Menjelang tengah malam, Lina kelaparan. Alhasil ia mengendap-endap ke dapur dan hanya menjumpai buah pisang dan apel. Ia sudah tau, ketika mencuci piring tadi hanya ada sea food. Kebiasaan makan orang kaya tanpa nasi. Tadinya ia berencana akan membeli nasi kotak pagi besok di pasar nanti. Tapi, kelaparan ini tidak bisa di tahan lagi. Ia harus menerima itu. Pasrah sih. Karena tidak ada yang bisa ia perbuat.
Balik ke pisang dan apel, Lina suka tidak suka memakan kedua buah-buahan itu. Di kupasnya dan makan untuk mengganjal perut.
Ketika memasukan potongan apel ke lima, pintu dapur terbuka. Dito masuk. Lina yang menyandarkan kepala ke meja dan makan sambil rebahan kepala sontak memutar kepalanya menghadap ke arah lain yang sebelumnya menghadap pintu. Seraya memasukkan seluruh potongan apel ke dalam mulut hingga kedua pipinya kembung dan kupasan buahnya habis.
"Oh, ku kira tadi tidak ada orang," ujar Dito santai. Terdengar pintu kulkas terbuka.
Tidak ada tanggapan dari Lina. Ia sibuk mengunyah cepat-cepat.
"Sedang apa?" tanya Dito lagi.
Lina menelan susah payah. Bangun. Dan mendapati Dito berdiri di sebelahnya membawa cangkir air yang di letakkan di samping gelasnya. Menghiraukan Dito, Lina menjangkau gelas dan meminumnya tiga teguk. Masih tersisa setengah gelas.
"Permisi, Pak."
"Lina."
Namun, Lina memilih segera pergi.
Dito menghela napas. Matanya berganti pada tempat yang di duduki Lina. Ia melihat tiga kulit pisang dan beberapa ampas apel. Terdengar pintu terbuka lagi. Dito mengira itu Lina yang kembali tapi ternyata Aldi yang datang.
"Aduh, kebetulan. Kukira kosong. Wah, ada air! Rejeki anak soleh lagi haus." Aldi hendak menjangkau gelas di sisi Dito - bekas gelas Lina- namun segera di tarik Dito lebih dulu. Ia mendorong cangkirnya yang belum tersentuh ke Aldi.
"Ini milikku." Kodenya pada gelas di tangannya, lalu menatap cangkir di dekat Aldi, "Minum saja yang itu."
"Yang mana aja, terserah."
Dito meneguk perlahan air di gelas itu sambil menebak-nebak apa yang dilakukan Lina di sini? Tengah malam. Dan makan buah-buahan?
"Astaga! Aku baru ingat pagi ini! Bukannya kamu alergi seafood ya? Bagaimana kamu makan semalam? Apa kamu makan?" tanya Gina bertubi-tubi. Lupa pada Lina karena kesibukannya sendiri.
Lina melihat orang-orang memperhatikan dirinya termasuk Dito yang baru datang menenteng tas yang ia tebak tas Fiana nampak terkejut memandang dirinya juga. Lina cepat-cepat mengalihkan tatapan. Sebelum tatapan ini makin lama dan membuat tak nyaman, ia segera menjawab.
"O-oh, aku... sudah makan kok." Lina melempar senyum seakan mengatakan ia baik-baik saja.
"Semalam?" Gina memastikan.
"Iya, semalam aku membeli makan menitip sama orang yang mau pergi bermotor. Tapi, aku lupa namanya. Tak sempat. Buru-buru." Lina menyengir lebar.
"Ooh, syukurlah." Gina menghela napas lega.
Mungkin semua orang percaya pada kebohongan yang ia karang. Tapi, ada satu tatapan yang belum beranjak darinya. Dan ia tau milik siapa itu. Lina pura-pura membenarkan resleting tasnya.
***
3324
Ayo tekan bintang dan komennya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Yang Tertinggal Di Wajahmu (Tamat)
Romance*Seluruh hak cipta karya ini dilindungi undang-undang Lima tahun yang lalu, Dito adalah siswa miskin di kelasnya dan Lina adalah anak berkecukupan. Masalahnya, Dito sudah memendam lama perasaannya pada Lina. Berkat suruhan Gina -temannya- dan kasiha...