13.c

248 36 1
                                    

Lina gugup sekaligus takut. Ia takut sikapnya menjadi masalah. Bagaimana pun ia masih butuh kerja. Ia takut Dito memiliki dendam dan membalasnya sekarang.

Ia akui sikapnya agak keterlaluan dulu.

Entah karena wajah Lina yang tegang. Dito tidak membahas lagi. Mereka diliputi keheningan yang tidak nyaman. Sampai Lina tiba di lantainya, ia memberi anggukan pada Dito sebagai kesopanan.

"Mari, Pak."

Yang ditanggapi Dito dengan tatapan tanpa kata-kata. Lalu Lina keluar menuju meja kerjanya.

Setelah itu, tidak ada lagi percakapan di antara mereka berdua. Percakapan yang dulu ia tunggu-tunggu, ternyata begitu dingin. Mereka kembali asing.

Awalnya begitu. Tadinya ia berusaha mengubur habis semua kenangannya. Ia tidak ingin mengingat lagi. Ia harus melangkah dan membuat hidup yang baru tanpa bayang-bayang Dito.

Di jam istirahat, ia tidak makan di kantin. Ia justru turun ke pinggir trotoar untuk memesan batagor saus kacang. Makan di sana di atas kursi plastik dan bersandar di tembok bangunan kantornya. Bersama Gina tentunya.

Ia harus menghemat uang karena masih pertengahan bulan.

Lalu datang kehadiran yang tidak diduga, Dito dan Fiana yang juga ikut makan di sana.

"Kenapa ya akhir-akhir ini sering lihat Dito sama Fiana?" bisik Gina memulai gosipnya, "padahal ya, mereka tuh sulit banget ditemui. Pokoknya super sibuk. Bahkan mereka sering makan di ruang kerja sehingga karyawan jarang melihat mereka.  Tapi, sekarang kayak ada aja dimana-mana. Sejak kamu kerja di sini kayaknya."

"Ngawur. Itu analogi yang tidak berdasar."

"Tapi, beneran loh." Gina mencoba meyakinkan Lina akan dugaannya.

Ia telah lama bersahabat dengan kata seandainya, dan sekarang ia sudah lelah. "Sudah, Gina. Nanti mereka dengar. Atasanmu sendiri."

"Makanya itu, aku kan bawahannya jadi sangat tau bagaimana sulit banget lihat dia, minta tanda tangan, mengurus agenda meeting, atau laporan-laporan pajak yang perlu di revisi."

Lina sesekali melirik Dito dan Fiana yang tengah bercakap-cakap di ujung meja lainnya, tepatnya Fiana yang bercerita dan Dito mendengarkan.

Lalu mata Lina melihat gelas yang berisi es coklat di samping tangan Dito yang mengenakan arloji Longines. Bukannya dia nggak suka yang manis-manis ya?

Tapi, minumannya tinggal seperempat gelas.

***
18224
Ayo tekan bintang dan komennya (ノ◕ヮ◕)ノ*.✧
Di karyakarsa sudah bab 30

Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang