"Kamu kenapa?"
"Kita ini apa?"
Tanya Lina dan Dito bersamaan. Keduanya saling menoleh. Dito mempersilahkan Lina lebih dulu.
"Kalau bukan siapa-siapa, kenapa kamu harus marah ketika aku blokir?"
"Awalnya aku tidak tau, sampai Aldi cerita. Dia merasa bersalah di kantor tadi sama kamu. Aku juga sudah menjelaskan ke Fiana bahwa aku sedang menjalin hubungan serius sama kamu."
Lina sontak menatap mata Dito yang dari tadi tidak berani ia tatap balik.
Lina bingung harus menjawab bagaimana. Apa dia harus menanyakan hubungan mereka atau tanggapan Fiana. Dito memahami kerisauan itu diwajahnya.
"Aku sudah bilang waktu kita dinas di luar, aku mencintaimu dan kamu mencintaiku. Aku tidak ingin sekedar pacaran, aku ingin kita serius. Karena kita sudah pacaran dulu, dan sekarang aku ingin kita serius."
Lina terkejut di tempatnya duduk. Dia kehilangan kata-kata. Ia bisa menebak mereka pacaran tapi ia tidak tau kalau Dito bakal serius. Itu tidak ada dalam skenario benaknya.
Ini serius?
"Aku tau kamu bakal terkejut. Karena aku ingin mempersiapkan semuanya."
"Maksudmu kita akan menikah?" tanya Lina memperjelas.
"Tujuan memiliki hubungan itu adalah menikah, kan?"
"Tapi, kita ... apa kamu yakin?" Lina masih sangat terkejut. Dia menatap Dito yang tampak tenang.
"Apa yang membuatku tidak yakin?"
"Kamu tau aku hanya seorang..." Lina menghentikan kata-katanya. Dia merasa rendah diri. Dia melihat tampilan pakaiannya dan semakin berkecil hati.
"Berhenti merendahkan dirimu Lina. Aku merasa kamu adalah tujuanku. Kamu tempatku pulang. Kamu rumahku dan anak-anakku kelak. Tidak ada yang pantas dan merasa pantas, melainkan kita sama-sama berusaha menjadi suami-istri dan orang tua yang baik."
Lina gamang.
"Menurutmu apa Tuhan mempertemukan kita kembali tanpa tujuan?" tanya Dito lagi. Dia kini berjongkok dan berhadapan dengan Lina. Menggenggam kedua tangan Lina.
"Aku ingin kita bersama dan menghabiskan masa tua bersama-sama," tambah Dito lagi. Menatap ada kerutan samar di dahi Lina. Dito berkata, "Apa ada yang masih mengganjal di hatimu?"
"Bagaimana tanggapan Fiana?" Lina menatap mata Dito. Ini benar-benar serius.
"Dia memberi selamat."
"Hanya itu?" Lina mencari apapun di mata Dito dan ekspresi wajahnya. Namun, tidak ada rahasia dibalik itu.
"Ya."
"Kamu tau dia menyukaimu?"
"Mungkin itu hanya sekedar kagum. Dia bisa mengurusi perasaannya sendiri dan dirinya."
"Tunggu, ayahnya?"
"Ayahnya sudah lama kuberitahu dan tidak terjadi apa-apa. Aku tidak dipecat dan mereka menerimanya. Aku baru memberi tahu hubungan kita ke teman-temanku saja. Aku belum memberitahu orang-orang kantor. Apa aku harus buat pengumuman?"
"Tidak perlu."
"Semua sudah kelar?"
Lina mengangguk pelan. Sepertinya ia harus mulai belajar untuk bersikap dewasa. Berhenti ngambek tidak jelas. Ia merasakan rambutnya diacak-acak dengan gemas oleh Dito.
***
Sejak itu Lina dan Dito semakin dekat. Dito tak segan-segan menunjukkan perhatiannya sekalipun di depan orang-orang kantor. Yang dulunya kursi penumpang sebelah Dito itu diisi Fiana kini berganti Lina. Beberapa orang penasaran akan kedekatan mereka dan langsung bertanya. Ketika hubungan mereka tersebar Lina tidak punya pikiran lain, selain itu hubungan normal orang-orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)
Roman d'amour*Seluruh hak cipta karya ini dilindungi undang-undang Lima tahun yang lalu, Dito adalah siswa miskin di kelasnya dan Lina adalah anak berkecukupan. Masalahnya, Dito sudah memendam lama perasaannya pada Lina. Berkat suruhan Gina -temannya- dan kasiha...