03. Random

189 145 5
                                    

Suara derapan kaki yang melangkah dengan riang, menghentak-hentakan kaki tanpa alas itu diiringi senandung. Suara itu yang terdengar menyebalkan itu oerlahan semakin terasa mendekat ke ruangan Tatu dimana alga sedang membicarakan suatu pekerjaan dengan rekan bisnisnya. Pria paruh baya itu mengusap usap dahinya, dalam hati berharap menyeru agar sosok itu ridak muncul dan mengganggu kesibukan.

"EH, OM DEAN! udah lama gak mampir!" sambut Azoya yang datang dari pintu menyelonong masuk begitu saja meskipun Alga kini tersenyum iblis memperingati. Jangankan takut cewek itu santai duduk disamping ayahnya serta menyomot cemilan terletak di meja. "Dengar-dengar om ngeduda lagi, nih!"

"Sana, gih, beresin dapur, kek. Main Barbie, kek," suruh Alga berusaha bersikap tetap tengan didepan rekan kerjanya. Ia mencubit pinggang Azoya agar mengerti maksudnya.

"Ih, apaan, sih, papa nyubut-nyubit. Cabul, ih, sama anak sendiri juga." Bukan pergi menjauh Azoya malah bergeser lebih ke samping sofa panjang itu.

"Sana, Zo."

"Papi aja sana, Zoya, kan mau nyari kebenaran gosip yang viral senator kompek itu. Biar ikutan eksis." Azoya menyahut tidak setuju.

"Ada ada aja." Pria berumur sekitaran kepala tiga itu menggelang geleng sambil menampilkan tawa kecil, melihat tingkah interaksi anak dan ayahnya yang saling adu pelototan. Tangannya terulur mengambil gelas di mejaa, menyerupnya beberapa kali tegukan. Mata-nya yang menyipit saat menikmati sensasi rasa kopi yang berpadu dengan harumnya, tidak lepas dari tatapan Azoya. Satu kata yang mendefinisikan pria seusia ayahnya itu, ganteng.

"Iya, nih, Zo." Dean meletakan cangkirnya sebelum melanjutkan perkataannya. "Doian biar dapet mama mu. Tar, tiket konser aman terjamin tiap bulan."

"Siap, om! Asal ada duit muka Zoya siap coblos om jadi kandidat papa baru!" jawab Azoya antusias mengacungkan keda jempolnya. Alga mendekil dan menyikut kaki cewek itu dengan kaki kirinya.

"Heh, mau papi blacklist dari daftar warisan kamu," bisik Alga mengancam. Suara cewek itu itu setika memciut.

"Kalo gak mami, Zoya boleh, om. Jelek jelek gini masih segel, lho," goda Azoya mengedipkan sebelah mata dengan genit. Tapi beberapa saat cewek itu mengaduh sebab ayahnya Alga memukul kepalanya dengan map. Meskipun tidak benar benar sakit. "Ish, papa, kan, Zoya bercanda. Kolot ih!"

Lagi-lagi Dean menggeleng mendapati wajah sewot Alga yang jarang dia temui. "Kalau papi mu setuju om, sih, yess."

Alga rasanya ingin membenturkan dahinya Kedinding sebab tepukan didahinya tidak membuat ke jengkelan-nya luntur karena Dean meladeni putrinya yang rada-rada. Padahal kalau dikacangin aja ia akan cepat minggat.

"Zo..."

"Restuin, dong, om! Asal perjanjian harus mati dua hari! Zoya mau, gep, berondong sebelah rumah!" cakap Azoya antusias.

Rasanya kini harga diri Alga seoalah terinjak injak. Bagaimana tidak? seharusnya membalas masalah pekerjaan malah menyimak pembicaraan tidak berbobot antara Dean dengan anak gadisnya. Cewek itu memang aktif bahkan lebih ke agresif.

Alga teringat dulu. Ketika rumah kemalingan, disaat para jagoannya bersembunyi dibalik ketiak Malvia, Azoya sekuat tenaga mengejar maling itu sampai berakhir tertangkap. Eh, ternyata niatnya malam mau minta nomor ponsel orang itu sebab postur tubuhnya menurut Azoya tipe cogan banget. Sungguh diluar dugaan. Tapi, cewek itu harus menelan kekecewaan selain maling ganteng itu diadili, ternyata bininya sudah enam.

"Babay, Om! Zoya mau nyariin menatu buat Papi dulu!"

Setelah bercakap-cakap sampai membuat Alga terlarut dalam pemikiran, Azoya beranjak dari tempat. Melangkahkan kaki kearah tempat yang kini suara tampak bising.

STOP SINGLE(Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang