25.b

243 35 6
                                    

Tak disangka ia bertemu Fiana saat pintu lift terbuka. Fiana nampak terkejut. Namun, Lina memilih berpura-pura tidak melihatnya. Menyembunyikan wajahnya dibalik tirai rambutnya dan berpura-pura menunduk menatap handphone. Fiana lewat keluar sambil sesekali menatap Lina dengan penasaran. Seolah bertanya sendiri dalam hatinya, apakah itu Lina atau bukan? Tapi, orangnya nggak lihat ke sini jadi ragu menyapanya. Takut salah orang.

Helaan napas lega Lina tidak berlangsung lama. Walau Fiana menghilang, tapi ketakutan itu sudah menunggunya di balik pintu kamar.

Menatap pintu kamar yang sedang mereka tuju bagai berjalan menuju kursi penghakiman.

Dan benar, ternyata Lina tidak sekuat itu. Ia berpikir bisa menahan semuanya. Ia berpikir ia bisa menjeda sisa kewarasannya. Ia berpikir bisa membuang sebentar ketakutannya.

Saat memasuki kamar dan Arga mulai menempelkan tubuhnya. Tubuh Lina langsung gemetar. Meskipun ia mencoba menahan, membiarkan pikirannya terbang sebentar, atau membuat hatinya mati rasa. Ketika tangan Arga menggerayangi tubuhnya. Napas pria itu yang menderuh keras. Tatapan bergairah yang ingin memakannya. Kepala Arga yang mendekat mencari bibirnya.

Lina merasa jijik dan refleks mendorong Arga sejauh-jauhnya. Air matanya turun dan bibirnya mengeluarkan isakan. Bahunya gemetar hebat. Ketakutan menguasai seluruh aliran darahnya. Tangannya membekap mulut. Ia berbalik tanpa memperdulikan Arga yang mengumpat karena hampir terjengkang dan berlari tergesa-gesa tanpa memperdulikan apapun lagi. Air mata putus asanya jatuh. Ia merasa benci dengan dirinya sendiri.

"Lina! Hei! Lina!"

Lina langsung masuk ke lift membiarkan Arga yang berteriak memanggilnya.

***

Sampai di kontrakan, ia langsung menggosok seluruh tubuhnya dengan kasar. Berusaha menghilangkan bayangan menakutkan itu dari benaknya. Mencoba segala aktivitas, memasak, menonton drama maupun tenggelam dalam tugas kantor, dan sedikitnya itu berhasil.

Sayangnya, usahanya itu menjadi sia-sia kala Fiana mengungkit itu di kantor. Dan melengkapi penderitaan Lina, ada Dito di sebelah Fiana.

"Lina, kemarin aku ragu antara mau menyapamu atau tidak karena mau memastikan tapi orang yang mirip dirimu masuk ke lift. Kemarin, apakah kau di hotel Samanta?"

Kenapa Tuhan selalu mempertemukan dirinya dengan dua orang ini?

Dahi Dito nampak berkerut.

"Iya, maaf. Aku tidak melihatmu." Lina meringis berusaha menarik senyum yang berakhir gagal. Lalu fokus lagi ke mesin fotokopian di depannya. Ia berusaha cepat agar tidak menghabiskan banyak waktu di sini.

"Tidak apa-apa. Tapi, yang di sebelahmu itu Arga, kan?"

Kini tatapan Dito sepenuhnya ke arah dirinya.

Dengan pelan Lina menjawab,"... Iya."

"Wah, apakah kalian balikan? Kalian tampak mesra kemarin? Tangan Arga melingkari pinggangmu terlihat sangat so sweet. Melindungi dan seakan menyatakan kau miliknya. Melihatnya saja aku merasa iri."

Lina tidak tau harus menanggapi apa selain tertawa kering. Sementara atmosfer di sekitarnya berubah tidak nyaman. Tepatnya tatapan menusuk dari arah samping wajahnya.

"Ngomong-ngomong kalian sedang apa di sana?"

"Ah, di sana... Arga memintaku untuk menemaninya bertemu teman-teman lamanya. Semacam reuni di restoran hotel." Lina merangkai kebohongan. Ia tidak tau apakah itu bakal dipercaya atau tidak. Mungkin Fiana akan percaya-percaya saja tapi tidak tau yang satunya.

Fiana mengangguk-angguk percaya. Saat Fiana dipanggil terkait laporan. Dito masih berdiri di sana.

"Reuni di hotel?" ulang Dito bernada meremehkan, lalu matanya menyelidik dengan alis terangkat naik, "apakah itu termasuk reuni kisah cinta kalian?"

"Apa maksud anda, Pak?"

"Tidak ada." Dito memilih mengendikkan bahu. Membiarkan pertanyaan ambigunya menyesaki kepala Lina.

Dito membungkukkan tubuhnya dan memposisikan bibirnya sejajar dengan telinga Lina.

"Tolong katakan pada Arga... pakai pengaman." bisiknya untuk terakhir kali. Matanya menyorot datar. Saat bibir Lina kaku karena kata-katanya.

Dan Dito berpaling ketika Lina melemparkan pandangan menyakitkan padanya.

***
25324
Ayo tekan bintang dan komennya :)

Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang