7.b

183 24 3
                                    

Lina mendongak dan seketika terdiam. Jarak wajah Dito amat dekat. Karena laki-laki itu membungkuk dan ekspresinya berganti-ganti. Kaget, gugup, dan memerah. Seakan tidak memperkirakan bahwa Lina akan mendongak.

Beberapa detik dalam satu tatapan yang sama, di putus oleh Lina karena tersadar mendengar suara ramai di sekitarnya. Ia memundurkan kepalanya dan tangannya mengulurkan air mineral di sampingnya duduk.

"Tapi, ini sudah... " Lina tidak menyelesaikan ucapannya, begitu botol itu diambil tangan Dito. Pria itu mengambil posisi jongkok dan meneguknya hingga setengah. Langsung dari bibir botol.

"Kamu mau bilang apa?"

"Air itu sudah kuminum."

"Lalu?"

"Itu... bekas bibirku." Lina entah kenapa merasa malu di bagian akhir katanya.

"Oh, pantas." Dito termenung dan mengangguk.

"Pantas apa?" Tatap Lina penuh selidik.

Dito memandang Lina yang juga menunggu jawabannya. Lalu laki-laki tersenyum dan menggelengkan kepala. Namun, ujung telinganya memerah.

"Boleh kuhabiskan?"

"Habiskan saja. Aku sudah tidak haus lagi."

Dito menghabiskan air mineral itu. Sudut bibirnya tertarik saat meneguk air itu sampai habis. Lalu ia melempar botol itu ke kotak sampah dan mengulum senyum.

"Kenapa?" tanya Lina heran dengan ekspresi Dito yang terlihat senang.

"Ada rasa apel."

"Oh, itu lipblam. Aku pakai pelembab bibir rasa apel."

"Kamu punya rasa apa saja?"

"Apel saja."

Dito mengangguk-angguk. Matanya menunduk. Lalu membenarkan tali sepatu Lina yang renggang. Menyimpulkannya kembali.

"Simpulannya harus erat, nanti lepas dan bisa melukaimu."

"Iya, makasih."

Terdengar seruan memanggil nama Dito di lapangan. Baik Dito maupun Lina kompak menoleh. Teman-teman Dito memanggil untuk melanjutkan permainan bola lagi.

"Aku ke sana."

"Iya."

"Kamu nggak apa-apa ke kelas. Di sini panas. Sebentar lagi akan pergantian jam."

Lina mengangguk juga menunduk. Setelah Dito pergi. Lina mendadak ingat, bukankah dia sedang ngambek dengan Dito?

Tapi, maksudnya rasa apel itu apa ya?

***

Lina sedang mengetik pesan untuk Gina yang sudah sampai di rumah sementara ia masih menunggu di sekolah.

Gina : Kau belum pulang?

Lina : Belum, Dito bilang tunggu di sini.

Gina : Cieee... mau jalan-jalan sehabis sekolah ya?

Lina : Mana mungkin!

"Sedang chatting dengan siapa?"

Lina mendongakkan kepala. Wajah Dito sudah ada di hadapannya sambil menunduk ke layar telponnya.

"Oh, Gina... " ujarnya sambil mengangguk-angguk.

Lina menutup ponselnya dan memasukkan ke saku. "Kamu ... kenapa menyuruhku menunggu di dekat sini?"

Lina menatap sekitar yang sudah sepi. Anak-anak sekolah sudah pulang hanya tersisa yang masih eskul. Dia tengah duduk di warung Bu De yang tutup, yang terletak di belakang sekolah. Menyepi di keramaian agar tidak terlihat.

Rona merah merangkak naik ke pipi Lina. Jantungnya tiba-tiba berdegub kencang. Beginikah rasanya? Ia sering mendengar cerita teman-temannya saat mereka pacaran. Biasanya pacar mereka menepi ke tempat yang sepi untuk meminta itu... ciuman.

***

25124
Ayo tekan bintang dan komennya (ノ◕ヮ◕)ノ*.✧

Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang