2. a

282 34 3
                                    

Dito. Pemuda sederhana di kelasnya. Ia adalah anak yatim. Dia adalah anak pertama dari keluarganya, yang otomatis menjadi tulang punggung keluarga. Setiap pulang sekolah pria itu selalu bekerja paruh waktu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

Ibunya tak pernah ia izinkan untuk bekerja dan kedua adiknya masih sekolah di sekolah dasar. Ia menjadi tumpuan di  keuarganya. Di sekolah, Dito terkenal siswa yang rajin, tidak pernah bertengkar, selalu menjadi peringkat pertama di sekolah dan wataknya pun ramah. Tetapi, keterbatasan ekonomi membuat sebagian siswa masih memandang sebelah mata.

Kadang-kadang ada yang mencelanya karena memakai barang-barang bekas. Namun, ia hanya menanggapi dengan senyuman.

Tidak ada angin dan tidak ada hujan, cowok itu menyatakan perasaannya. Pada dirinya! Lina memang bukan anak sosialitas yang memiliki mobil, rumah besar dan segala keinginannya bisa dipenuhi. Ia hanya anak biasa dari keluarga menengah, ayahnya pengusaha minyak sawit dan ibunya bekerja di perusahaan swasta. Seperti anak pada umumnya. Ia juga memimpikan seorang pangeran datang di kehidupannya. Punya pacar kaya, mobil ada, tinggal tunjuk barang-barang yang ia sukai. Barang langsung ada di tangan.

Gina, sahabat satu-satunya yang ia harapkan dapat memberikan solusi dalam masalah ini. Malah menyuruhnya untuk menerima dengan alasan kasihan.

"Terima aja, Lin. Kasihan. Sebulan atau dua bulan baru diputuskan. Lagipula, nggak ada ruginya juga, kan? Kamu juga belum pernah pacaran. Jadikan ini sebagai awal untuk kedepannya nanti. Siapa tau kamu dapat yang lebih bagus. Kalau kamu nggak suka, tinggalin aja."

Gampang banget tuh bocah ngomongnya.

Bukankah itu lebih sadis?

"Ini perasaan Gina. Bukan barang, kalau nggak suka langsung ditinggal." Lina menghebuskan nafasnya kasar. Seraya melirik temannya yang tengah mencomot kue kering di dalam toples miliknya.

"Yah, terserah. Kamu juga yang jalani. Sebagai teman aku cuma ngasih masukan saja." Gina mengangkat bahu santai.

Lina membenamkan wajahnya di bantal. Percuma curhat sama Gina, sama sekali nggak membantu.

"Toilet di rumahmu dimana ya? Sudah kebelet." Gina berjingkrak-jingkrak kecil. Kakinya menyilang sambil menggoyangkan tubuhnya.

Lina menunjuk arah barat tanpa mengangkat kepalanya. Gina langsung melesat ke sana.

***
10124
Ayo tekan bintang dan komennya (ノ◕ヮ◕)ノ*.✧

Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang