27.a

239 34 6
                                    

Ini sudah hari ketujuh. Ia tidak pernah terbiasa dengan pakaian minim dan super ketat ini. Di tarik-tarik juga bagian tubuhnya yang lain terlihat. Belahan dadanya terlalu rendah. Dan akhirnya Lina berakhir pasrah memilih memfokuskan diri pada pekerjaannya. Apalagi sekarang, saat ia bertugas menjadi pelayan VIP. Dan betapa terkejutnya ketika mengantarkan minum, tamu yang harus di layani Lina adalah Dito dan temannya. Jelas tatapan Dito sekaget wajahnya sekarang. Lina cepat-cepat membuang wajah dan menyerahkan sloki-sloki itu ke meja dengan tenang walau ia merasakan tatapan Dito tak lepas darinya.

"Selamat... menikmati." Suara Lina mirip tikus yang mencicit dan terjepit. Kepalanya menunduk membiarkan rambutnya seperti tirai menyembunyikan wajahnya. Dan bergerak sealami mungkin untuk segera keluar.

"Mau kemana?" tanya teman Dito mampu membuat Lina terperanjat.

"Ke luar?" Lina menunjuk pintu ke luar dengan tanda tanya.

"Bukankah pelayan di sini melayani tamunya hingga selesai? Menuangkan minuman misalnya?"

Pipi Lina merah padam diingatkan tugasnya kembali. Dia lupa. Ini akan menjadi malam yang sangat-sangat panjang dan paling menyiksa. "Y-yah, benar. Maaf saya lupa." Lina kembali lagi berdiri canggung di samping sofa.

"Anak baru ya?" Teman Dito menaikkan alisnya menatap Lina.

Lina tidak berani menatap ke sebelahnya.

"... Iya," ucapnya dengan suara kecil.

"Tidak apa-apa, nantinya juga terbiasa. Sama seperti temanku ini, dipaksa dari dulu nggak mau-mau. Entah kenapa sekarang mau. Tapi, baguslah. Setidaknya dia harus merasakan kesenangan ini walaupun sekali seumur hidup."

Lina paham maksudnya siapa. Dito. Tapi, ia tidak akan menatap laki-laki itu walau penasaran. Jadi, ia tidak pernah ke club malam? Tapi, Fiana pernah ke apartemennya malam-malam hari.

Ngapain ya? Apa main catur? Tidak mungkin dengan pakaian berantakan seperti itu. Apa yang mereka lakukan di sana? Sudah berapa kali Fiana ke apartemennya malam-malam hari?

Tepatnya sudah berapa jauh hubungan mereka...

Kenapa ia harus memikirkan? Mencari penyakit hati dan menambah luka.

"Ayo tuangkan. Satu untukku dan satu untuk temanku."

Suara itu memecahkan lamunan negatifnya.

"Baik." Lina membungkuk, mengambil botol dan menuangkannya. Tapi, ia kaget luar biasa ketika tangan Dito merampas botol yang di pegangnya dan melempar jas hitam ke arahnya yang segera ditangkap Lina.

"Tutupi tubuhmu," ujar pria itu dingin. Kepalanya berbalik pada temannya yang masih memandangi tempat yang sama. Area dada Lina. Tatapannya langsung berubah jengkel. Dito melempar kotak rokok yang sukses menghantam dahi temannya itu.

"Apa sih?!"

"Kau kan minta rokok tadi."

"Iya, tapi bisa kan di taruh baik-baik. Aku duduk tepat disampingmu, kalau kau lupa."

"Wajahmu tidak ada baik-baiknya. Dan tanganku terpeleset."

Ketika mereka masih berdebat, Lina memakai jas Dito. Ia sangat malu dan tidak memiliki pilihan lain jika tidak ingin lebih malu lagi. Aroma laki-laki itu langsung mengelilinginya.

***
30324
Ayo tekan bintang dan komennya ❤

Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang