23.a

236 37 12
                                    

"Kenapa cinta pertama itu sulit di lupakan?" Aldi melontarkan pertanyaan random saat mereka tengah makan besar merayakan ulang tahun perusahaan yang ke tujuh. Di meja panjang yang tersaji. Di kelilingi staf-staf kantor lainnya yang tak kurang dua puluh orang. Sebenarnya ada tiga meja lainnya di belakang mereka, sayangnya Lina kebagian meja yang sama dengan staf keuangan. Duduk di samping Gina, di mana ada Dito sebagai manajer mereka, Fiana, Aldi, dan lain-lain yang tidak ia kenal.

Seseorang yang duduk di seberang Aldi, mengenakan kaca mata dan kemaja lengan panjang putih menjawab,"Menurut mitos, cinta pertama itu meninggalkan jejak di area sensorik otak. Jadi, segala sesuatu yang pertama kali di lakukan atau di rasakan bersama si dia adalah hal yang pertama kali terjadi dalam hidup, sehingga akan terus terpatri dalam ingatan."

"Setuju nggak Pak Dito dengan pendapat Jesen?" Aldi menoleh ke arah Dito yang baru selesai bicara dengan Pak Adam. Atasan Lina. Beberapa staf admin juga kebagian tempat duduk bersama staf keuangan.

"Tentang apa?" tanya Dito menaikkan alisnya.

"Cinta pertama itu paling memorable meskipun sudah lama banget. Setuju nggak?" ulang Aldi.

Dito memainkan senyuman miring di bibirnya sambil matanya menatap misterius, "Aku mengikut kalian." Ia meneguk minumannya dan matanya terarah pada Lina yang langsung melarikan tatapannya kemanapun. Pura-pura menyuap makanan.
Lina tak sengaja menatap Fiana yang tengah fokus mengetik di layar handphonenya. Lalu menghela napas. Syukurlah, dia tidak mendengarnya.

"Iya, tapi disini ada dua kubu. Yang mana?" Tampaknya Aldi masih tak puas dengan jawaban Dito.

Fiana mendongak dari handphone dan melirik ke sampingnya. Sempat terdengar suara Fiana yang menanyakan perihal apa yang dibicarakan Aldi dan Dito. Lalu mengangguk dan memasukkan handphonenya ke tas.

"Hal begini aja di ributin. Cari bahasan lain saja. Disini kan mau senang-senang," sahut yang lain.

"Kita main true or dare," cetus Aldi yang masih dengan kerandoman idenya.

"Ah kekanak-kanakan sekali." Dan mendapat ketidaksetujuan yang lain. Fiana tergelak melihat ide Aldi selalu ditolak.

Aldi menjelaskan idenya yang ia yakini akan disetujui, "Bedanya, kalau nggak bisa jawab dia harus mencium orang yang di perintahkan penanya."

"Nah, aku setuju ini!"

"Yang sudah menikah dan punya pasangan nggak boleh main."

Mereka yang tidak main setuju-setuju saja dan memilih jadi penonton.

"Aku ikut!" Fiana tiba-tiba mengangkat tangannya.

"Berarti Pak Dito ikut juga?" Aldi tersenyum lebar seakan akan menemukan tontonan menarik.
Dito mengangguk sekenanya.
Ada lima belas orang yang ikut di meja itu. Sisanya ada dari Atasan, karyawan ibu-ibu ataupun bapak-bapak dan beberapa yang menikah muda. Lina mau tak mau ikut, karena di paksa.

Begitu botol di putar, ujung tutup botolnya langsung mengarah ke Dito. Aldi sangat senang seakan sudah menunggu selama ini. Sebab Aldi dan Dito itu dekat di kantor, mereka seumuran. Tak jarang jika hanya berdua, mereka seperti teman.
Namun, Dito itu penuh rahasia. Nggak mudah terbuka. Aldi yang dekat pun kadang nggak tau tentang Dito.

"Pak Dito, kapan kamu akan pacaran dengan Fiana?" tanya Aldi. Tersenyum jahil dan menunggu penasaran. Orang-orang yang duduk di meja ikut menunggu jawaban.

Kalau bukan atasan, pasti bakal ramai oleh cie-cie. Tapi, berhubung Dito dan Fiana adalah orang disegani, jadi mereka menjaga sikap tetap menghormati dan juga tertawa kecil.
Fiana menutup bibirnya dengan telapak tangan malu dan sesekali menjadikan Aldi sebagai sasaran timpukannya.

"Siapa yang harus ku cium?" balas Dito tiba-tiba.

***
20324
Ayo tekan bintang dan komennya ya :)
Makasih sudah mengingatkan kalau aku libur kemarin 😁

Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang