5.b

237 31 1
                                    

"Lina," panggil Dito memandang mata coklat itu. Bibirnya semakin terkembang lebar. Mungkin karena kemarin ia menjauhi Lina, malamnya bergelut resah dengan hati dan minggu menumpuk rindu. Tetapi, ternyata justru mereka dipertemukan.

Jujur, ia memang sakit hati. Namun, terlepas dari itu ternyata hatinya memaklumi. Mungkin, Lina sedang belajar untuk mencintainya. Bukankah ia yang jatuh cinta bukan Lina? Masih untung diterima pikirnya kemarin malam setelah galau seharian. Ia tidak menampik bahwa Lina masih merajai seluruh relung hatinya. Katakanlah ia tidak waras, tetapi memang begitu. Jatuh cinta pun membuatnya nyaris gila. Apalah itu hanya luka kecil, demi orang dicinta bukan apa-apa.

"Siapa, Nak?" tanya orang di belakang Lina.

Dito sontak tersadar pada kantung makanan yang ditentengnya.

"Saya dari Restoran Maringgi Pak. Ini pesanannya."

"Oh, tunggu ya." Bapak itu menengok ke belakang, "Ibu! Tolong ambilkan dompet bapak."

"Ya," jawab seruan lain di dalam rumah itu.

"Kenapa, Nak?" Pak Arman melirik anaknya yang kaku di depan pintu lalu pemuda itu yang memandangi lekat Lina.

"Kenapa menatap anak saya?"

Dito di serang gugup. Ia sontak menunduk. "Ma-maaf Pak. Itu... aku... "

"Kalian saling kenal?" potong Pak Arman karena ucapan Dito tidak terlalu jelas didengar. Suara hujan terlalu keras di luar halaman seperti ini.

Dito mendongak. Matanya berbinar. "Iya, Pak, saya---"

"Dia teman sekolahku, Pak," sela Lina yang baru sadar dari keterkejutannya. Mata Dito beralih padanya, Lina memalingkan wajah melihat mata itu meredup mendengar ucapannya.

"Oh teman sekolah, toh. Masuk, Nak. Kamu sepertinya kebasahan. Di luar juga hujan."

"Tidak apa-apa, Pak. Nanti lantainya basah," ujar Dito tidak enak atau memang hatinya tengah patah untuk kesekian. Entahlah, rasa dingin di badan tak terasa. Ada yang lebih perih dari itu dan merenggut sebagian pikirannya.

"Santai saja. Nggak apa-apa. Bapak malah senang kamu teman sekolahnya Lina."

"Loh, Pak, kok nggak disuruh masuk dulu, sih? Hujan besar gitu. Aduh, kamu pasti kedinginan. Basah begitu. Ayo masuk." Ibu Lina segera mengajak Dito masuk.

"Tapi Bu--- "

"Ayo masuk. Ibu nggak mendengar penolakan."

Lina melirik Dito yang di seret ibunya masuk ke dalam. Ayahnya terkekeh dan mengomentari tindakan ibunya.

"Aduh, Sayang. Kamu bisa bikin anak orang takut. Nanti dia salah paham."

***
19124
Ayo tekan bintang dan komennya (ノ◕ヮ◕)ノ*.✧

Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang