Gina menoleh ke arah Dito yang tengah memandang kepergian Lina. Dia merasa kasihan pada Dito, pemuda itu menunduk menatap makanan yang kini berceceran mengotori lantai.
Farhan bangkit dan berseru keras. "Eh, main bola yuk di luar!" Ia langsung menarik tangan teman-temannya yang ada di kelas untuk ke lapangan.
"Tia, bulu hidungmu keluar tuh! Cek sana ke wc!"
"Ih, apaan sih!" Tia sontak memerah malu diteriaki begitu. Jadi ia meminta kedua temannya untuk menemaninya ke wc. Saat di luar, ia menanyakan hal sama ke temannya. "Sin, minta kaca dong. Bikin malu banget sih Farhan itu."
Setelah semua keluar, Farhan masuk lagi dan melihat Dito sudah membersihkan ceceran makanan tadi. Ia menepuk bahu Dito.
"Ada apa? Gadis itu kasar sekali. Mentang-mentang orang kaya."
Dito memegang bahu Farhan lembut yang membuat Farhan menghentikan omelannya. Dito menggelengkan kepalanya dan tersenyum pahit.
"Tolong jangan mencelanya. Aku yang salah karena menganggunya yang sedang ... pms." Dito berkilah. Tak sampai hati mendengar ada yang menjelekkan Lina.
"Pms?" Farhan menghembuskan napas, "ngeri tau berurusan dengan gadis yang lagi datang bulan. Aku aja pernah hampir di lempar kakak perempuanku dengan kipas angin gara-gara ikat rambutnya kujadikan ketapel."
Dito terkekeh kecil meski sudut matanya melirik ke arah pintu tempat hilangnya Lina.
Gina menyusul Lina. Sebagai teman ia tahu di mana temannya itu sekarang. Atap sekolah. Dia menarik nafas kepayahan. Menaiki tangga kecil yang tinggi, penuh belokan, dan panjang bukanlah hal mudah. Dia tidak tau kenapa Lina menyukai tempat berdiam diri yang untuk sampai kesana harus mengeluarkan tenaga ekstra besar. Ia menjumpai gadis itu yang tengah melamun.
"Kau keterlaluan Lina." Lina tersentak. Ia menoleh ke asal suara.
"Lina yang kukenal tidak seperti itu," lanjut Gina seraya mendekat.
Lina memutar bolanya malas. "Sekarang kau terdengar membelanya, siapa sebenarnya temanmu? Dia atau aku? Lagi pula, aku sedang kesal dan dia terus memaksa. Salah sendiri," ucap Lina tidak mau disalahkan. Melempar kesalahan itu ke arah Dito.
"Tapi, tidak seperti itu juga Lina. Dito melakukannya karena dia mengkhawatirkanmu. Dia anak yang baik. Jika kau tidak ada di kantin, dia menanyakanmu padaku dan membelikanmu jajanan." Gina mencoba menjelaskan.
"Jajanan?" Lina mendengus," dia selalu membelikanku yang murah. Bahkan dia selalu membelikanku jajanan yang sama. Coba lihat dirimu? Walau kau punya pacar yang sederhana, dia tetap membelikanmu yang enak. Sementara aku? Dia saja tidak pernah menghubungiku. Itu yang dinamakan pacaran? Seharusnya aku menolaknya! Tidak mendengarkanmu untuk menerimanya karena kasihan." Nada suara Lina meninggi.
"Setidaknya dia peduli padamu. Setiap manusia memiliki caranya sendiri untuk menyayangi sesuatu. Dito memiliki ketulusan yang belum kulihat dari laki-laki yang kutemui bakan pacarku sendiri! Kau beruntung mempunyainya." Suara Gina merendah. Membalas seseorang yang tengah emosi tidak baik membalasnya pula dengan emosi. Kau seperti menuangkan minyak di atas api.
"Kalau begitu, jadilah pacarnya," sergah Lina," dan belalah terus. Jika kedatanganmu kemari hanya untuk membahas dia, aku tidak akan mendengarmu." Lina memejamkan matanya, ia menyandarkan punggungnya ke tembok.
Gina menghembuskan nafasnya kesal sambil berujar, "kuharap kau tidak menyesal di kemudian hari." Lalu pergi.
Tanpa di ketahui kedua orang tersebut. Dito mendengar percakapan mereka di balik dinding, tempat ia bersembunyi.
Kedatangannya kemari untuk mengejar dan meminta maaf. Mungkin dirinya terlalu memaksa gadis itu. Namun, ucapan dari bibir Lina tak pernah ia duga. Pria itu duduk dan menyandarkan punggungnya di dinding. Siku lengannya ia letakkan di wajah menutupi sinar matahari dan memejamkan matanya menahan perih di hati. Bahkan kata perih tidak dapat menjelaskan keadaannya saat ini. Ia terhina, dibohongi, dan apalagi kata-kata yang cocok untuk seseorang yang menyedihkan?***
16124
Ayo tekan bintang dan komennya(ノ◕ヮ◕)ノ*.✧
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)
Romance*Seluruh hak cipta karya ini dilindungi undang-undang Lima tahun yang lalu, Dito adalah siswa miskin di kelasnya dan Lina adalah anak berkecukupan. Masalahnya, Dito sudah memendam lama perasaannya pada Lina. Berkat suruhan Gina -temannya- dan kasiha...