2.c

258 30 5
                                    

Ia pikir, hubungan pacarannya akan seindah teman-temannya. Di mana selalu di  perhatikan, ditanya apa sudah makan atau belum, kalau malam dan pagi akan ada yang mengucapkan selamat pagi atau nice dream sayang. Itu tidak berlaku untuk Dito. Pria itu, setelah meminta nomor hpnya yang ia pikir akan menghubunginya dengan nada cemas dan penuh perhatian. Nyatanya, sampai malam dan dirinya akan tidur tidak ada satupun baik sms atau telepon darinya. Apakah ini yang dinamakan pacaran?

Padahal ini hari pertama, dan sudah begini.

Kata Gina masa awal pacaran adalah yang terindah. Di sayang pacar dan dimanja setiap hari. Apanya yang dimanja? pikir Lina kesal.

Lina menggigit ujung bantalnya. Matanya tak henti menatap layar handphonenya. Namun, hampir setengah jam ia tunggu, Dito tidak menghubunginya. Ia mengerang kesal dan menghempaskan tubuhnya di  ranjang.

Tiba-tiba handphonenya bergetar. Lina langsung bangkit berdiri  dan mengambil handphonenya. Tanpa melihat layar handphone ia menerima panggilan itu.

"Kenapa menghubungiku? Kau ingin menanyakan aku sudah makan? Telat. Ini sudah pukul sepuluh malan dan aku mengantuk. Hoam... aku mau tidur. Jika ada yang ingin kau katakan cepatlah berbicara," ucap Lina ketus. Padahal dari tadi ia menunggu Dito menghubunginya. Matanya sama sekali tidak mengantuk.

"Maaf, ini siapa ya? Bisa panggilkan ayahku?" sahut seseorang di telpon itu. Terdengar seperti suara perempuan.

Lina mengernyitkan alisnya, keningnya berkerut. Ia menatap layar ponsel yang menampilkan nomor-nomor, yang berarti tidak terdaftar  di ponselnya.

"Ayahmu? Siapa?"

"Jacob. Jangan berbasa-basi. Cepat panggilkan ayahku," perintah wanita itu dengan arogan.

"Di sini tidak ada yang namanya Jacob! Kau salah server dunia!" Lina menutup teleponnya dengan kasar. Enak saja wanita itu memerintahnya. Memangnya siapa dia? Huh, dasar idiot!

Dengan perasaan dongkol ia berbaring di ranjangnya.

***

Dito melirik jam, jarum jam menunjukan angka dua belas malam. "Astaga, aku lupa."

Sambil meletakan perkakas ke tempatnya, Dito mencuci tangannya yang penuh oli. Tubuhnya diliputi aroma bensin. Ia berjalan menginggalkan bengkel.

"Dito, kau mau kemana?" sahut Niko, tangannya menempel pada kap mobil dengan sebuah kain di tangannya.

"Mau ke Wartel sebentar. Kalau ada Bos, nanti omongin aku pergi sebentar."

Niko yang merasa itu pribadi, hanya manggut-manggut saja. Niko adalah temannya, nasib pria itu sama seperti dirinya, bekerja di bengkel ini sampai larut malam demi memenuhi kebutuhan. Bedanya, Niko sudah putus sekolah saat SMP. Ia bekerja keras agar adik-adiknya bisa sekolah bahkan sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Tidak seperti dirinya, biarkanlah ia menanggung beban. Adik-adiknya tidak boleh merasakan apa yang dirasakannya, ia ingin melihat adik-adiknya sukses. Sebuah keinginan tulus dari seorang kakak.

Dito memasukan uang receh dan mulai menekan angka yang dihapalnya di luar kepala. Lolongan anjing dan senyapnya malam ini sudah hal biasa. Ia menunggu dengan harap-harap cemas. Jantungnya berdetak cepat seiring nada sambung yang terdengar di kejauhan. Setelah beberapa kali mencoba, ia menghela nafas panjang. Embun tampak keluar dari udara yang dihembuskan. Dinginnya malam semakin menggigit.

Ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Yah, lagipula siapa yang akan menerima panggilan tengah malam. Seharusnya ia tahu waktu.

"Selamat malam Lina." Dito meletakkan ganggang telepon ke tempatnya.

***
12124

Ayo tekan bintang dan komennya (ノ◕ヮ◕)ノ*.✧

Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang