memiliki alasan utama gara-gara dirinya sakit.

Lina berjanji dalam hatinya, setelah ia sembuh. Ia akan mengembalikan kulkas ini ke orangnya. Dan satu lagi, bagaimana cara menagih baju dan celananya yang dipinjam Dito ya?

Walau buluk, tapi ia tidak dalam kapasitas memiliki pakaian yang banyak dan layak. Dan keesokan harinya, ia menemukan paper bag di atas meja kantornya. Berisi baju dan celana adidas baru yang lebel harganya masih melekat. Harganya sama dengan dua bulan gajinya yang waktu itu kerja di makanan siap saji. Gila. Hanya untuk pakaian saja. Lebih baik digunakan untuk membeli kebutuhan pokok atau hal-hal berguna lain, jika itu dirinya.

Lina menemukan kertas yang merupakan pengirim benda mahal ini.

Baju dan celanamu nggak sengaja robek saat aku ganti pakaian. Jadi, aku ganti. Kabari kalau kamu nggak suka model atau warna atau minta ganti pakaian lain.

Tidak tertulis nama pengirim. Tapi, Lina yakin ini ulah Dito.

Sejak hari itu, di pikiran Lina sibuk memikirkan cara bertemu Dito berdua saja. Tapi, dia juga canggung bersama pria itu dan tak punya keberanian.

Lina meletakkan paper bag di atas meja Dito. Laki-laki itu sontak mendongakkan kepalanya dari membaca berkas ke wajah Lina.

"Pakaiannya... terlalu mahal. Tidak perlu di ganti. Bajuku juga sudah ... lama. Nggak apa-apa."

"Tapi aku yang merasa tidak nyaman karena sudah merusak barangmu. Lagipula itu bukan apa-apa, aku bisa membelikanmu yang lain jika tidak suka modelnya."

"Tidak, sungguh tidak perlu di ganti."

"Aku tidak mau menerima kembali pemberianku, Lina. Atau kamu mau diganti dengan bentuk lain?"

Lina cepat-cepat menggeleng apalagi melihat Dito mengeluarkan dompetnya.

"Tidak perlu."

"Jadi, kamu mau apa?"

"Aku tidak mau apa-apa."

Mata Dito menyipit lalu sudut bibirnya menyeringai sebentar sebelum kembali ke mode datarnya. Entah apa dalam pikiran pria itu.

"Aku tidak akan menerima kembali barang-barang yang telah kuberikan. Jika kamu tidak suka, kamu bisa memberinya ke orang lain atau membuangnya. Atau minta tukar dengan yang lain, aku bisa melakukannya."

"Baiklah, pakaian yang seharga pakaian yang kupinjamkan saja. Ini terlalu... mahal."

"Model celana olahraga itu tidak diproduksi lagi oleh sekolah dan lebel merek dalam baju itu sudah pudar. Memori pakaian tersebut jauh lebih berharga dibandingkan pakaian yang kubelikan."

"Aku tidak akan menukarnya kecuali dengan yang lebih mahal dari yang pertama."

"Ok, aku ambil yang ini saja." Lina mengambil paper bag itu lagi dengan cemberut. "Jadi ini punyaku?"

Dito mengangguk.

"Bebas kuapakan? Termasuk ku jual lagi?"

Dito lantas menyeringai seraya menggaruk alisnya. Tak ayal dia mengangguk juga.

"Aku juga sudah sehat."

"Aku senang mendengarnya."

"Maksudku kulkasmu..."

"Itu punyamu. Anggap saja bingkisan untuk menjenguk orang sakit."

"Jika aku mengembalikannya... "

"Kamu mau yang lebih besar?"

"Tidak, anggap saja aku tidak mengatakan apa-apa." Lina lelah berdebat lagi, yang ujung-ujungnya nanti dia yang kalah. Jam sudah menunjukkan semakin malam. Kantor sudah lenggang. Sepertinya hanya tinggal dia dan Dito yang lembut. Karena urusannya sudah selesai, ia meminta undur diri dan Dito mempersilahkannya.

***
24224
Ayo tekan bintang dan komennya (ノ◕ヮ◕)ノ*.✧
Di karyakarsa sudah bab 32 :)

Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang