Lina meraup wajahnya. Menutup mata. Untung jam kosong jadi otaknya bisa beristirahat. Tunggu, tapi langkah yang diambil sudah tepat, bukan? Ia sudah merasa tidak cocok lagi dengan Dito. Hubungan ini juga seperti membosankan. Berjalan di satu tempat dan tidak kemana-mana. Ia tidak merasa antusias menunggu kedatangan Dito atau galau ketika Dito absen sekolah seperti ucapan Gina. Ia tidak merasakan semua itu. Mana warna merah jambu itu? Sedikit pun hatinya tidak tergerak, harinya berwarna-warni, dan tersenyum-senyum mirip orang gila. Tidak ada. Lebih baik menyudahi ini. Dan fokus belajar. Toh, hubungan ini tidak ada gunanya ya, 'kan?
Ya, benar. Kini tekatnya sudah bulat.
Tapi, hubungan kalian baru berjalan beberapa minggu. Tidakkah ini keputusan terburu-buru?
Arrrggghhh... Hati sial. Tau ah, pusing. Pokoknya hari ini, putus.
Lina langsung menelungkupkan kepalanya ke meja.
Dan semua kelakuan Lina tak luput dari pengamatan Dito. Yang mengamati dari ujung seberang. Lina kenapa ya? Apa dia sakit? Oh iya, boneka itu apakah sudah di berikan Gina? Kemarin karena dia tidak tau keberadaan Lina. Tidak bisa menghubungi juga. Beruntung dia bertemu Gina dan Fajar masih di dekat jalan mall, jadi ia menitipkan boneka itu pada Gia untuk diberikan pada Lina. Kalau di bawa pulang, bonekanya takutnya kotor karena ia naik angkutan umum. Resiko terinjak, terhempas dan belum lagi adiknya di rumah. Ia tak tega membawanya pulang. Takut memberi harapan pada kedua adiknya padahal boneka itu untuk Lina. Berkat semua pertimbangan itu, ia menitipkannya pada Gina.
Apa dia suka?
Lamunan panjang itu terputus begitu pemandangan di depannya berubah menjadi Lina. Ya, Lina mendatangi mejanya. Gadis itu tampak menguatkan diri dengan kepalan tangan dan ekspresi menunduk.
"Ada yang mau aku bicarakan pulang sekolah nanti."
"Aku juga," sahut Dito sama. Mata mereka saling bertatapan.
***
Setelah pulang sekolah, kelas terasa sepi. Hanya terisi anak-anak yang sedang mengerjakan kerja kelompok untuk persentasi minggu depan. Dito memilih tempat di halaman belakang sekolah. Di balik dinding kelas mereka.
Lina menatap rumput-rumput yang bergoyang dan pohon rindang besar di tengah-tengah halaman yang membuat teduh area di bawahnya.
"Kamu mau bicara apa?"
"Kamu duluan," Lina masih bimbang. Ia tampak gamang dengan mencabut rumput sembarangan.
"Kamu saja dulu," tawar Dito. Merasa percakapan Lina lebih penting dari miliknya.
"Kurasa kita tidak cocok. Aku merasa hubungan ini tidak nyaman lagi untukku. Lebih baik kita jadi teman saja."
Dan senyum Dito perlahan surut. Ia menatap kepala Lina yang masih menunduk di sampingnya.
"Apa?" Seolah tak percaya dengan pendengarannya.
Lina menghembuskan napas. Memantapkan hati lalu menatap mata Dito.
"Aku mau kita putus."
***
3224
Ayo tekan bintang dan komennya (ノ◕ヮ◕)ノ*.✧
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)
Romance*Seluruh hak cipta karya ini dilindungi undang-undang Lima tahun yang lalu, Dito adalah siswa miskin di kelasnya dan Lina adalah anak berkecukupan. Masalahnya, Dito sudah memendam lama perasaannya pada Lina. Berkat suruhan Gina -temannya- dan kasiha...