17. c

234 34 5
                                    

Gina sangat menyesal terhadap kejadian yang menimpa Lina sewaktu menolongnya. Ia mengutuk keras-keras wanita itu dan bahkan berniat melabrak ke hotel sebelah sebelum dicegah Lina. Lina menenangkan Gina dan berkata Dito sudah menolongnya untuk membela diri.

Perlu beberapa waktu membuat Gina tenang. Lalu ia mulai bercerita pada Lina ketika diingatkan tentang Dito. Bagaimana Dito dengan gagah berani membela Lina di depan semua orang.

"Kau tau tidak tentang Dito setelah lulus?"

"Tidak." Lina menggelengkan kepala. Tangannya fokus mengeluarkan pakaiannya dari koper ke lemari hotel di kamarnya.

"Aku mendapat cerita ini juga dari beberapa rekan kerja lain. Tapi, bisa dipastikan ini terpercaya." Gina yang sedang tengkurap di atas kasur berujar dengan keyakinan pasti. Bibirnya gatal karena sejak dulu ingin membagikan cerita ini ke Lina tapi tak pernah sempat.

"Pak Dito untuk sampai ke posisi sekarang berkat bantuan ayah Fiana. Perusahaan ini milik ayah Fiana. Ayahnya lah yang membawa Dito bekerja disini. Awalnya dia jadi tukang pesuruh. Karena melihat kejujuran, cepat belajar dan keuletan Dito ia memberi bantuan untuk Dito kuliah. Tiga tahun setengah anak itu kuliah. Namun, tiga tahun itu juga ia ikut kerja disini. Jadi kerja sampai kuliah. Nggak terbayang sih capeknya seperti apa. Tapi, kerja kerasnya memang patut di hargai. Ia wisuda dan menjadi mahasiswa tercepat dan gelar caumlude. Lalu diangkat menjadi staff karyawan. Studinya tidak berhenti disana. Ia mendapatkan beasiswa dari kampusnya untuk melanjutkan S2. Dan beginilah dia sekarang. Kabarnya tinggal setengah tahun lagi ia merampungkan studinya. Tak heran ia dipromosikan menjadi manajer tiga bulan lalu. Etos kerja dan kepiawaiannya memimpin sangat bagus."

Gina berdecak kagum mengakhiri ceritanya.

"Katanya berkat dia juga perusahaan ini makin berkembang," lanjutnya lagi.

Tapi, itu semua tidak ada kaitan dengan dirinya, kan?

Dia dan Dito telah usai.

Belum lagi, dari cerita Gina seolah menjelaskan sesuatu antara Fiana, Ayahnya dan Dito. Lina seakan bisa menebak apa yang terjadi kemudian.

Menjelang malam. Lina mendapat bagian tugas cuci piring. Ia belum makan. Karena santapan malam ini adalah sea food dan ia alergi makanan sea food.

"Terimakasih Dito."

Lina reflek menoleh. Selalu begitu ketika mendengar nama Dito disekitarnya. Ia menemukan Fiana tengah tersenyum lebar menatap wajah Dito sambil menerima bungkusan.

Dito mengangguk singkat. Memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Kebiasaannya atau memang cuaca sedang agak dingin. Dan Lina harus menahan jari-jarinya yang mulai mati rasa.

"Wah, banyak banget kamu makan Fiana. Nggak nyangka makan banyak tapi tetap kurus. Hebat," puji Aldi rekan kerja Fiana yang satu divisi.

"Iih, bukan. Aku nggak makan sea food. Nggak suka. Ini di belikan Dito. Sebenarnya aku menyuruh Fara tapi Dito lebih dulu menyanggupi. Jadi gitu deh." Fiana tersenyum-senyum sambil menyelipkan helai rambutnya di balik telinga.

Lina kembali fokus mencuci bersama yang lain saat Dito mengedarkan pandangannya. Ia sedang berusaha tidak ingin bertatapan dengan Dito, berinteraksi ataupun berpapasan. Kejadian tadi membuatnya menyadari di mana dirinya berada.

Namun, ia merasakan punggungnya menghangat seperti ada tatapan yang menatap dirinya.

***
2324
Ayo tekan bintang dan komennya :)
Di karyakarsa sudah sampai bab 36 (。•̀ᴗ-)✧

Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang