27.b

296 36 4
                                    

Apa ini?"

Mereka berdua di lorong sempit yang sepi dari orang-orang meski suara musik masih sayup-sayup terdengar. Lina berhadapan dengan Dito yang siap memuntahkan laharnya. Menatapnya dengan tajam.

Laki-laki itu menyeretnya kemari setelah temannya mabuk. Sementara Dito hanya meneguk satu gelas dan masih sadar untuk memperhatikan gerak-geriknya dengan tatapan menghunus tajam.

"Aku... kerja." Lina membuang wajah. Dia tidak bisa berkutik. Kedua tangan laki-laki itu memenjarakannya. Dia tidak bisa bergerak kemanapun. Di belakangnya tembok dan di depannya Dito yang sedang marah.

Wajah pria itu menghitam bagai arang mendengar jawaban Lina. Dia mendengus dan berkata sarkas, "Kerja?! Tempat seperti ini kau bilang bekerja?! Lalu apa yang kau lakukan di kantor? Bermain-main?"

Ketika Dito menggunakan kata penyebutan 'Kau' pada Lina yang biasanya 'Kamu' berarti dia sedang marah besar. Seakan itu sebuah pemahaman yang baru diketahuinya belakangan ini.

"Karena aku butuh uang!!!" balik Lina marah. Ia kesal. Ia ingin Dito pergi saja. Kehadirannya di sini membuat dirinya terasa lebih hina. Setidaknya jika tidak tau apa-apa tentang hidupnya, jangan memarahinya seolah tau segalanya. Ia jengkel di sudutkan. Seakan dia melakukan dosa besar.

Lalu apa yang dilakukan laki-laki itu berdua dengan Fiana malam hari di apartemennya?

Tapi, Lina tidak seberani itu dan hatinya tidak siap untuk mendengar jawabannya.

"Di kantor juga kau di gaji. Apa yang kurang di sana?" Dito masih mencercanya.

Aroma alkohol bercampur minyak wangi Dito, jarak yang menipis, dan jantung yang sama-sama berdetak kencang.

"Aku butuh uang sangat banyak!" Lina  menantang mata Dito yang sama-sama dipuncak kemarahan.

Reaksi Dito justru tertawa sinis. Wajahnya miring untuk menatap mata Lina lurus-lurus. Dan Lina mendengar gemeretak tulang di kedua tangan Dito yang terkepal di kedua sisi kepalanya.

"Sungguh Lina, alih berbohong kau juga materialistis? Setahuku Arga sangat kaya. Apa dia tidak cukup untukmu?"

Lina serasa ingin menangis. Ucapan Dito meremas hatinya begitu kencang. Harga dirinya di injak-injak. Tak cukup dengan tatapan, Dito juga menganggapnya perempuan gampangan.

Bukan salah dia juga. Lina yang berbohong dan marah ketika disulut. Tapi, egonya tidak mengijinkan dirinya untuk mengalah dan membiarkan Dito tenang.

***
31324
Ayo tekan bintang dan komennya ❤

Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang